kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian mempunyai
efek pengganda kedepan dan kebelakang yang besar, melalui keterkaitan input-output-outcome antar industri,
konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian
besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian. Namun demikian kinerja sektor pertanian cenderung menurun
akibat kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Pembangunan di masa lalu kurang memperhatikan
keunggulan komparatif yang dimiliki. Keunggulan komparatif yang dimiliki belum didayagunakan sehingga menjadi
keunggulan kompetitif nasional. Akibat dari strategi yang dibangun tersebut maka struktur ekonomi menjadi rapuh.
Krisis ekonomi yang lalu memberi pelajaran berharga dari kondisi tersebut. Apabila pengembangan ekonomi daerah
dan nasional didasarkan atas keunggulan yang kita miliki maka perekonomian yang terbangun akan memiliki
kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Belajar dari pengalaman tersebut, sudah selayaknya strategi pembangunan nasional kembali memperhatikan
keunggulan yang dimiliki Indonesia. Untuk itu Kabinet Indonesia Bersatu menetapkan Revitalisaisi Pertanian sebagai
salah satu strategi utama pembangunan nasional 2005-2009.
Posisi Pertanian Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Depan
Posisi pertanian akan sangat strategis apabila kita mampu mengubah pola pikir masyarakat yang cenderung
memandang pertanian hanya sebagai penghasil (output) komoditas menjadi pola pikir yang melihat multi-fungsi dari
pertanian. Multi-fungsi pertanian meliputi peran sebagai:
a. Penghasil pangan dan bahan baku industri.
Sektor pertanian sangat menentukan dalam ketahanan pangan nasional sekaligus menentukan ketahanan bangsa.
Penduduk Indonesia tahun 2025 akan mencapai 300 juta lebih, ketahanan nasional akan terancam bila pasokan
pangan kita sangat tergantung dari impor. Dalam proses industrialisasi pertanian juga memproduksi bahan baku
industri pertanian seperti sawit, karet, gula, serat, dan lainnya.
b. Pembangunan daerah dan perdesaan.
Pembangunan nasionalakan timpang kalau daerah/perdesaan tidak dibangun, urbanisasi tidak akan bisa ditekan,
dan pada akhirnya senjang desa dan kota semakin melebar. Lebih dari 83 persen kabupaten/kota di Indonesia
ekonominya berbasis kepada pertanian. Agroindustri perdesaan akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi
perdesaan terutama dalam penyerapan tenaga kerja.
pertanian.
d. Penghubung sosial ekonomi antar masyarakat dari berbagai pulau dan daerah sebagai perekat persatuan bangsa.
Masing-masing pulau/daerah memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
keunggulan masing-masing.Perdagangan (trade)Antar pulau ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dengan
melakukan spesialasisasi masing-masing daerah. Saling ketergantungan antara daerah menjadi jaminan
pengembangan ekonomi daerah dan mempererat persatuan antar daerah.
e. Kelestarian sumberdaya lingkungan.
Kegiatan pertanian berperan dalam penyagga, penyedia air, udara bersih, dan keindahan. Pada haketnya pertanian
selalu menyatu denganalam. Membangun pertanian yang berkelanjutan (sustainable) berarti juga memelihara
sumberdaya lingkungan. Agrowisata merupakan contoh yang ideal dalam multi-fungsi pertanian.
f. Sosial budaya masyarakat Usaha pertanian berkaitan erat dengan sosial-budaya dan adat istiadat masyarakat.
Sistemsosial yang terbangun dalam masyarakat pertanian telah berperan dalam membangun ketahanan pangan dan
ketahanan sosial, seperti lumbung pangan, sistem arisan dan lainnya.
g. Kesempatan kerja, PDB, dan devisa.
Lebih dari 25,5 juta keluarga atau 100 juta lebih penduduk Indonesia hidupnya tergantung pertanian. Sektor
pertanian menyerap 46,3%tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9% dari total ekspor non migas,
dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen PDB nasional.
Arah Masa Depan Kondisi Petani Indonesia
Transformasi struktur perekonomian yang terjadi menunjukkan bahwa peran pertanian dalam pembangunan nasional
terus menurun, namun tidak diikuti oleh bebannya dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berakibat produktivitas
pertanian menurun dan semakin senjang dibanding sektor diluar pertanian, terutama sektor jasa dan industri .
Indikator tersebut tercermin dari produktivitas pertanian. Dalam tahun 1993-2003 jumlah petani gurem (dengan luas
garapan kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK (meningkat 2,6% per tahun). Hal ini
menunjukkan terjadinya marjinalisasi pertanian sebagai akibat langsung dari kepadatan penduduk. Sementara itu
luas lahan semakin berkurang dan perkembangan kesempatan kerja di luar pertanian terbatas. Jumlah rumah
tangga petani (RTP) menurut Sensus Pertanian (SP) 2003 mencapai 25,58 juta RTP. Sekitar 40 persen RTP
tergolong tidak mampu dan 20 persen diantaranya dikepalai oleh perempuan. Pada daerah dimana tingkat migrasi
tenaga kerja laki-laki tinggi, beban kerja sektor pertanian bergeser kepada tenaga kerja perempuan dan kelompok
lanjut usia.
Pada bagian lain kualitas SDM pertanian juga rendah. Menurut data BPS tahun 2002, tingkat pendidikan tenaga
kerja pertanian yang tidak sekolah dan tidak tamat SD sebesar 35 persen, tamat SD 46 persen, dan tamat SLTP 13
persen. Dibandingkan dengan sektor non pertanian pada tahun yang sama, tingkat pendidikan tenaga kerja yang
tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD 31 persen, tamat SLTP sekitar 20 persen, dan tamat SLTA 27 persen.
Tingginya tingkat pendidikan di sektor non pertanian ini sebagian besar berasal dari mereka yang melakukan
urbanisasi atau yang meninggalkan sektor pertanian di perdesaan. Dilihat dari karakter komoditas dan jenis usaha
yang dilakukan oleh petani, kegureman tidak selalu identik dengan luas penguasaan lahan. Kegureman petani
secara umum terkait dengan keterbatasan akses mereka terhadap berbagai sumberdaya pertanian (lahan, air,
informasi, teknologi, pasar, modal, dll). Sejalan dengan itu peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani dapat
dilakukan melalui:
a) peningkatan skala usaha sesuai dengan sifat komoditasnya. Misalnya untuk petani pangan luas lahan minimal 1
hektar per petani di Jawa-Bali dan 2,5 hektar per petani di luar Jawa-Bali
b) pengusahaan komoditas sesuai dengan permintaan pasar
c) diversifikasi usaha rumahtangga melalui pengembangan agroindustri perdesaan dengan kegiatan non-pertanian
d) pengembangan kelembagaan penguasaan saham petani untuk sektor hulu maupun hilir
e) kebijakan perlindungan bagi petani dan usahanya.
Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia
Sumberdaya utama dalam pembangunan pertanian adalah lahan dan air. Akses sektor pertanian terhadap sumber
daya tersebut dihadapkan kepada berbagai masalah, seperti:
a) terbatasnya sumberdaya lahan dan air yang digunakan,
b) sempitnya luas lahan pertanian per kapita penduduk Indonesia (900 m2/kapita),
c) banyaknya petani gurem dengan luas lahan garapan perkeluarga petani kurang dari 0,5 ha, (d) tingginya angka
konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian dan tidak terjaminnya status penguasaan lahan (land tenure).
Sumberdaya lahan yang dipergunakan untuk produksi pertanian relatif terbatas. Dalam dekade terakhir luas lahan
pertanian sekitar 17,19 persen dari total lahan, yang terdiri dari 4,08 persen untuk areal perkebunan; 4,07 persen
untuk lahan sawah; 2,83 persen untuk pertanian lahan kering dan 6,21 persen untuk lading berpindah. Tingkat
pemanfaatan lahan sangat bervariasi antar daerah. Perkembangan luas lahan pertanian, terutama lahan sawah dan
lahan kering (tegalan), sangat lambat, kecuali dibidang perkebunan terutama untuk kelapa sawit.
Peningkatan jumlah penduduk tahun 2000-2003 sekitar 1,5 persen per tahun menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34
ha per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem (petani dengan luas lahan garapan < 0,5 ha)
meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 dengan rata-rata
peningkatan jumlah petani gurem sekitar 2,4 persen per tahun.
Konversi lahan pertanian terutama terjadi pada lahan sawah yangberproduktivitas tinggi menjadi lahan permukiman
dan industri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan sawah dengan produktivitas tinggi, seperti di jalur
pantai utara Pulau Jawa dan di sekitar Bandung, mempunyai prasarana yang memadai untuk pembangunan sektor
non pertanian. Konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun 1999-2002 mencapai 330.000 ha atau
setara dengan 110.000 ha/tahun. Luas baku lahan sawah juga cenderung menurun. Antara tahun 1981-1999,
neraca pertambahan lahan sawah seluas 1,6 juta ha. Namun antara tahun 1999 sampai 2002 terjadi penciutan luas
lahan sawah seluas 0,4 juta ha karena tingginya angka konversi
Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa terdapat sekitar 9 juta ha lahan terlantar yang dewasa ini ditutupi semak
belukar dan alang-alang. Pemanfaatan lahan yang berpotensi ini secara bertahap akan dapat mengantarkan
Indonesia tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi untuk meningkatkan volume ekspor,
apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan. Di samping itu, sekitar 32 juta ha lahan, terutama di luar Pulau
Jawa, sesuai dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.
Seperti halnya sumberdaya lahan, sumberdaya air juga semakin terbatas dan mengalami degradasi. Pertumbuhan
penduduk dan industrialisasi telah menimbulkan kompetisi penggunaan antara pertanian dan non-pertanian. Pada
kondisi demikian maka penggunanan air untuk pertanian selalu dikorbankan sebagai prioritas terakhir.
Pada bagian lain dalam dekade terkhir perhatian untuk memelihara jaringan irigasi bagi mempertahankan efisiensi
penggunaan air juga menurun yang berakibat kepada penurunan intensitas tanam dan produktifitas pertanian. Untuk
itu peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan langkah bagi peningkatan produktifitas pertanian.
Untuk itu, dalam rangka revitalisasi pertanian, pengembangan lahan pertanian dapat ditempuh melalui: (i) reformasi
keagrariaan untuk meningkatkan akses petani terhadap lahan dan air serta meningkatkan rasio luas lahan per kapita,
(ii) pengendalian konversi lahan pertanian dan pencadangan lahan abadi untuk pertanian sekitar 15 juta ha, (iii)
fasilitasi terhadap pemanfaatanlahan (pembukaan lahan pertanian baru), serta (iv) penciptaan suasana yang
kondusif untuk agroindustri pedesaan sebagai penyedia lapangan kerja dan peluang peningkatan pendapatan
serta kesejahteraan keluarga petani
pertanian terutama di luar Jawa, pencegahan konversi lahan terutama di Jawa, pengembangan jalan usahatani dan
jalan produksi serta infrastruktur lainnya.
c) Kebijakan pembiayaan untuk mengembangkan lembagakeuangan yang khusus melayani sektor pertanian,
lembaga keuangan mikro, pembiayaan pola syaraiah, dan lainnya.
d) Kebijakan perdagangan yang memfasilitasi kelancaran pemasaran baik di pasar dalam negeri maupun ekspor.
Selain itu, untuk melindungi sektor pertanian dari persaingan di pasar dunia, diperlukan: (a) memperjuangkan konsep
Strategic Product (SP) dalam forum WTO; (b) penerapan tarif dan hambatan non-tarif untuk komoditas-komoditas
beras, kedelai, jagung, gula, beberapa produk hortikultura dan peternakan.
e) Kebijakan pengembangan industri yang lebih menekankan pada agroindustri skala kecil di perdesaan dalam
rangka meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petanai.
f) Kebijakan investasi yang kondusif untuk lebih mendorong minat investor dalam sektor pertanian.
g) Pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran untuk sector pertanian dan sektorsektorpendukungnya.
h) Perhatian pemerintah daerah pada pembangunan pertanian meliputi: infrastuktur pertanian, pemberdayaan
penyuluh pertanian, pengembangan instansi lingkup pertanian, menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi
dayasaing pertanian, serta alokasi APBD yang memadai.
Beberapa kebijakan yang langsung terkait dengan sektor pertanian dan dalam kewenangan atau memerlukan
masukan dari Departemen Pertanian adalah:
a. Kebijakan dalam pelaksanaan manajemen pembangunan yang bersih, transparan, dan bebas KKN, diarahkan
untuk menyusun kebijakan peningkatan kesejahteraan pegawai disertai penerapan reward and punishment secara
konsisten.
b. Kebijakan dalam peningkatan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian,
diarahkan untuk: (a) peningkatan keterbukaan dalam perumusan kebijakan dan manajemen pembangunan
pertanian, (b) peningkatan evaluasi, pengawasan, dan pengendalian manajemen pembangunan pertanian,
(c)penyelarasan pembangunan pertanian antar sektor dan wilayah.
c. Kebijakan dalam memperluas dan meningatkatkan basis produksi secara berkelanjutan diarahkan untuk: (a)
peningkatan investasi swasta, (b) penataan hak, kepemilikan dan penggunaan lahan, (c) kebijakan pewilayahan
komoditas, dan (d) penataan sistem pewarisan lahan pertanian.
d. Kebijakan dalam meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM pertanian diarahkan untuk: (a) menyusun
kebijakan revitalisasi penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan pertanian, (b) peningkatan peran serta
masyarakat, (c) peningkatan kompetensi dan moral aparatur pertanian, (d) penyelenggaraan pendidikan pertanian
bagi petani, dan (e) pengembangan kelembagaan petani.
e. Kebijakan dalam meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian diarahkan untuk: (a) pengembangan
sarana dan prasarana usaha pertanian, (b) pengembangan lembaga keuangan perdesaan, (c) pengembangan
sarana pengolahan dan pemasaran.
f. Kebijakan dalam meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna diarahkan untuk: (a) merespon
permasalahan dan kebutuhan pengguna, (b) mendukung optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian spesifik
lokasi, (c) pengembangan produk berdayasaing, (d) penyelarasan dan integrasi dengan penguasaan IPTEK
pertanian, dan (e) percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan umpan balik inovasi
pertanian.
g. Kebijakan dalam meningkatkan promosi dan proteksi komoditas pertanian, diarahkan untuk: (a) menyusun
kebijakan subsidi tepat sasaran dalam sarana produksi, harga output, dan bunga kredit untuk modal usahatani (b)
peningkatan ekspor dan pengendalian impor, (c) kebijakan penetapan tarif impor dan pengaturan impor, (d)
peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha, (e) perbaikan kualitas dan standardisasi produk melalui penerapan
teknologi produksi, pengelolaan pascapanen dan pengolahan hasil, dan (f) penguatan sistem pemasaran
danperlindungan usaha.
18-06-2013
kita
Rapuhnya
simak
kondisi
Kedaulatan
obyektif
Sektor
di
sektor
Pertanian
pertanian,
dan
sekadar
sebagai
Pangan
contoh.
Indonesia
Pertama, saat ini Indonesia yang merupakan negara agraris dan menjadi lumbung hortikultura (sayur, buahbuahan dan bunga), namun anehnya malah mengalami kelangkaan. Masalah kelangkaan dan tingginya harga
produk-produk
hortikultura
sesungguhnya
tidak
perlu
terjadi
di
Indonesia.
Sebagai negara yang memiliki dua musim sebenarnya potensi Indonesia sebagai penghasil produk-produk
unggulan hortikultura hampir saja tidak memiliki pesaing. Artinya bahwa potensi Indonesia sungguh besar, yatu
memiliki kekayaan sumberdaya komoditas pertanian yang tinggi serta ketersediaan lahan pertanian yang lebih
luas. Variasi topografi dan model demografi untuk menghasilkan produk yang bervariasi juga terbuka luas.
Kedua, dengan merujuk pada pendapat Sabiq Carebesth, Pemerhati masalah Ekonomi Politik Pangan Jurnal
Sosial Agraria Agricola, dalam sebuah sistem, kegiatan kerja bertani tidak lagi semata-mata dilihat sebagai
sebuah kebudayaan bercocok tanam, melainkan bisnis. Bisnis lalu menyangkut politik berupa lobi-lobi,
patgulipat, kongkalikong, aturan pun diselenggarakan; siapa yang berhak memproduksi, mengedarkan, dan
siapa yang masuk dalam perencanaan sebagai sasaran pengguna sekaligus disebut korban. Pengedarnya
adalah pebisnis, yaitu mereka yang punya naluri, tenaga dan modal untuk menjadikan benih sebagai sumber
keuntungan.
Keuntungan itu lalu diakumulasi. Akumulasi keuntungan itu lalu terkonsentrasi hanya di tangan segelintir para
pebisnis yang menciptakan sistem monopoli. Monopoli lalu menjadikan sistem perbenihan dan pertanian
khususnya membangun oligopoli, Lantas siapa target sasaran bisnisnya yang kemudian jadi korban? Yang jadi
korban adalah para Petani kecil yang pada dasarnya masuk golongan ekonomi lemah dan kecil.
Merekalah target dari eksploitasi sistematis pemiskinan yang akan berlangsung pelan-pelan melalui politik
ketergantungan. Mula-mula benih, lama-lama pestisidanya, lalu yang paling parah adalah sistem bercocok
tanamnya,
lalu
corak
bermasyarakatnya.
Maka, monopoli tak terhindarkan, kartel menerapkan paham stelsel. Kartel domestik pada industri benih di
dalam negeri telah diduga dilakukan World Economic Forum Partnership on Indonesian Sustainable
Agriculture (WEFPISA) yang beranggotakan perusahaan-perusahaan multinasional yang telah lama mengincar
pasar
benih
dan
pangan
di
Indonesia.
Kartel
Pangan
Sementara itu, masih menurut Sabiq Carebesth, kartel internasional dan nasional pada sektor pangan diduga
mengendalikan harga, stok, dan pasokan komoditas pangan utama di dalam negeri. Di pasar internasional,
setidaknya terdapat 12 perusahaan multinasional yang diduga terlibat kartel serealia, agrokimia, dan bibit
tanaman pangan. Di dalam negeri ada 11 perusahaan dan enam pengusaha yang ditengarai menjalankan kartel
kedelai,
pakan
unggas,
dan
gula.
Negara sebagai sebuah institusi pelindung rakyat akhirnya harus berhadap-hadapan dengan organisasi
perdagangan yang memang berorientasi mengakumulasi keuntungan. Tak pelak keanggotaan Indonesia di
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah membuka jalan bagi perusahaan multinasional memonopoli usaha
perbenihan
dan
pangan.
Komite Ekonomi Nasional (KEN) misalnya menyebutkan di pasar internasional terdapat empat pedagang besar
yang disebut ABCD, yaitu Acher Daniels Midland (ADM), Bunge, Cargill, dan Louis Dreyfus. Mereka menguasai
sekitar 90 persen pangsa perdagangan serealia (biji-bijian) dunia. Struktur pasar komoditas pangan juga
memiliki
kecenderungan
oligopolistik.
Dalam industri agrokimia global juga terdapat enam perusahaan multinasional, yaitu Dupont, Monsanto,
Syngenta, Dow, Bayer, dan BASF yang menguasai 75 persen pangsa pasar global. Dalam industri bibit terdapat
empat perusahaan multinasional, yakni Monsanto, Dupont, Syngenta, dan Limagrain, dengan penguasaan 50
persen
perdagangan
bibit
global.
Pada sektor pangan, kartel juga terjadi pada industri pangan dan impor. Indikasinya, satu per satu perusahaan
makanan domestik diakuisisi perusahaan asing. Misalnya, Aqua diakuisisi Danone (Prancis), ABC diakuisisi
Unilever (Inggris), dan Kecap Bango dikuasai Heinz (Amerika). Sementara itu, tren misalnya pada impor daging
mayoritas rupanya dari Australia, bawang putih dari Tiongkok, dan bawang merah dari Filipina.
Belum lagi apa yang disampaikan oleh pengamat ekonomi pertanian UGM, Prof. Dr. Moch. Maksum Machfoedz,
dimana sembilan komoditas pangan nasional hampir semuanya impor. Disebutkan bahwa komoditas gandum
dan terigu masih impor 100%, bawang putih 90%, susu 70%, daging sapi 36%, bibit ayam ras 100%, kedelai 65%,
gula
40%,
jagung
10%,
dan
garam
70%.
Sementara informasi yang disampaian Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, mengatakan
produksi dan distribusi sayuran seperti tomat, cabai, seledri dan bawang di kawasan Garut dan Lembang juga
telah dikuasai oleh Indofood Frito Lay, Heinz ABC, dan Del Monte. Sedangkan produksi dan distribusi kacangkacangan, jagung, dan serelia di kawasan Bandung Timur, Subang, dan Purwakarta dikuasai oleh Cargill dan
Charoen
Pokphand.
Bidang saprotan, juga tidak lepas dari dominasi perusahaan asing dengan beroperasinya Ciba Geigy dari
Jepang, BASF dan Bayer dari Jerman, serta Novartis dari Amerika Serikat yang menguasai jalur distribusi
pestisida.Hal serupa juga terjadi di bidang pembenihan dengan kehadiran Monsanto yang mengembangkan
bibit
jagung
dan
kedelai,
serta
beberapa
perusahaan
Jepang
untuk
bibit
sayuran.
Hal tersebut kemudian berdampak langsung pada maraknya kriminalisasi dan hilangnya kedaulatan petani
dalam mengelola sumber pangan nasional, target swasembada pangan berkala pada 2014 akan jadi isapan
jempol belaka. Tak pelak, Indonesia terperangkap dalam liberalisasi perdagangan yang mengakibatkan
Indonesia
dibanjiri
produk
pangan
dan
manufaktur
impor.
Amerika
Serikat
Tekan
Indonesia
Agar
Cabut
Pembatasan
Impor
Holtikultura
Masih soal holtikultura, satu lagi kenyataan obyektif yang kiranya Kementerian Luar Negeri dan Kementerian
Perekonomian perlu mencermati secara seksama. Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia akhirnya
mengalah menyikapi laporan Pemerintah Amerika Serikat ke Badan Perdagangan Dunia (WTO), atas peraturan
impor hortikultura dengan melakukan pelarangan dan pembatasan buah dan sayuran. Karenanya, Pemerintah
akan melakukan revisi Permentan nomor 60 Tahun 2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura
(RIPH).
Hal ini terkait dengan langkah Indonesia memberlakukan Permentan No. 60 tahun 20012 tentang pembatasan
impor Holtikultura (sayur dan buah), sehingga AS) gencar memprotes aturan tersebut. Bahkan Indonesia
diadukan ke WTO. Setelah melakukan pertemuan antara perwakilan AS dan Indonesia di Jenewa beberapa
waktu
lalu
akhirnya
pemerintah
indonesia
berencana
merevisi
aturan
tersebut.
Pemerintah mengeluarkan aturan Permentan 60 Tahun 2012 dan Permendang Nomor 60 Tahun 2012 terkait
pengaturan
importasi
20
komoditas
hortikultura.
Aturan tersebut dikeluarkan karena dianggap produksi dalam negeri masih mencukupi sehingga pemerintah
melarang 13 komoditas hortikultura masuk ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu, diantaranya durian,
nanas, melon, pisag, mangga, pepaya, kentang, kubis, wortel, cabe, krisan, anggrek dan heliconia.
Sementara 7 komoditas hotrikultura yang dibatasi jumlah impornya di antaranya Bawang yang diterdiri dari
bawang bombay, bawang merah dan bawang putih, kemudian Jeruk yang terdiri dari jeruk siam, jeruk
mandarin,
lemon,
dan
grapefruit
atau
pamelo,
anggur,
apel
dan
lengkeng.
Dari 300 Komoditas hanya 90 sampai 92 komoditas yang diperdagangkan. Dari jumlah itu 20 komoditas yang
diatur dalam Permentan nomor 60 Tahun 2012. Dari 20 komoditas tersebut 7 komoditas hortikultura yang
dibatasi
jumlah
kuota
impornya.
Dari gambaran tersebut di atas, pemerintah Indonesia sudah seharusnya menyadari adanya sisi rawan dari
kedaulatan kita di sektor pertanian dan sektor pangan, akibat kuatnya pengaruh dan tekanan korporasikorporasi asing dalam pembuatan kebijakan strategis di sektor pertanian dan pangan.
Dan yang yang mengecewakan kami dari Global Future Institute, pemberdayaan sektor pertanian dan pangan
sama sekali tidak dimasukkan sebagai salah satu isu prioritas sebagaimana disampaikan oleh Yuli O Thamrin
pada
Sidang
Pertemuan
Pejabat
Senior
APEC
di
Surabaya
April
lalu.
Padahal, berdasarkan data kementerian Pertanian menunjukan perkembangan impor buah dan sayur
mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada tahun 2008, nilai impor produk hortikultura mencapai
881,6 juta dollar AS, tetapi pada 2011 nilai impor produk hortikultura sudah mencapai 1.7 miliar dollar AS
(dengan
kurs
Rp.
9.500,
sekitar
Rp
16,15
triliun).
Komoditas hortikultura yang di impornya paling tinggi adalah bawang putih senilai 242,4 juta dollar AS (sekitar
Rp. 2,3 triliun), buah apel sebanyak 153,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 1,46 triliun), jeruk 150,3 juta dollar AS
(sekitar Rp. 1,43 triliun) serta anggur sebanyak 99,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 943 miliar).
Karena itu kita kiranya cukup beralasan dengan membanjirnya produk holtikultura impor. Seakan produk
holtikultura tidak mampu bersaing, padahal kita sangat mampu bersaing di tingkat internasional.
Padahal pada kenyataannya, Komoditas hortikultura lokal selama ini telah memberikan pendapatan yang besar
bagi negara, Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka PDB
hortikultura tahun 2005 sebesar Rp 61.729 miliar meningkat menjadi Rp 88.334 miliar pada tahun 2010.
Dengan PDB terbesar di sumbang dari komoditas buah, disusul sayuran, hias dan tanaman obat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Maka penyebabnya adalah besarnya pengaruh skema kapitalisme global lewat
beberapa korporasi asing, sehingga
holtikultra produk import bisa merajalela di Indonesia.
Pada tataran ini, Indonesia dalam KTT APEC 2013 harus punya kontra skema untuk mematahkan monopoli
kartel-kartel asing tersebut. Sehingga agenda-agenda strategis Indonesia pada KTT APEC 2013 mendatang
benar-benar
membumi.
Kontra Skema Indonesia dalam KTT APEC 2013 harus didasari gagasan untuk melakukan proteksi terhadap
kelompok-kelompok ekonomi menengah dan kecil. Pada tingkatan ini, merumuskan perlunya peningkatan daya
saing UKM dimasukkan dalam salah satu isu prioritas kiranya sudah berada di jalan yang tepat. Hanya saja
belum tergambar secara jelas strategi pemerintah Indonesia dalam menjabarkan isu tersebut pada KTT APEC
2013
mendatang.
Dalam hal kedaulatan atau kemandirian pangan, misalnya, harus didasari untuk melindungi kepentingan para
petani. Program kemandirian pangan berarti juga harus diikuti dengan diberlakukannya kebijakan melarang
pemberlakuan bebas bea masuk pangan impor. Sehingga skema kedaulatan ekonomi dan khususnya pangan,
akan mampu membendung gempuran produk-produk impor dari luar negeri terhadap produk dalam negeri.
Dalam hal memberlakukan kebijakan proteksi terhadap pertanian dalam negeri, ada baiknya mencontoh Cina
dan Rusia. Bagaimana kedua negara tersebut ketika memberlakukan kebijakan pertanian pro rakyat dalam
bidang unggas misalnya, pakan pun diproteksi, bahkan diberikan secara gratis, untuk melindungi para
petaninya.
Dengan mengambil inspirasi dari Cina maupun dari Rusia, yang kebetulan saat ini menjadi menjadi Ketua APEC
menyusul KTT APEC di Vladivostok tahun lalu, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
pangan yang pro pertanian. Dengan memberikan perlindungan terhadap petani mulai dari harga jual, bibit,
pakan,
bahkan
hingga
kebijakan
agro
industry
yang
melindungi
petani.
Apalagi diperkuat oleh berbagai fakta yang disampaikan beberapa pakar bahwa pangan lokal ternyata memiliki
potensi lebih baik daripada bahan impor karena kesesuaian biologis yang lebih tinggi dengan manusia dan
mikrobiota
lokal
Indonesia.
Saatnya pemerintah harus tegas dan konsisten dengan target pencapaian kedaulatan pangan. Jangan mau
diatur-atur oleh para importir. Dalam fluktuasi harga pangan, sudah beberapa kali pemerintah dipermainkan
oleh kelompok tertentu karena Indonesia tidak mandiri dalam hal pangan. Pola yang sama digunakan para
importir saat terjadi kelangkaan kedelai beberapa waktu lalu.
Pertanian merupakan jantung pertahanan bagi ketahanan pangan Indonesia saat ini. Selain itu juga,
pertanian adalah sektor utama penyedia bahan pangan, baik bagi manusiamaupun pakan bagi
ternak/hewan dan ikan yang merupakan bagian dari siklus pertanian itu sendiri. Meninggalkan sektor
pertanian dalam pembangunan nasional, terutama dalam ketahanan panganakan membawa bangsa ini
kepada krisis. Namun, membangun pertanian Indonesia tanpa komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan
petani, peternak, dan nelayan akan membawa bangsa ini kepada krisis keadilan juga. Dari gambaran krisis
ini, terdapat kaitan yang sangat erat antara ketahanan pangan dan pertanian yang tidak dapat dipisahkan.
Tanpa pertanian yang maju, ketahanan pangan tidak akan sukses, dan tanpa ketahanan pangan yang baik,
bangsa ini akan mengalami suatu masalah yang sangat serius yaitu kelaparan dan kemiskinan. Tetapi
masalah itu dapat kita selesaikan dengan menjadikan pertanian Indonesia yang menjadi solusi untuk
meningkatkan ketahanan pangan di negara kita.
Mendorong pembangunan pertanian yang menjanjikan merupakan salah satu usaha untuk mensejahterakan
rakyatIndonesia khususnya. Tentu pemikiran ini adalah sebuah langkah untuk menaggapi permasalahan
kemiskinan dan kelaparan di Indonesia. Usaha memajukan pertanian ini akan terus disempurnakan sehingga
sampai pada langkah-langkah operasional yang diperlukan pemangku kepentingandalam pemberdayaan
pertanian ini.
Berbagai bentuk krisis pangantelah terjadi selama ini yang merupakan bukti bahwa lemahnyasektor
pertanian dalam pemenuhan pangan di Indonesia, sehingga mengakibatkan banyak terdapat keluarga petani
Indonesia yang ketahanan pangannya rendah yang mengakibatkan kemiskinan bahkan menimbulkan
penyakit kekurangan gizi pada anak-anak dan penyakit busung lapar. Sehingga solusi terhadap persoalan
pangan iniakan selalu terkait denganmasalah kemiskinan dan kelaparan.
Kesejahteraanpetaniyang relatif rendahsaat iniakan sangat menentukan prospek ketahanan pangandi
Indonesia ke depannya. Kesejahteraan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor yang timbul dan
keterbatasan petani, diantaranya yangpalingutama adalah :
a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif yang mendukung pekerjaan
mereka,kecuali tenaga kerjanya
b. Luas lahan pertanian yang sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi
c. Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaandan penyuluhan pertanian
d. Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih memadai untuk
mereka terapkan
e. Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai
f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar yang sangat lemah
g. Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petaniitusendiri.
Estimasi kebutuhan pangan yang ideal harus disediakan dan dikonsumsi masyarakat untuk mencapai gizi
seimbang yang dapat diproyeksikan dengan pendekatan interpolasi linier untuk mencapai Skor PPH 100
pada tahun 2020. Penetepan angka 2020 ini merupakan kesepakatan yang diambil dan didasarkan atas
pertimbangan bahwa setelah mencapai MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 (menurunkan
kelaparan sampai setengahnya). Adapun Proyeksi Konsumsi dan Penyediaan Pangan di Indonesia dengan
mengacu PPH pada tahun 2020 disajikan pada tabel berikut ini.
N Kelompok/Jenis
o
Pangan
Padi-padian
Beras
Jagung
1
Terigu
Subtotal Padipadian
Umbi-umbian
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Sagu
2
Kentang
Umbi Lainnya
Subtotal Umbiumbian
Pangan Hewani
Ikan
Daging
Ruminansia
3 Daging Unggas
Telur
Susu
Subtotal Pangan
Hewani
Sayur dan Buah
Sayur
4 Buah
Subtotal Sayur
dan Buah
Minyak dan
Lemak
5 Minyak Kelapa
Minyak Sawit
Minyak Lain
Subtotal Minyak
dan Lemak
Konsumsi
Penyediaan
21.728
307
1.961
23.901
337
2.158
23.987
26.386
5.242
1.233
222
768
384
5.767
1.357
245
845
423
7.850
8.635
7.512
8.263
671
738
1.103
2.291
658
1.214
2.520
724
12.212
13.433
14.277
5.785
15.705
6.363
20.062
22.068
2.399
Buah
Subtotal Sayur
dan Buah
Lain-Lain
Minuman
Bumbu
9
Lainnya
Subtotal LainLain
Sumber : Martianto dkk (2006)
5.785
6.363
20.062
22.068
885
419
-
974
461
-
1.308
1.439
Pada tabel di atas terlihat, bahwa sepanjang terdapat konvergensi dari jaminan interpolasi linear ini maka
ketahanan pangan nasional tidak akan berkurang. Namun, masalahnya sekarang adalah masih adanya
kekurangan dalam tatanan distribusi, akses, dan konsumsi dari bahan pangan tersebut. Pada kenyataannya
hal ini sangat sulit untuk diatasi, sehingga menyebabkan kenaikan harga pangan di pasar sangat pesat
dibanding tahun 2007 yang mungkin dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal juga.
Adapun faktor eksternal adalah : 1) adanya kenaikan harga pangan di pasar dunia, 2) menurunnya
produksipangan dunia karena perubahan iklim terutama masalah kekeringan di negara produsen serta
menurunnya luas areal panen, 3) pengaruh kenaikan harga minyak bumi yang menyebabkan ongkos
produksi naik, 4) adanya perubahan iklim global dan konversi komoditas pangan ke bahan bakar nabati, 5)
adanya penguasaan perdagangan biji-bijian oleh beberapa korporasi multinasional, dan 6) masuknya
investor di bursa komoditas. Penyebab faktor internalnya adalah: 1) adanya konversi lahan sawah untuk
pemukiman dan industri, 2)luas areal panen hanya mengalami peningkatan yang sangat kecil (sekitar 1,4 %
pada tahun 2008), 3) produktivitas relatif tetap, 4) margin yang diterima petani untuk tanaman pangan
sangat rendah dibandingkan komoditas hortikultura, dan 5) harga komoditas tanaman pangan yang relatif
rendah.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin pesat juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan suatu
negara. Penduduk Indonesia pada tahun 2035 diperkirakan akan bertambah menjadi 2 kali lipat dan
jumlahnya sekarang, menjadi 400 juta jiwa. Dengan meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi/kapita untuk berbagai pangan. Akibatnya, dalam waktu 35
tahun yang akan datang Indonesia memerlukan tambahan ketersediaan pangan yang lebih dari 2 kali jumlah
kebutuhan saat ini.
Penduduk Indonesia 1900 - 2035
Tahun
Jumlah
1900
1930
40 juta
60 juta
1960
95 juta
1990
180 juta
2000
210 juta
2035
400 juta
Diawal abad ke 20, selama 30 tahun penduduk Indonesia bertambah 20 juta jiwa, dan diawal abad 21,
selama 30 tahun penduduk Indonesia bertambah hampir 200 juta jiwa. Penduduk Indonesia menjadi 5 kali
lipat dalam waktu 100 tahun.Akibat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan produksi bahan
pangan yang menurun di Indonesia, mengakibatkan Indonesia harus mengimpor bahan pangan dari luar
negeri. Contoh konkritnya adalah kedelai yang diimpor pada tahun 1990-1998 hanya berkisar antara
343.000-541.000 ton, meningkat tajam sejak tahun 1999-20007 menjadi antara 1.133.000-1.343.000 ton.
Dari permasalahan di atas, dapat kita berikan argumen bahwa pertanian Indonesia masih memerlukan
perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak untuk mensejahterakan petani dan untuk meningkatkan
ketahanan pangan di negara ini. Dan tidak lepas dari perhatian pemerintah sebagai penyelenggara
peraturan, pembinan dan pengawas terhadap pertanian Indonesia. Masalah-masalah yang dihadapi negara
kita inibukanlah yang pertama kali terjadi di dunia ini. Masalah yang kita alami initelah pernah dialami oleh
banyak negara lain dan banyak yang dapat mengatasinya dengan sukses.Seharusnya negara kita belajar
dari pengalaman negara tersebut untuk mengatasi masalah yang ini. Di samping itu juga peran masyarakat
maupun pihak swasta juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini serta memajukan pertanian
Inndonesia yang berkelanjutan.
Agar penbangunan pertanian memiliki arah yang jelasdan berkesinambungan, negara perlu menetapkan
politik pertanianyaitu keputusan sangat mendasar dibidang pertanian pada tingkat negara, yang menjadi
arah ke depan, untuk menjadi acuan semua pihak yang terlibat, dengan sasaran membangun kemandirian di
bidang pangan.
Memang, isu tentang penbangunan pertanian sudah cukup lama dibahas, namun hingga saat ini belum
terlihat langkah-langkah yang kongkret serta efektifuntuk meningkatkan pertanian yang mandiri. Yang terjadi
malah Indonesia semakin tergantung dengan impor bahan pangan,serta kebijakan-kebijakan yang ditempuh
pemerintah justru semakin menekan pertanian Indonesia itu sendiri, seperti membebaskan bea masuk
untuk impor gandum dan kedelaiyang menguasai pasar Indonesia.Padahal pertanian Indonesia sangat
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan. Untuk itu pemerintah berperan dalam memfasilitasi
kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan pangandalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan. Selain pemerintah, kita juga perlu menjalin kerjasama dengan
pemerintah untuk menanggulangi masalah ketahanan pangan ini. Dan inimenjadi tanggung jawab semua
pihak. Untuk itu perlu dikembangkan suatu komitmen dan kerjasama diantara semua pihak terutama dalam
bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (yang antara lain direpresentasikan
oleh kalangan LSM dan perguruan tinggi).Tugas pemerintah adalah menyelenggarakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian, pengawasan terhadap ketersediaan pangan, kecukupan , perataan pangan, baik
dalam jumlah, mutu, aman, bergizi, beragam, serta harga, distribusi, daya beli masyarakat. Upaya untuk
terciptaanyakondisi tersebut, makapemerintahmenetapkan target pembangunan pertanian Indonesia ke
depannya, yaitu peningkatan pada produksi dan swasembada yang berkelanjutan, diversifikasi pangan,nilai
tambahpada produk pertanian Indonesia, daya saingdengan produk luar, ekspor, serta peningkatan
kesejahteraan petani, peternak dan nelayan dengan visi pertanian Indonesia tahun 2009-2014 adalah
menjadikan Pertanian Indonesia menjadi pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis
sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan
petani. Oleh karena itu, perspektif baru yang harus diterapkan adalah perspektif
pembangunanpertanianyang berkedaulatan berkeadilan, , danberkelanjutan yang harus mewarnai
pembangunan dan penataan sektor dan bidang-bidang tersebut. Ketiga prinsip tersebut didasarkan pada
akar persoalan bangsa Indonesia yang masih terperangkap ke dalam ketergantungan dengan pihak asing
baik dalam pemikiran pembangunan, peraturan perundangan, formulasi dan implementasi kebijakan, aspekaspek kehidupan sosial, maupun birokrasi.
Prinsip-prinsip pembangunan yang berkedaulatan adalah mencakup hal-hal di bawah ini :
1)
2)
Peraturan perundang-undangan yang mencerminkan kedaulatan dan pemihakan terhadap kepentingan
rakyat banyak
3)
4)
5)
Rezim devisa yang lebih berdaya guna untuk pengembangan ekonomi yang mensejahterakan rakyat
6)
Kedaulatan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
7)
Perlindungan dan penguatan terhadap munculnya kelompok-kelompok tani, nelayan, peternak,
perkebunan yang berdaulat dalam mengatur dan mengembangkan sumberdaya.
2)
Kesetaraan akses, pemanfaatan, dan kontrol bagi rakyat atas sumber-sumber ekonomi
3)
4)
Keadilan dalam alokasi sumber-sumber keuangan untuk mengoreksi ketimpangan sosial ekonomi
5)
Penegakan hukum untuk menjamin keadilan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber sumber
ekonomi bagi rakyat banyak
1)
Integrasi prinsip-prinsip yang berkelanjutan dalam formulasi kebijakan, rencana, dan program
pembangunan
2)
Pemulihan kualitas lingkungan dan stok sumberdaya alam untuk mencegah ancaman terhadap
ketidakberlanjutan pembangunan
Perspektif baru pembangunan pertanian ini mengajukan sumberdaya alam domestik untuk dikelola dengan
berbasis IPTEK yang tepat guna, memadai, dan mempunyai daya dukung lingkungan. Sehingga perspektif
pembangunan pertanian ini membutuhkan peran negara dan pasar secara proporsional, tepat guna, dan
bijak. Dalam kaitan tersebut, terdapat peluang untuk menciptakan kebijakan fiskal progresif yang
membangun infrastruktur pertanian dalam arti luas dan perdesaan yang ditopang oleh kebijakan moneter
yang tepat serta pergeseran dari kebijakan sistem perbankan berbasis cabang kepada sistem perbankan
yang berbasis unit dimana pengembangan kebutuhan kredit diidentifikasikan berdasarkan stimulus lokal.
Dengan perspektif baru tersebut maka diperlukan pengarahan kembali (redirecting) strategi dan kebijakan
pembangunan yang diharapkan mencapai bangsa mandiri yang didukung pertanian dan pedesaan yang
tangguh untuk meningkatkan ketahanan pangan. Berdasarkan analisis terhadap krisis-krisis bangsa
khususnya pangan, maka reorientasi kebijakan dasar yang diperlukan adalah perubahan strategi
pembangunan dan penataan ruang berimbang yang berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, reforma
agraria, percepatan pembangunan pedesaan. Pengarahan kembali strategi dan kebijakan ini dilakukan
berdasarkan isu-isu krisis bangsa yang sekarang ini terjadi. Perspektif baru pembangunan merupakan
kerangka memandang strategi dan kebijakan di bidang ekonomi, pangan, ekologi, dan pertanian.
dipasarkan dalam bentuk segar maka sangat perlu proses penanganan pasca panen untuk meningkatkan
nilai tambah seperti melakukan pencucian, sortasi/grading dan pengemasan. Dengan perlakuan seperti
ini beberapa komoditi bisa dipasarkan pada segmen pasar yang berbeda sehingga bisa diperoleh tingkat
keuntungan yang lebih besar. Pada industri pengolahan perlu perlakuan untuk memperpanjang daya
simpan bahan segar seperti pendinginan, pengeringan dll. Produk pertanian yang dipasarkan dalam
keadaan segar biasanya yang berkualitas baik sementara yang berkualitas kurang baik diolah menjadi
aneka jenis makanan/minuman. Selain itu pengolahan juga bisa dilakukan terhadap produk yang terlalu
banyak jumlahnya, akan tetapi perlu memperkirakan jumlah produksi untuk mengantisipasi kurangnya
bahan baku pada kondisi tertentu.
2. Musiman Kebanyakan produk pertanian tidak dapat diproduksi pada setiap saat dan pada setiap
tempat sehingga perlu penanganan khusus pada saat panen melimpah dan sebaliknya juga perlu langkah
antisipatif pada saat produksi menurun. Hal ini sangat mempengaruhi harga jual produk pertanian
tersebut. Untuk industri produk olahan perlu membuat perkiraan daya serap pasar sehingga bisa
direncanakan jumlah produksi pada saat panen melimpah guna mengantisipasi penurunan pasokan
bahan pada saat jumlah panen menurun.
3. Volume besar Umumnya produk pertanian mempunyai volume yang besar, untuk itu perlu
penanganan seperti pengeringan, sortasi dan pengolahan untuk mengatasinya. Industri pengolahan
merupakan salah satu langkah yang tepat guna memperoleh nilai tambah selain untuk mengatasi
penjualan produk segar yang volumenya relatif besar.
III. PENERAPAN MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN Dalam berwirausaha pada
sektor pertanian sangat diperlukan perhitungan yang cermat guna melakukan berbagai langka antisipatif
agar terhindar dari resiko kerugian. Untuk itu diperlukan memperhatkan beberapa hal berikut ini :
1. KETERSEDIAAN ABAHAN BAKU Berwirausaha pada industri pengolahan produk pertanian harus
selalu memperhatikan ketersediaan bahan baku yang meliputi mutu, jumlah dan kontinyuitas. Sebelum
memulai usaha sangat perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang tidak terjamin
ketersediaannya akan mengganggu proses produksi sedangkan mutu bahan baku yang tidak stabil akan
menurunkan mutu produk olahan yang dihasilkan
2. PEMASARAN Pada saat ini permintaan pasar untuk berbagai produk olahan cukup tinggi namun
memang sangat diperlukan kejelian produsen dalam hal pemasaran. Kegiatan usaha yang dikordinir
dalam suatu kelompok akan lebih mampu menembus pasar bila dibandingkan dengan usaha
perseorangan. Namun demikian kelompok usaha ini harus mampu menciptakan manajemen usaha yang
baik sehingga keuntungan dapat dinikmati oleh semua anggota kelompok secara wajar. Semua produk
yang akan dipasarkan harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :
Permintaan pasar Penentuan jenis produk yang dihasilkan harus berdasarkan permintaan pasar, hal ini
bisa diketahui dengan cara melihat beberapa toko untuk melihat dan mengetahui produk apa yang
banyak terjual. Selain itu bisa juga diamati minat konsumen secara langsung di pasaran.
Persaingan Pasar Dalam berwirausaha setiap produsen harus siap untuk bersaing dengan produsen
lainnya. Untuk bersaing dan memenangkan persaingan perlu dikaji kelebihan produk lain agar kita
minimal bisa mengimbanginya sehingga tidak ditinggalkan oleh konsumen. Persaingan pasar antara lain
dipengaruhi oleh harga,mutu dan tampilan produk. Untuk itu kebersihan produk dan penampilan
kemasan seringkali menjadi perhatian utama bagi konsumen. Perkembangan/tren pasar Saat sekarang
pasar sangat dinamis, produk yang mengusai pasar seringkali berubah dari waktu kewaktu, kecuali
beberapa produk yang sudah dikenal sebagai produk spesifik dari suatu daerah. Agar kita tidak tertinggal
oleh produsen lainnya maka perkembangan/tren pasar ini harus selalu dicermati.
Perubahan selera konsumen Selera konsumen juga bisa mengalami perubahan, hal ini antara lain
disebabkan oleh promosi produk tertentu, tingkat pendapatan masyarakat, kesadaran terhadap
kesehatan, dan kejadian-kejadian khusus di tengah-tengah masyarakat misalnya berita tentang
penggunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya. Namun demikian perubahan selera konsumen ini
ada yang sifatnya permanen dan ada yang hanya sesaat saja. Perubahan selera konsumen ini ada kalanya
menjadi hambatan/tantangan namun demikian bisa juga menjadi suatu peluang bagi produsen yang
kreatif.
3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Teknologi pengolahan hasil pertanian sudah sangat berkembang, untuk
itu perlu dipilih teknologi yang tidak memerlukan peralatan yang mahal, sesuai dengan kondisi yang
diperlukan, proses pengolahan mudah dilakukan dan biaya produksinya juga relatif rendah. Dalam
pemilihat alat juga harus diperhatikan kapasitas alat, spesifikasi teknis seperti daya listrik dsb. Dalam
pemilihan teknologi juga harus diupayakan pengolahan yang bisa memanfaatkan limbah menjadi produk
yang bisa dipasarkan. Pada proses pengolahan perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini : Pengendalian
mutu : Proses pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya
saing tinggi, untuk itu perlu diperhatikan hal berikut ini :
Standarisasi bahan baku/bahan mentah
Standarisasi Proses Pengolahan
Standarisasi alat/mesin pengolahan
Kelas mutu
Masa kadaluarsa
Pengemasan ( Pembotolan, Pengalengan, Pembungkusan dll )
Penyimpanan produk akhir yang antara lain meliputi meliputi cara penumpukan, penyinaran,
kelembaban, suhu, lama penyimpanan dll.
4. TENAGA KERJA
Pengelolaan tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat menentukan tingkat efisiensi biaya
produksi. Dalam agribisnis harus bisa ditentukan dengan tepat tingkat kemampuan/ketrampian yang
harus dimiliki oleh tenaga kerja yang digunakan selain itu juga harus dihitung dengan cermat jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan serta pembagian kerjanya. Pada industri makanan saat ini bila jumlah
penjualan perhari masih dibawah Rp. 500.000,- maka usaha tersebut sebaiknya hanya dikerjakan oleh
anggota keluarga saja karena secara ekonomis belum layak untuk mengeluarkan gaji untuk tenaga kerja
tambahan yang diupah.
5. MODAL USAHA Untuk memulai usaha sangat perlu mempertimbangkan modal usaha yang
diperlukan. Dalam hal ini sangat perlu memulai usaha dengan menggunakan modal sendiri atau modal
kelompok, sebisa mungkin harus dihindari menggunakan modal berupa pinjaman. Selain itu dalam
memulai produksi juga harus dipertimbangkan biaya produksi untuk beberapa kali proses produksi, hal
ini disebabkan karena suatu usaha baru dalam waktu tertentu belum akan memperolah keuntungan yang
tetap sehingga diperlukan ketersediaan modal usaha.
6. MANAJEMEN Dalam mengelola usaha perlu diperhatikan masalah manajemen usaha. Hal ini
dilakukan agar suatu usaha terkelola dengan baik. Manajemen perlu memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan pengelolaan dana, proses produksi, tenaga kerja dan pemasaran. Dengan manajemen
yang baik suatu usaha dapat dikembangkan dengan baik sehingga bisa melakukan pengembangan usaha
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semua kegiatan harus terdokumentasi (tercatat) dengan baik,
pencatatan harus dilakukan secara teratur terhadap semua bentuk kegiatan. Keuangan harus dibukukan
secara teratur sehingga semua pemasukan dan pengeluaran bisa dievaluasi dengan baik. Dalam berbisnis
bila produk yang dihasilkan lebih dari satu jenis maka harus ditentukan produk mana yang akan
dijadikan sebagai bisnis utama. Hal ini sangat perlu karena setiap usaha harus berupaya untuk
menciptakan brand image yang baik, dan itu hanya bisa diperoleh bila ada produk yang diunggulkan.
Untuk itu pada perencanaan usaha harus dibuat tahapan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan pembentukan brand image tersebut. Brand image ini selain berkaitan dengan mutu produk
juga berkaitan dengan harga jual. Dalam menentukan harga jual harus diperhitungkan beberapa hal
berikut ini :
Biaya produksi, termasuk biaya investasi serta biaya penyusutan bangunan dan alat/mesin yang
digunakan.
Harga jual produk pesaing
Tingkat kerusakan barang/yang tidak terjual (pada produk baru khususnya untuk makanan basah/semi
basah biasanya sekitar 30 persen tidak terjual)
Daya beli masyarakat
Tingkat keuntungan yang diharapkan
7. PENGEMBANGAN USAHA
Bagi usaha yang sudah mapan diperlukan pengembangan usaha agar konsumen tidak jenuh dan
keuntungan bisa ditingkatkan. Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Simplifikasi
Yang dilakukan adalah penyederhanaan produk, misalnya pada saat terjadinya kenaikan biaya produksi
maka pengembangan usaha dilakukan antara lain dengan cara pengecilan ukuran produk,
penyederhanaan kemasan, perubahan bentuk dsb.
Diversifikasi
Pada kondisi ini yang dilakukan adalah pembuatan produk baru, hal ini dilakukan bila produk lama
sudah jenuh sehingga tidak bisa lagi ditingkatkan jumlah produksinya. Sebaiknya produk baru ini bisa
diolah dengan menggunakan alat/mesin yang sudah ada dan bahan bakunya juga tidak berbeda jauh
dengan produk yang sudah ada
Standarisasi
Dalam hal ini yang dilakukan adalah penyeragaman produk baik dari segi bentuk, ukuran, penampilan
dan rasa. Untuk itu diperlukan membuat standar pengolahan produk mulai dari standar bahan baku,
proses pengolahan dst. .
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
Oleh: Ir. Gunarif Taib, M.Si. I. PERANAN SEKTOR PERTANIAN Penduduk Sumatera Barat berjumlah
4,6 juta jiwa atau 1,1 juta KK (Kepala Keluarga) dan 60 persen diantaranya (640.000 KK) bergerak dalam
sektor pertanian. Kalau dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat Tahun
2006 maka sektor petanian hanya memberikan kontribusiya 25,26 persen yang terdiri dari tanaman
pangan 13,11%, perkebunan 5,60%, peternakan 2,04%, kehutanan 1,50%, dan perikanan 3,01%. Untuk
meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini diperlukan terobosan antara lain berupa upaya
peningkatan efisiensi biaya produksi dan mengusahakan adanya nilai tambah melalui proses penanganan
dan pengolahan hasil produk pertanian. Peningkatan efisiensi biaya produksi bisa dicapai dengan
pengelolaan yang efektif dan efisien, untuk itu aspek manajerial dalam usaha tani perlu mendapat
perhatian selain dari upaya penerapan teknologi. Proses nilai tambah bisa diperoleh melalui penanganan
pada pasca panen seperti melakukan sortasi/grading dan pengemasan sehingga harga jual bisa
ditingkatkan. Selain itu juga bisa dilakukan pengolahan bahan segar menjadi produk olahan yang
mempunyai prospek pasar cukup baik. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam berwirausaha pada
sektor pertanian khususnya dalam penanganan dan pengolahan hasil tersebut perlu diperhatikan aspek
manajemen dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Saat ini wirausaha di sektor pertanian umumnya
dikuasai oleh pedagang sehingga petani hanya diposisikan sebagai penerima harga sedangkan penentuan
harga berada di tangan pedagang. Hal ini sangat merugikan petani karena keuntungan terbesar
sesungguhnya berada pada tata niaga/pemasaran dan industri pengolahan. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan pemberdayaan petani untuk bisa bergerak pada rantai tata niaga dan industri pengolahan.
Upaya ini akan sulit dilakukan bila petani bergerak secara perorangan sehingga diperlukan pembentukan
kelompok yang solid. Dalam kegiatan kelompok perlu diperhatikan aspek manajemen sehingga kelompok
tersebut mempunyai perencanaan yang baik, mampu melakukan evaluasi dengan tepat dan semua
kegiatan terdokumentasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan kelompok bisa berkembang dengan
cepat dan keuntungan secara ekonomis bisa diperoleh. Dalam pengelolaan kegiatan agribisnis juga perlu
diperhatikan karakteristik komoditi pertanian yang sangat spesifik untuk mengantisipasi kemungkinan
kerugian dalam berusaha. II. KARAKTERISTIK PRODUK PERTANIAN Manajemen Agribisnis
merupakan bagian dari ilmu manajemen yang spesifik karena berhadapan dengan produk pertanian yang
mempunyai sifat khusus sebagai berikut : 1. Mudah rusak Produk pertanian khususnya tanaman pangan
dan hortikultura sangat mudah rusak sehingga harus segera dipasarkan atau diolah menjadi produk
olahan. Dalam hal ini bila produk akan dipasarkan dalam bentuk segar maka sangat perlu proses
penanganan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah seperti melakukan pencucian,
sortasi/grading dan pengemasan. Dengan perlakuan seperti ini beberapa komoditi bisa dipasarkan pada
segmen pasar yang berbeda sehingga bisa diperoleh tingkat keuntungan yang lebih besar. Pada industri
pengolahan perlu perlakuan untuk memperpanjang daya simpan bahan segar seperti pendinginan,
pengeringan dll. Produk pertanian yang dipasarkan dalam keadaan segar biasanya yang berkualitas baik
sementara yang berkualitas kurang baik diolah menjadi aneka jenis makanan/minuman. Selain itu
pengolahan juga bisa dilakukan terhadap produk yang terlalu banyak jumlahnya, akan tetapi perlu
memperkirakan jumlah produksi untuk mengantisipasi kurangnya bahan baku pada kondisi tertentu. 2.
Musiman Kebanyakan produk pertanian tidak dapat diproduksi pada setiap saat dan pada setiap tempat
sehingga perlu penanganan khusus pada saat panen melimpah dan sebaliknya juga perlu langkah
antisipatif pada saat produksi menurun. Hal ini sangat mempengaruhi harga jual produk pertanian
tersebut. Untuk industri produk olahan perlu membuat perkiraan daya serap pasar sehingga bisa
direncanakan jumlah produksi pada saat panen melimpah guna mengantisipasi penurunan pasokan
bahan pada saat jumlah panen menurun. 3. Volume besar Umumnya produk pertanian mempunyai
volume yang besar, untuk itu perlu penanganan seperti pengeringan, sortasi dan pengolahan untuk
mengatasinya. Industri pengolahan merupakan salah satu langkah yang tepat guna memperoleh nilai
tambah selain untuk mengatasi penjualan produk segar yang volumenya relatif besar. III. PENERAPAN
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN Dalam berwirausaha pada sektor pertanian sangat
diperlukan perhitungan yang cermat guna melakukan berbagai langka antisipatif agar terhindar dari
resiko kerugian. Untuk itu diperlukan memperhatkan beberapa hal berikut ini : 1. KETERSEDIAAN
ABAHAN BAKU Berwirausaha pada industri pengolahan produk pertanian harus selalu memperhatikan
ketersediaan bahan baku yang meliputi mutu, jumlah dan kontinyuitas. Sebelum memulai usaha sangat
perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang tidak terjamin ketersediaannya akan
mengganggu proses produksi sedangkan mutu bahan baku yang tidak stabil akan menurunkan mutu
produk olahan yang dihasilkan 2. PEMASARAN Pada saat ini permintaan pasar untuk berbagai produk
olahan cukup tinggi namun memang sangat diperlukan kejelian produsen dalam hal pemasaran. Kegiatan
usaha yang dikordinir dalam suatu kelompok akan lebih mampu menembus pasar bila dibandingkan
dengan usaha perseorangan. Namun demikian kelompok usaha ini harus mampu menciptakan
manajemen usaha yang baik sehingga keuntungan dapat dinikmati oleh semua anggota kelompok secara
wajar. Semua produk yang akan dipasarkan harus memperhatikan beberapa hal berikut ini : Permintaan
pasar Penentuan jenis produk yang dihasilkan harus berdasarkan permintaan pasar, hal ini bisa diketahui
dengan cara melihat beberapa toko untuk melihat dan mengetahui produk apa yang banyak terjual. Selain
itu bisa juga diamati minat konsumen secara langsung di pasaran. Persaingan Pasar Dalam
berwirausaha setiap produsen harus siap untuk bersaing dengan produsen lainnya. Untuk bersaing dan
memenangkan persaingan perlu dikaji kelebihan produk lain agar kita minimal bisa mengimbanginya
sehingga tidak ditinggalkan oleh konsumen. Persaingan pasar antara lain dipengaruhi oleh harga,mutu
dan tampilan produk. Untuk itu kebersihan produk dan penampilan kemasan seringkali menjadi
perhatian utama bagi konsumen. Perkembangan/tren pasar Saat sekarang pasar sangat dinamis, produk
yang mengusai pasar seringkali berubah dari waktu kewaktu, kecuali beberapa produk yang sudah
dikenal sebagai produk spesifik dari suatu daerah. Agar kita tidak tertinggal oleh produsen lainnya maka
perkembangan/tren pasar ini harus selalu dicermati. Perubahan selera konsumen Selera konsumen juga
bisa mengalami perubahan, hal ini antara lain disebabkan oleh promosi produk tertentu, tingkat
pendapatan masyarakat, kesadaran terhadap kesehatan, dan kejadian-kejadian khusus di tengah-tengah
masyarakat misalnya berita tentang penggunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya. Namun
demikian perubahan selera konsumen ini ada yang sifatnya permanen dan ada yang hanya sesaat saja.
Perubahan selera konsumen ini ada kalanya menjadi hambatan/tantangan namun demikian bisa juga
menjadi suatu peluang bagi produsen yang kreatif. 3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Teknologi
pengolahan hasil pertanian sudah sangat berkembang, untuk itu perlu dipilih teknologi yang tidak
memerlukan peralatan yang mahal, sesuai dengan kondisi yang diperlukan, proses pengolahan mudah
dilakukan dan biaya produksinya juga relatif rendah. Dalam pemilihat alat juga harus diperhatikan
kapasitas alat, spesifikasi teknis seperti daya listrik dsb. Dalam pemilihan teknologi juga harus
diupayakan pengolahan yang bisa memanfaatkan limbah menjadi produk yang bisa dipasarkan. Pada
proses pengolahan perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini : Pengendalian mutu : Proses
pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya saing tinggi,
untuk itu perlu diperhatikan hal berikut ini : Standarisasi bahan baku/bahan mentah Standarisasi
Proses Pengolahan Standarisasi alat/mesin pengolahan Kelas mutu Masa kadaluarsa Pengemasan
( Pembotolan, Pengalengan, Pembungkusan dll ) Penyimpanan produk akhir yang antara lain meliputi
meliputi cara penumpukan, penyinaran, kelembaban, suhu, lama penyimpanan dll. 4. TENAGA KERJA
Pengelolaan tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat menentukan tingkat efisiensi biaya
produksi. Dalam agribisnis harus bisa ditentukan dengan tepat tingkat kemampuan/ketrampian yang
harus dimiliki oleh tenaga kerja yang digunakan selain itu juga harus dihitung dengan cermat jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan serta pembagian kerjanya. Pada industri makanan saat ini bila jumlah
penjualan perhari masih dibawah Rp. 500.000,- maka usaha tersebut sebaiknya hanya dikerjakan oleh
anggota keluarga saja karena secara ekonomis belum layak untuk mengeluarkan gaji untuk tenaga kerja
tambahan yang diupah. 5. MODAL USAHA Untuk memulai usaha sangat perlu mempertimbangkan
modal usaha yang diperlukan. Dalam hal ini sangat perlu memulai usaha dengan menggunakan modal
sendiri atau modal kelompok, sebisa mungkin harus dihindari menggunakan modal berupa pinjaman.
Selain itu dalam memulai produksi juga harus dipertimbangkan biaya produksi untuk beberapa kali
proses produksi, hal ini disebabkan karena suatu usaha baru dalam waktu tertentu belum akan
memperolah keuntungan yang tetap sehingga diperlukan ketersediaan modal usaha. 6. MANAJEMEN
Dalam mengelola usaha perlu diperhatikan masalah manajemen usaha. Hal ini dilakukan agar suatu
usaha terkelola dengan baik. Manajemen perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dana, proses produksi, tenaga kerja dan pemasaran. Dengan manajemen yang baik suatu
usaha dapat dikembangkan dengan baik sehingga bisa melakukan pengembangan usaha sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Semua kegiatan harus terdokumentasi (tercatat) dengan baik, pencatatan
harus dilakukan secara teratur terhadap semua bentuk kegiatan. Keuangan harus dibukukan secara
teratur sehingga semua pemasukan dan pengeluaran bisa dievaluasi dengan baik. Dalam berbisnis bila
produk yang dihasilkan lebih dari satu jenis maka harus ditentukan produk mana yang akan dijadikan
sebagai bisnis utama. Hal ini sangat perlu karena setiap usaha harus berupaya untuk menciptakan brand
image yang baik, dan itu hanya bisa diperoleh bila ada produk yang diunggulkan. Untuk itu pada
perencanaan usaha harus dibuat tahapan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
pembentukan brand image tersebut. Brand image ini selain berkaitan dengan mutu produk juga
berkaitan dengan harga jual. Dalam menentukan harga jual harus diperhitungkan beberapa hal berikut
ini : Biaya produksi, termasuk biaya investasi serta biaya penyusutan bangunan dan alat/mesin yang
digunakan. Harga jual produk pesaing Tingkat kerusakan barang/yang tidak terjual (pada produk baru
khususnya untuk makanan basah/semi basah biasanya sekitar 30 persen tidak terjual) Daya beli
masyarakat Tingkat keuntungan yang diharapkan 7. PENGEMBANGAN USAHA Bagi usaha yang sudah
mapan diperlukan pengembangan usaha agar konsumen tidak jenuh dan keuntungan bisa ditingkatkan.
Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : Simplifikasi Yang dilakukan adalah
penyederhanaan produk, misalnya pada saat terjadinya kenaikan biaya produksi maka pengembangan
usaha dilakukan antara lain dengan cara pengecilan ukuran produk, penyederhanaan kemasan,
perubahan bentuk dsb. Diversifikasi Pada kondisi ini yang dilakukan adalah pembuatan produk baru,
hal ini dilakukan bila produk lama sudah jenuh sehingga tidak bisa lagi ditingkatkan jumlah produksinya.
Sebaiknya produk baru ini bisa diolah dengan menggunakan alat/mesin yang sudah ada dan bahan
bakunya juga tidak berbeda jauh dengan produk yang sudah ada Standarisasi Dalam hal ini yang
dilakukan adalah penyeragaman produk baik dari segi bentuk, ukuran, penampilan dan rasa. Untuk itu
diperlukan membuat standar pengolahan produk mulai dari standar bahan baku, proses pengolahan dst. .
20AUG
MANAJEMEN KELEMBAGAAN
Posted by gunariftaib in Uncategorized. Leave a Comment
4. Perbaikan
Hasil evaluasi perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan. Perbaikan yang dilakukan harus mengacu pada
apa yang belum terlaksana seperti yang direncanakan. Langkah perbaikan harus dilaksanakan tepat
waktu. Dalam melaksanakan perbaikan harus dilakukan perbaikan terhadap permasalahan yang sangat
mendasar sehingga perbaikan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang optimal.
MANFAAT KELEMBAGAAN DALAM BERPRODUKSI
Dalam berusaha terdapat dua pilihan pengelolaan yaitu usaha perseorangan dan kelompok. Beberapa
manfaat dari kelompok usaha antara lain adalah :
1. Memudahkan pemasaran
Kelompok Usaha lebih mudah memasarkan produksinya karena jumlah produksi lebih banyak dan
kontinyuitasnya lebih terjamin. Hal ini merupakan salah satui syarat mutlak dalam pemasaran yang baik
2. Efisiensi lebih tinggi
Kelompok usaha lebih mudah mencapai efisiensi baik dalam berproduksi maupun pemasaran. Hal ini
karena skala usaha relatif besar dan lebih terbuka terhadap adaptasi teknologi.
3. Skala usaha lebih ekonomis
Penggabunga usaha menjadi kelompok usaha tentu akan meningkatkan skala usaha menjadi lebih
ekonomis. Hal ini relatif sulit terjadi bila usaha dilakukan secara perseorangan.
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang
dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut[1]. Secara eksplisit pengertian
Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) [2] yaitu perusahaan yang memproses
bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang
digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengemasan dandistribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir
yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian
primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen [3].
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian[4]. Dari
pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri (pengolahan hasilpertanian) merupakan bagian
dari lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan
peralatan. usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan[5]. Agroindustri dengan
demikian mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan
Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa SektorPertanian (IJSP).
Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah
bahan pangankaya karbohidrat, palawija dan tanaman hortikultura.
volumeekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai tukar produk hasil
pertanian dan penyediaan bahan baku industri [3].
Daftar isi
[sembunyikan]
2 Pengembangan agroindustri
3 Rujukan
Produk
Padi
Pengeringan, penggilingan
Beras
Ubi kayu
Tapioka
BuahKelapa
Tebu
Minyak goreng
Gula pasir
kristalisasi
Daun teh
teh hitam
Daunnilam
Penyulingan (distilasi)
Minyak nilam
Getah karet
Minyak
nabati
Netralisasi, esterifikasi
Ubi kayu
Onggok
Tetestebu
Biji kakao
Kulitudang
Oleokimia (ester)
Isolat
Asam sitrat
MSG (monosodium
glutamat)
Cokelat
Khitin, Khitosan
Kayu
Pulp
Karagenan
Pulp
Kertas
Pabrik pembuatan biodisel jarak pagar sebagai pengembangan produk agroindustri non pangan
Kesukaan masyarakat terhadap ubi jalar yang rendah dapat ditingkatkan jika ubi jalar diolah menjadi
produk yang lebih sempurna dan disukai oleh masyarakat. Demikian pula, harga ubi jalar yang
rendah dapat ditingkatkan elaluipeningkatan bentuk yang lebih sempurna. Pengolahan ubi jalar
dengan peningkatkan keragaman produk pangan yang lebih sempurna dapat memberi nilai tambah
dan mengangkat ubi jalar menjadi komoditas yang bernilai tinggi.
Bermacam-macam bentuk olahan ubi jalar yang berdaya guna dan dapat meningkatkan kesukaan
masyarakat
terhadap
A.
ubi
jalar,
antaza
CHIP
lain
sebagai
UBI
berikut.
JALAR
Chip ubi jalar merupakan bentuk produk olahan ubi jalar setengah jadi untuk bahan baku suatu
industri makanan. Bentuk ini bersifat kering dan dapat disimpan hingga 6 bulan tanpa mengalami
perubahan bau, warna dan tidak diserang jamur atau serangga. Produk olahan ubi jalar setengah
jadi
Cara
ini
dapat
membuat
digunakan
chip
untuk
bahan
baku
ubi
jalar
(gaplek
instan
kolak,
ubi
tepung,
jalar)
dan
sebagai
lain-lain.
berikut.
1.
Ubi jalar dikupas kulitnya dan dicuci dengan air hingga bersih. Kemudian, ubi jalar yang
telah dikupas dan dicuci diiris-iris setebal 1,5 cm dan dipotong-potong dengan alat pemotong
menjadi bentuk kubus.
2.
Chip bentuk kubus direndam dalam larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) selama 2 jam
dengan konsentrasi 0,5% Ca(OH)2.
3.
Selanjutnya, chip bentuk kubus dijemur di bawah sinar matahari hingga kering dengan kadar
air 7%.Pengeinganjuga dapat dilakukan pada oven pada suhu 60o C selama 48 jam.
4.
Chip bentuk kubus yang telah kering dikemas dalam kantong plastic dan diikat untuk
dipasarkan atau diolah menjadi produk lain.
B.
TEPUNG
UBI
JALAR
Ubi jalar dapat juga dibuat tepung. Cara membuat tepung ubi jalar sebagai berikut.
1.
2.
CAKE
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat cake ubi jalar terdiri atas tepung ubi jalar i50 g: tepung terigu 150 g; gula
halus 200 g, margarine 250 g, baking powder 2 g: ovalet 8 g; dan telur ayam 5 butir. Cara membuat
cake
ubi
jalar
sebagai
berikut.
1.
2.
3.
KUE
LAPIS
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kue lapis ubi jalar terdiri atas: tepung ubi jalar 500 gram; gula pasir 250 gram;
santan dari 1/2 kelapa 550 cc; air kapur I sendok makan; garam % sendok teh; dan daun pandan
secukupnya.
Cara
membuat
kue
lapis
ubi
jalar
sebagai
berikut.
Tepung ubi jalar, gula pasir, air kapur, garam, dan santan dicampur menjadi satu dan diaduk
hingga merata,
Adonan tersebut dibagi dua dan yang setengah bagian diberi warna hijau dari daun pandan.
Adonan lapis putih dikukus setengah matang (+- 5 menit), demikian seterusnya hingga
membentuk lapisan selang-seling putih hijau sampai adonan habis. putih hijau sampai adonan
habis'
Adonan yang berlapis-lapis tersebut dikukus kembali selama 15 menit ing menjadi kue
lapis yang matang.
E.
KASSTENGELS
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kue kasstengels ubi jarar terdiri atas: tepung ubi ialar 375 9; mentega 175 g,
margarine 175 g, keju parut 200 g;kuning telur 4 butir; Cara membuat kasstengels ubi jalar sebagai
berikut'
KUE
SEMPRIT
COKELAT
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kue semprit ubi jalar terdiri atas: tepung ubi ialar 230 g dan cokelat bubuk 75
g yang dicampur jadi satu, gula halus 225 g; mentega 125 g, kuning telur ayam 2 butir ,gulapasir 100
g;
air
Cara
30
cc;
membuat
kue
dan
putih
telur
frosting
ubi
jalar
sebagai
berikut
semprit
butir.
:
1. Mentega, margarine, dan guia halus dicampur menjadi satu dan dikocok hingga menjadi putih.
2.
Kuriing
telur
dimasukkan
sambil
dikocok
3. Campuran tepung ubi jalar dan cokelat bubuk dimasukkan sambil diaduk dengan sendok kayu
hingga merata. Kemudian' kacang tanah dimasukkan sambil diaduk lagi hingga tercampur secara
merata.
4. Buat frosting dengan cara: gua dan air direbus hingga larut dan putih telur dikocok sampai kaku.
Larutan gula dimasukkan pada putih telur sedikit demi sedikit sambil dikocok-kocok hingga adonan
frosting
menjadi
dingin
5. Adonan kue dicetak pada loyang yang telah diolesi margarine dan dihias dengan adonan frosting.
6. Adonan yang telah jadi dipanggang dengan oven pada api seang (160 o C) sampai matang
selama
7.
20
Jadilah
kue
semprit
ubi
menit.
jalar
yang
beratnya
SERIPING
menjadi
770
UBI
g.
JALAR
Bahan untuk membuat seriping ubi jalar terdiri atas: ubi jalar segar, gala, garam, dan minyak
goreng.
Cara
1.
membuat
Ubi
jalar
seriping
dikupas,
ubi
jalar
kemudian
dicuci
sebagai
hingga
berikut
bersih
dan
ditiriskan.
2. Ubi jalar yang sudah bersih diiris tipis-tipis dengan mesin pengiris atau pisau yang tajam. Tebal
irisan
0,5
mm.
3. Irisan ubi jalar direndam dalam air kapur sirih, kemudian tambah garam dan gula secukupnya.
Perendaman
dibiarkan
selama
30
menit.
4. Irisan ubi jalar yang telah direndam ditiriskan dan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahariatau
dengan
menggunakan
oven.
5. Setelah kering irisan ubi jalar digoreng diatas yang panasnya stabil hingga matang kering.
6. Jika menghendaki rasa manis, seriping ubi jalar yang sudah matang dimasak ulang dengan
larutan
gula.
H.
KUE
TALAM
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kue talam ubi jalar terdiri atas: ubi jalar yang daging ubinya berwama
sebanyak 375 g; gula pasir 200 g; tepung kanji155g santan encer400 cc; santan kental 300 cc;
tepung
beras
Cara
membuat
1.
Ubi
jalar
50
g;
kue
dikupas
garam
secukupnya;
talam
kulitnya
ubi
dan
dicuci
dan
jalar
dengan
vanili
ebagai
air
secukupnya.
berikut
hingga
:
bersih.
2.
3.
Ubi
Ubi
jalar
jalar
dikupas
yang
sudah
dan
dicuci
matang
bersih
dihaluskan
dikukus
dengan
hingga
ditumbuk
dalam
matang.
suatu
wadah
4. Ubi jalar yang sudah dihaluskan dicampur dengan santan encer sebanyak 400 cc, gula pasir 150
g,
tepung
5.
kanji
Adonan
125
gvanili
tersebut
secukupnya,
dituangkan
ke
kemudian
dalam
diaduk
cetakan
hingga
merata
selama25
menit
6. Buat lapisan atas dengan adonan tepung beras 50 g, tepung kanji 30 g, gula pasir 50 g, santan
kental 300 cc: dan garam secukupnya. Adukadonan tersebut hingga merata. Kemudian adonan ini
dituangkan
7.
di
ataslapisan
Jadilah
kue
I.
ubi
jalar
talam
dan
dikukus
ubi
jalar
hingga
matang
yang
KELEPON
selama
dapat
25menit.
dipotong-potong.
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kelepon ubi jalar terdiri atas: ubi jalar yang daging ubinya berwarna putih
sebanyak 250 g; tepung ketan 100 g; air hangat 75 cc;" gula merah yang disisir halus 50 g; kelapa
parut
100
Cara
1.
garam
secukupnya;
membuat
Ubi
2.
g;
jalar
Ubi
dikupas
jalar
dan
kelepon
kulitnya
yang
dan
sudah
daun
ubi
dicuci
jalar
bersih,
matang
pandan
untuk
pewama.
sebagai
kemudian
dihaluskan
dikukus
dengan
berikut.
hingga
cara
matang.
ditumbuk.
3. Ubi yang telah halus dicampur dengan tepung ketan, air hangat, dan pewarria hijau dari daun
pandan.
Kemudian,
adonan
diaduk
hingga
merata
dan
diuleni
hingga
kalis.
4. Ambil setengah sendok makan adonan dan diisi dengan irisan gula merah, kemudian dibentuk
bulatan.
5. Adonan yang telah dibentuk bulat direbus dalam air mendidih sampai matang; Bila mengapung,
ubi jalar tersebut segera diangkat dan ditiriskan, kemudian diguling- pada parutan kelapa.
6.
Jadilah
J.
kue
kelepon
KUE
ubi
jalar
sebanyak
LUMPUR
kurang
UBI
lebih
25
JALAR
butir.
KUKUS
Bahan untuk membuat kue lumpur ubi jalar kukus terdiri atas: ubi yang berwarna putih 250 g; gula
pasir 100 g; tepung beras 50 g; telur ayam 3 butir; santan 200 cc; kismis 25 g; dan kelapa muda 2
butir.
Cara
membuat
1.
jalar
Ubi
2,Ubi
dikupas
kue
lumpur
kulitnya
jalar
dan
ubi
dicuci
yang
jalar
bersih,
kukus
kemudian
sudah
sebagai
dikukus
dikukus
berikut.
hing
masak.
dihaluskan.
3.Ubi jalar yang telah halus dicampur dengan gula pasir, tepung beras, telur, dan santan. Kemudian,
diaduk-aduk
4.Adonan
hingga
ditambah
kelapa
merata
muda
dan
kismis
dan
sambil
diaduk
disaring.
hingga
merata
5.Adonan dimasukkan ke dalam cetakan kue berbentuk oval yang telah .diolesi minyak goreng.
6.Adonan yang telah dimasukkan dalam cetakan dikukus hingga matang selama kurang lebih 20
menit.
Kue
7Jadilah
lumpur
kue
ubi
lumpur
K.
jalar
yang
ubi
jalar
KUE
telah
matang
sebanyak
dikeluarkan
kurang
MANGKOK
dari
lebih
cetakan.
15
buah.
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat kue mangkok terdiri atas: ubi jalar 200 g, gula pasir100 g; telur ayam I butir;
garam
1/4
sendok
ragi
instan
Cara
membuat
teh;
tepung
dan
terigu
air
kue
250
g;
santan
mangkok
100
sendok
ubi
jalar
cc;
makan.
sebagai
berikut.
1. Buat adonan I yang terdiri atas ragi instan; tepung terigu 50 g; dan air5 sendok makan. Adonan
diaduk
hingga
merata
kemudian
didiamkan
selama
20
menit.
2. Buat adonan II, yaitu ubi jalar matang yang telah dihaluskan dicampur dengan gula pasir, telur,
garam, tepung terigu 200 gram, dan santan. Kemudian, adonan diaduk hingga merata.
3. Tuangkan adonan I ke dalam adonan II sambil diaduk hingga merata Kemudian, adonan
didiamkan
selama
45
menit
hingga
mengembang.
4. Adonan yang telah diolesi dengan cake cup dimasukkan ke dalam cetakan bolu kukus masingmasing
sebanyak
sendok
untuk
tiap
cetakan.
5. Cetakan-cetakan yang telah berisi adonan dikukus dalam dandang dengan api besar selama 15
menit sampai kue merekah. (Dandang ditutup dengan serbet bersih dan jangan dibuka sebelum
pengukusan
6.Jadilah
kue
kue
mangkok
L.
ubi
jalar
selesai).
sebanya
KRAKELING
kurang
ASIN
lebih
12
UBI
buah.
JALAR
Bahan untuk membuat kue krakelin asin ubi jalar terdiri dari: tepung ubi jalar 225 g; margarine 150 g;
putih
telur
Cara
butir;
membuat
1.
susu
encer
krakeling
Margarine
sendok
asin
dikocok
makan,
dan
ubi
jalar
gula
hingga
pasir
secukupnya.
sebagai
berikut.
menjadi
lembut.
2. Susu dimasukkan dalam margarine sambil dikocok, kemudian putih telur dimasukkan sedikit demi
sedikit
sambil
dikocok
hingga
merata.
3. Tepung ubi jalar dimasukkan dalam campuran margarine dan telur sambil diaduk dengan sendok
kayu
atau
4.
sendok
plastik
Adonan
hingga
dicetak
tercampur
dalam
merata
cetakan
dan
tidak
melekat
berbentuk
pada
wadah.
huruf
S.
5. Cetakan-cetakan tersebut diletakkan di loyang yang telah diolesi margarine dan kue diolesi
dengan
kuning
telur
serta
ditaburi
gula
pasir.
6. Cetakan-cetakan yang telah berisi adonan dipanggang dalam oven dengan panas sedang hingga
matang
7.
Jadilah
berwarna
kue
krakeling
asin
ubi
jalar
kecokelatan.
yang
beratnya
menjadi
390
gram.
M.
SELAI
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat selai ubi jalar terdin atas: ubi jalar 75 g; nanas 75 g; gula pasir 330 g; air 230
-
300
Cara
ml:
dan
membuat
1.
Ubi
jalar
selai
sitrat
ubi
dikupas
2.
asarn
dan
2,6
jalar
dicuci
Nanas
g.
sebagai
bersih.
berikut.
kemudian
direbus.
dipotong
kecil-kecil.
3. Ubi jalar dicampur dengan nenas. gula pasir. dan air. kemudian dihancurkan dengan blender
selama
4.
3
Adonan
tersebut
dimasak
sambil
menit.
diaduk-aduk
hingga
kental.
5. Menjelang pemasakan selesai. asam sitrat dan satu sendok gula pasir dituangkan ke dalam
adonan.
6.
Setelah
masak,
selai
N.
diangin-anginkan
hingga
SAUS
dingin.
remudian
dikemas.
UBI
JALAR
Bahan untuk membuat saus ubi jalar terdiri atas: ubi jalar 292 g, aIr 292 ml, gula 1,46 g, jahe 8,78
g; bawang putih 1,46 g; bubuk cabe 0,44 gmerica 0,73 g; cuka 20 ml; dan pewarna secukupnya.
Cara
1.
membuat
Ubi
jalar
saus
dikupas
dan
ubi
dicuci
jalar
bersih,
sebagai
kemudian
direbus
berikut.
hingga
masak
2. Ubi jalar yang sudah direbus dicampur dengan bahan-bahan lainnye (kecuali cuka dan pewarna)
dan
dihaluskan
dengan
blender.
3. Adonan yang telah dihaluskan dimasak sampai mencapai kekentalan tertentu, kemudian
ditambahkan
cuka
O.
dan
pewarna
sambil
KOLAK
diaduk
hingga
CHIP
merata
dan
matang.
UBI
JALAR
Bahan-bahan untuk membuat kolak chip ubi jalar terdiri atas: chip ubi jalar kering 250 g; nangka 250
g; santan kental 1,5 cangkir; santan encer 3 cangkir; air 4 cangkir; gula merah 1 cangkir; tapioka 3
sendok
makan;
Cara
1.
vanili
membuat
Chip
kering
sendok
kolak
dicuci
bersih
teh;
dan
daun
chip
ubi
jalar
dan
direndam
dalam
pandan
secukupnya.
sebagai
air
berikut.
selama
jam.
2. Chip diangkat dan tambah air 2 cangkir, lalu direbus selama 15 menit hingga mendidih.
3. Tuangkan santan encer sebanyak 3 cangkir dan I cangkir gula merah serta 2 cangkir air,
kemudian
direbus
lagi
selama
15
menit
hingga
mendidih.
4. Masukkan nangka dan tuangkan 1,5 cangkir santan kental, kemudian didihkan lagi selama 5
menit.
5.
P.
Selanjutnya,
Didihkan
vanili
dan
beberapa
PERBOILED
daun
saat,
pandan
dan
dimasukkan
kolak
UBI
ke
siap
dalam
kolak.
dihidangkan.
JALAR
Bahan-bahan untuk membuat parboiled ubi jalar adalah : ubi jalar segar 1 kg, citroen zuur 3 g, dan
air
Cara
1.
2.
membuat
Ubi
Ubi
3.
jalar
Ubi
parboiled
jalar
direbus
ubi
dikupas
dalam
jalar
air
yang
liter.
jalar
dan
yang
telah
telah
sebagai
dicuci
dibubuhi
masak
citroen
digiling
berikut
hingga
zuur
hingga
hingga
:
bersih.
masak.
halus.
4. Adonan ubi jalar yang telah digiling halus dibuat potongan-potongan berukuran kecil.berupa butirbutir,
kemudian
dijemur
di
bawah
sinar
matahari
hingga
kering.
Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar,
kemudian dievaluasi dengan dibandingkan dengan standar mutu saus tomat
(SNI.01-0222-1987).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempoyak yang dijual di beberapa pasar di
Bandar Lampung tidak higienis dengan mutu mikrobiologis rendah. Mutu
mikrobiologis tempoyak yang dijual di beberapa pasar di Bandar Lampung adalah
sebagai berikut : total BAL berkisar antara 1 x 104 koloni/g sampai 7,6 x 108
koloni/g, total mikroba aerobik berkisar antara 1,5 x 104 koloni/g sampai 6,10 x 1011
koloni/g, total kapang dan khamir berkisar antara 2,7 x 104 koloni/g sampai 1,3 x
1011 koloni/g. Mutu mikrobiologis tempoyak yang rendah ini ditunjukkan pula oleh
kadar abu yang tinggi, beberapa sampel berwarna kuning kecokelatan, beraroma
alkohol, dan pada salah satu sampel yang mempunyai lama simpan di pasar lebih
dari 1 bulan ditemukan bercak jingga yang diduga sebagai kapang (jamur).
# KAJIAN APLIKASI HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL
POINT) PADA PRODUK MINCE BEEF DI PT SANTOSA AGRINDO
Oleh
Ika Susanti1, Murhadi2, dan Fibra Nuraini2
ABSTRAK
PT. Santosa Agrindo sebagai produsen pangan menyadari akan pentingnya mutu
yang menjadi persyaratan utama dari pelanggan. Banyak hal yang telah dilakukan
oleh PT. Santosa Agrindo antara lain pengambilan sampel produk akhir, analisis
sampel dan lain-lain. Sistem ini kemudian berkembang menjadi pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan pada setiap tahap selama proses produksi berlangsung,
namun hal ini dirasa belum cukup. Oleh karena itulah diterapkan suatu sistem yang
mampu mengontrol faktor-faktor bahaya yang dapat menurunkan tingkat kemanan
produk pangan yaitu sistem HACCP.
HACCP merupakan suatu analisa yang dilakukan terhadap bahan, produk atau
proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus
mendapatkan pengawasan ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan
aman dan mememnuhi persyaratan yang ditetapkan.
Sistem HACCP akan lebih efektif apabila diterapkan pada tahap proses atau produk
spesifik. Studi HACCP yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini difokuskan
pada produk mince beef. Mince beef merupakan produk hasil dari daging dengan
kadar 85 CL (chemical lean) yang digiling dengan ukuran parameter cetakan 3, 5
dan 10 mm.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan
metode survei. Data dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer melalui wawancara langsung
dan data sekunder berupa data pendukung.
Hasil penelitian melaporkan bahwa PT Santosa Agrindo menetapkan 20 tahap
proses yang termasuk CCP, antara lain penerimaan sapi, pemeriksaan antemorfem,
pemingsanan, penyembelihan halal, penutupan batang tenggorok, penusukan pisau
ke jantung, pemotongan kaki I dan II, penutupan dubur, pengeluaran jeroan,
pembelahan karkas, pencucian karkas, pelayuan (chilling), pre-trimming, deboning,
slicing dan trimming, vacuum packing, pelayuan dan penyimpanan daging,
pembekuan, dan pengeluaran barang.
# KAJIAN PROSES STERILISASI SARI BUAH TERONG DENGAN
SISTEM OZONISASI
Oleh
Yuvi Liana
ABSTRAK
Terong (Solanum Melongena) adalah jenis sayuran yang popular dan disukai oleh
banyak orang. Selain rasanya yang enak kandungan gizinya pun cukup melimpah.
Bagian terong yang dapat dimanfaatkan untuk hidangan masakan adalah buahnya.
Selain dapat dikonsumsi secara langsung, pemanfaatan terong juga dapat dilakukan
dengan cara mengolah menjadi sari buah. Hampir semua buahbuahan dan sayuran
bersifat mudah rusak, oleh sebab itu guna mencegah terbuangnya terong karena
rusak atau tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya pada saat panen maka perlu
dilakukan usaha pengawetan dan pengolahan lebih lanjut.
Salah satu upaya dalam pengawetan produk pangan olahan adalah melalui proses
sterilisasi dan pasteurisasi. Pada penelitian ini sterilisasi yang digunakan adalah
sterilisasi dengan sistem ozonisasi dengan frekuensi ozon sebesar 0,6 ppm.. Adapun
sterilisasi dengan sistem ozonisasi ini dipilih dikarenakan sistem ozonisasi tersebut
menggunakan molekul ozon (O3), yang merupakan senyawa oksidan yang sangat
reaktif dan umumnya dapat membunuh mikroorganisme karena selama terjadi
proses ozonisasi sel mikroorganisme mengalami lisis. Sehingga dapat diketahui lama
waktu proses ozonisasi yang menghasilkan daya awet dan kualitas sari buah terong
yang terbaik.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menyajikan
hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara
deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu/lama proses ozonisasi yang
memberikan daya awet sari buah terong yang optimal dan menghasilkan kualitas
sari buah terong yang terbaik yaitu waktu ozonisasi 4 menit dengan lama simpan
selama 2 hari. Respon panelis yang dihasilkan terhadap rasa sari buah terong
memiliki skor 3 (disukai). Respon panelis terhadap aroma sari buah terong memiliki
skor 2,8 (disukai). Respon panelis terhadap warna sari buah terong memiliki skor
2,8 (disukai). Respon panelis terhadap penampakan sari buah terong memiliki skor
2,9 (disukai) dan respon panelis terhadap penerimaan keseluruhan sari buah terong
memiliki skor 3,13 (disukai). Kadar vitamin C sari buah terong yang terbaik sebesar
1,35 mg/15ml. Kadar protein sari buah terong yang terbaik sebesar 1,1%. Kadar
karbohidrat sari buah terong terbaik sebesar 3,43 mg/100ml, dan total mikroba sari
buah terong terbaik jumlah mikroba 8.36108 cfu/ml dengan log jumlah mikroba
sebesar 8,9.
# PENGARUH KONSENTRASI CHITOSAN SEBAGAI BAHAN
PENGAWET TERHADAP MASA SIMPAN MIE BASAH
Oleh
Dedi Wahyudi1, Murhadi2, dan Otik Nawansih2
ABSTRAK
Mie basah merupakan jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap
pemotongan dan sebelum dipasarkan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam
keadaan segar. Mie basah merupakan produk makanan dengan kadar air yang
tergolong tinggi yakni mencapai 52 %. Masa simpan mie basah dalam kondisi
normal penyimpanan hanya bisa bertahan 16 jam. Supaya mendapatkan mie basah
yang memiliki masa simpan lebih lama serta mutu yang dapat dipertahankan
diperlukan suatu bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia
serta dapat mempertahankan aspek gizi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu bahan pengawet alami yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan
alternatif ialah chitosan. Chitosan merupakan suatu polimer rantai panjang
glukosamin yang mempunyai struktur molekul 2-amino-2-deoksi glukosa. Chitosan
bersifat alami sehingga chitosan tidak beracun dan tidak mempunyai efek samping
bila dikonsumsi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi
chitosan yang optimal sebagai bahan pengawet yang dapat memperpanjang masa
simpan mie basah.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Penelitian tahap1 yaitu mencari konsentrasi
dan lama penyimpanan mie basah terbaik. Perlakuan disusun secara faktorial 2
faktor dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan. Faktor
pertama adalah konsentrasi chitosan (K) yang terdiri atas lima taraf yaitu, K0 (0
ppm), K1 (50 ppm), K2 (100 ppm), K3 (150 ppm), K4 (200 ppm). Faktor kedua
adalah lama penyimpanan mie basah (H) pada suhu kamar dengan empat taraf yaitu
0 jam (H0), 24 jam (H1), 48 jam (H2) dan 72 jam (H3). Kesamaan ragam antar
perlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey. Kemudian data dianalisis dengan sidik ragam untuk menduga ragam galat
dan uji signifikansi mengenai ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data
kemudian dianalisis lebih lanjut dengan polinomial ortogonal pada taraf 1% dan 5%.
Penelitian tahap 2 yaitu membandingkan mie basah yang diberi konsentrasi
chitosan terbaik yang diperoleh dari penelitian tahap 1 yaitu sebanyak 150 ppm
dengan mie basah yang diberi formalin pada konsentrasi yang sama dengan lama
penyimpanan 0, 24, 48 dan 72 jam. Data yang diperoleh pada tahap ini dianalisis
secara deskriptif.
selama 8 menit dan dikemas menggunakan gelas plastik (PP) dengan total mikroba
2,8 x 103 CFU/ml dan kadar protein 0,4550%. Jenis kemasan gelas plastik
(Polipropilen) merupakan jenis plastik yang memiliki daya hambat paling rendah
terhadap sinar ultraviolet. Alat penyinaran ultraviolet model STS-1968C tidak tepat
untuk sterilisasi produk susu kedelai dan sejenisnya.
# PENGARUH MASING-MASING KONSENTRASI BUBUK BAWANG
PUTIH DAN BUBUK LENGKUAS TERHADAP MUTU TAHU SELAMA
PERENDAMAN
Oleh
Yuyuk Kasmawati1, Neti Yuliana2, dan Fibra Nurainy2
ABSTRAK
Tahu merupakan bahan makanan sumber protein nabati dengan masa simpan yang
rendah karena adanya kerusakan oleh mikroorganisme. Penyimpanan tahu lebih
dari 2 hari akan mengakibatkan tahu berasa asam dan berangsur-angsur membusuk
dan tidak layak lagi dikonsumsi sehingga diperlukan suatu bahan pengawet yang
dapat mempertahankan masa simpan tahu. Salah satu bahan pangan yang dapat
digunakan sebagai pengawet makanan alternatif dan alami yaitu bubuk bawang
putih atau bubuk lengkuas karena mengandung minyak atsiri dan senyawa fenolik
lainnya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bubuk
bawang putih, bubuk lengkuas selama perendaman terhadap mutu tahu.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
konsentrasi bubuk bawang putih atau bubuk lengkuas yang terdiri 5 taraf yaitu : 0%
(K0), 2% (K1), 4% (K2), 6%(K3), 8% (K4), sedangkan faktor kedua adalah lama
perendaman selama 0 (T0), 2 (T1), 4 (T2), 6 (T3) hari. Data yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam. Kesamaam ragam menggunakan uji Barlett,
kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan dianalisis dengan uji polinomial
ortogonal.
Hasil penelitan menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih, atau bubuk
lengkuas yang optimal untuk digunakan sebagai pengawet tahu adalah untuk
keduanya 6% dan 8% dengan masa simpan tahu 4 hari dengan sifat organoleptik
secara umum untuk keduanya warna agak putih, rasa tahu agak segar dan bau tahu
agak segar putih. Pada tahu dengan konsentrasi bubuk bawang putih 6% memiliki
total mikroba 7,6108 CFU/g, kadar abu 1,44%, pH 4,76, total koliform 5,0 x 1106
sel/g pada konsentrasi bubuk bawang putih 8% memiliki total mikroba 1,0108
CFU/g , total koliform 1,6106 sel/g, kadar abu 1,51%, pH 5,15. Pada konsentrasi
bubuk lengkuas 6% memiliki total mikroba 9,5107 CFU/g, total koliform 7,6 x 106
sel/g, kadar abu 1,6%, pH 4,76 sedangkan pada konsentrasi bubuk lengkuas 8%
memiliki total mikroba 1,710 7 CFU/g, total koliform 5,8 x 106 sel/g, kadar abu
2,25%, pH 5,15. Total koliform baik yang direndam dengan bubuk bawang putih
maupun bubuk lengkuas cukup tinggi karena sebelum diberi perlakuan pada tahu
sudah terdapat koliform tetapi penambahan bubuk bawang putih maupun bubuk
lengkuas dapat menghambat pertumbuhan koliform.
# UJI AKTIVITAS KITOSAN SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP
BAKTERI PATOGEN DAN PERUSAK MAKANAN DENGAN METODE
SUMUR
Oleh
Yudiantoro1, Samsul Rizal2, dan Fibra Nurainy2
ABSTRAK
Salah satu mikroba penyebab kerusakan makanan adalah bakteri. Bakteri merusak
makanan dengan cara menguraikan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
makanan menjadi lebih sederhana. Beberapa jenis makanan mengandung senyawasenyawa yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tumbuh dan memperbanyak sel.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kitosan sebagai antimikroba
terhadap bakteri patogen dan perusak makanan dengan metode sumur.
Perlakuan yang diterapkan pada bakteri uji adalah konsentrasi kitosan yang
ditambahkan. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1%. Konsentrasi kitosan
yang digunakan adalah 0%; 0,2%; 0,4%; 0,6%; dan 0,8% (w/v). Pengujian aktivitas
antibakteri kitosan menggunakan metode sumur (difusi agar).
terobosan spasial yang sangat penting dan memadai untuk dipakai oleh pengambil
keputusan.
Semakin pesatnya perkembangan teknologi mendorong peningkatan kemampuan
satelit-satelit penginderaan jauh dalam merekam fenomena atau objek-objek
pengamatan di muka bumi. Pemanfaatan satelit NOAA untuk memantau aktifitas
kebakaran lahan berdasarkan temperatur pada waktu yang sebenarnya, apabila
ditunjang oleh data-data spasial mengenai kondisi lahan serta data sumberdaya
penanganan yang akurat maka penanganan kebakaran lahan pada suatu wilayah
akan berlangsung secara cepat dan efektif. Pemantauan kondisi lahan seperti
penutupan lahan secara aktual, dapat diidentifikasi dengan menggunakan data citra
satelit landsat thematic mapper. Satelit landsat TM adalah satelit yang biasa
digunakan untuk pemantauan sumberdaya alam dan sering pula dijadikan sebagai
data dasar maupun data penunjang bagi penggunaan lain secara spesifik dalam
penerapan SIG.
Penelitian ini menerapkan penggunaan data citra landsat TM untuk pemetaan
penutupan lahan, yang kemudian digunakan sebagai data dasar untuk identifikasi
potensi kebakaran lahan di kawasan TNWK Provinsi Lampung. Dengan aplikasi SIG
pada panalitian ini, kawasan TNWK memiliki beberapa penutupan lahan yang
terindikasi memiliki intensitas kebakaran lahan yang cukup tinggi dibandingkan
penutupan lahan lainnya. Alang-alang, semak, tanah terbuka dan tegalan atau
ladang adalah penutupan lahan di TNWK yang memiliki intensitas kebakaran paling
tinggi.
# FORMULASI JAHE MERAH, KUNYIT, DAN TEMULAWAK PADA
PEMBUATAN HERBAL CELUP SEBAGAI MINUMAN SUMBER
ANTIOKSIDAN
Oleh
Helta Yolanda1, Samsu Udayana N2, dan A Sapta Zuidar2
ABSTRAK
diperoleh dengan cara mengasetilasi kitin. Kitosan dapat digunakan sebagai bahan
pengawet karena sifatnya yang dapat memperpanjang masa simpan produk pangan.
Dalam memperpanjang masa simpan produk pangan, kitosan bekerja sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas penggunaan kitosan pada
beberapa produk olahan ikan berupa pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas
Lampung terhadap mutu selama penyimpanan pada suhu kamar selama tiga hari.
Penelitian ini menggunakan kitosan konsentrasi 1,5% pada produk olahan ikan
berupa pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas Lampung. Pengamatan
dilakukan selama 3 hari yaitu pH, total bakteri, dan pengujian organoleptik meliputi
warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan dengan tiga ulangan. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebanyak 1,5% mampu
mempertahankan mutu pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas Lampung
selama dua hari serta mampu mempertahankan mutu otak-otak selama tiga hari.
# KAJIAN PROSES PEMBENTUKAN GAS METANA (CH4)
BERDASARKAN NILAI COD DAN NERACA MASSA KARBON PADA IPAL
INDUSTRI TAPIOKA DAN KELAPA SAWIT
Oleh
Umi Pristi Prayati1, Udin Hasanuddin2, dan Otik Nawansih2
ABSTRAK
Ubi kayu dan kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dalam
bidang agroindustri dan banyak dikembangkan oleh sebagian besar petani di
Provinsi Lampung. Air limbah tapioka memiliki nilai kebutuhan oksigen kimia
(COD) yang cukup tinggi yaitu sebesar 13.500-22.000 mg/l, sedangkan nilai COD
air limbah kelapa sawit sebesar 15.103-65.100 mg/l. Penanganan air limbah tapioka
dan kelapa sawit umumnya dengan menggunakan sistem kolam terbuka berupa
kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam aerob. Air limbah tapioka dan kelapa
sawit dapat berpotensi menghasilkan gas metana, karena air limbah tersebut masih
mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik tersebut biasanya
mengandung nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri metanogenik.
Adanya bakteri metanogenik di dalam kolam dapat menyebabkan terjadinya proses
metanogenesis yang dapat menghasilkan gas metana.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan dengan
pengambilan sampel berupa limbah cair tapioka yang berasal dari kolam anaerobik
3,4, dan kolam anaerobik 5 di IPAL PT Umas Jaya Agrotama Lampung Tengah dan
limbah cair dari kolam anaerobik dari IPAL PTPN VII Unit Usaha Bekri yang berasal
dari kolam anaerobik 1 dan 2. Selanjutnya akan dianalisis pengukuran T-COD baik
inlet maupun outlet, komposisi gas, volume gas metana, dan neraca massa karbon.
Data yang diperoleh dikonversikan dalam N liter. Hasil analisis data disajikan secara
deskriptif dalam bentuk grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pembentukan gas metana pada IPAL
PT Umas Jaya Agrotama terdapat pada kolam anaerobik ke-4 yaitu sebesar 54,431%,
sedangkan pada PTPN VII Unit Usaha Bekri, potensi pembentukan gas metana
terdapat pada kolam anaerobik ke-2 yaitu sebesar 61%. Berdasarkan neraca massa
karbon PTPN VII Unit Usaha Bekri karbon yang dapat dikonversikan menjadi
biogas terdapat pada kolam anaerobik sebesar 33% dimana (sebagai gas metana 9%
dan CO2 24%) dan yang mengendap sebesar 42%. Sedangkan pada PT Umas Jaya
Agrotama karbon yang dapat dikonversikan menjadi biogas terdapat pada kolam
anaerobik sebesar 25% dimana (sebagai gas metana 15% dan CO2 10%) dan yang
mengendap sebesar 35%.
# KARAKTERISTIK MUTU TEMPOYAK YANG DIKEMAS VAKUM
SECARA MANUAL SELAMA PENYIMPANAN
Oleh
I Wayan Pande Suyasa1, Neti Yuliana2, dan Muhammad Nur2
ABSTRAK
Tempoyak merupakan salah satu contoh diversifikasi produk durian yang memiliki
kandungan air tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan. Untuk
memperpanjang masa simpan tempoyak perlu dilakukan pengemasan yang baik,
misalnya dengan pengemasan vakum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik mutu tempoyak yang dikemas vakum secara manual selama
penyimpanan.
Penelitian dilakukan terhadap 2 jenis kondisi pengemasan tempoyak yaitu
pengemasan dengan pemvakuman (V1) dan pengemasan tanpa pemvakuman (V2)
yang disimpan selama 8 minggu. Pemvakuman kemasan dilakukan secara manual
dengan menggunakan pompa vakum (modifikasi dari mesin pompa air). Perlakuan
diulang sebanyak 3 (tiga) kali dengan pengamatan secara periodik terhadap periode
waktu penyimpanan yang dimulai pada minggu ke-0 (L0), minggu ke-2 (L1), minggu
ke-4 (L2), minggu ke-6 (L3), minggu ke-8 (L4). Data dihitung rata-rata dan standar
deviasinya kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan vakum secara manual
menghasilkan kondisi vakum yang hanya bertahan selama 2 minggu. Setelah
penyimpanan minggu ke 2 tempoyak yang diberi maupun tidak diberi perlakuan
vakum memiliki kondisi (tekanan) yang sama sehingga tanggapan yang dihasilkan
relatif sama terhadap variabel mutu yang diamati. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa lama penyimpanan menurunkan mutu tempoyak, semakin
lama penyimpanan mutu tempoyak semakin menurun.
# MEMPELAJARI KANDUNGAN FENOL DAN KAFEIN PADA
BEBERAPA GRADE KOPI BIJI JENIS ROBUSTA
Oleh
Bellin Anastasia
ABSTRAK
Mutu kopi biji Robusta di Indonesia tergolong masih rendah, karena sampai saat ini
kualitas kopi biji masih dipengaruhi oleh grade I, II, III, IV, V, VI, dan kopi asalan.
Sekitar 80 % produksi kopi biji Indonesia berasal dari perkebunan rakyat Masing-
masing grade kopi biji memiliki berbagai macam kriteria yang dapat menentukan
total nilai cacat biji kopi. Kriteria masing-masing yang menentukan nilai cacat akan
berpengaruh pada cita rasa, sehingga cita rasa tersebut kemungkinan dipengaruhi
oleh kadar kafein dan total fenol.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kandungan kafein dan total fenol
dari setiap grade mutu Kopi Robusta.
Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Perlakuan
terdiri atas perlakuan tunggal yaitu kopi biji dari grade III, IV, V, dan VI yang
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Kemudian data dianalisis dengan sidik ragam
untuk menduga galat dan uji signifikansi mengenai ada tidaknya perbedaan antar
perlakuan, dan diuji dengan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Pengamatan yang
dilakukan meliputi kafein, total fenol, kadar air, dan kadar abu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kafein dan kadar abu pada masing-masing
grade biji berbeda nyata pada taraf 5%, kadar kafein tertinggi terdapat pada grade
III sebesar 8,2% sedangkan pada kadar abu, kadar abu tertinggi terdapat pada grade
V sebesar 8,2%. Pada total fenol data kadar air menunjukkan bahwa masing-masing
grade biji kopi tidak berbeda nyata.
# PENGARUH KONSENTRASI KALIUM SORBAT DAN LAMA SIMPAN
TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGIS, DAN ORGANOLEPTIK
KRIM SANTAN KELAPA
Oleh
Lince Kristianti1, Otik Nawansih2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Krim santan kelapa merupakan produk hasil olahan dari santan kelapa yang diberi
bahan penstabil dan diproses dengan panas untuk mengurangi kadar airnya.
Namun, krim santan kelapa mudah mengalami kerusakan jika harus disimpan
dalam waktu yang relatif lama, karena itu perlu diupayakan produk krim santan
kelapa siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup lama. Untuk
Salah satu diversifikasi produk buah nanas adalah pembuatan selai nanas lembaran
yang merupakan hasil modifikasi selai semi padat yang semula hanya dikemas
dalam plastik atau botol kini dibentuk menjadi lembaran-lembaran yang kompak,
plastis, dan tidak lengket. Masalah yang terjadi dalam pembuatan selai nanas
lembaran adalah daya simpannya yang relatif pendek. Penambahan konsentrasi
natrium benzoat pada selai nanas lembaran digunakan untuk menghambat aktivitas
mikroba sehingga dapat memperpanjang masa simpan selai nanas lembaran. Untuk
mendapatkan daya simpan yang optimal tanpa merusak kualitas yang terkandung
pada selai nanas lembaran maka diperlukan penambahan konsentrasi natrium
benzoat yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi natrium
benzoat yang dapat menghasilkan selai nanas lembaran dengan sifat kimia,
mikrobiologi, dan organoleptik terbaik selama penyimpanan.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
konsentrasi natrium benzoat (K) terdiri dari empat taraf yaitu: 0% (K0), 0,03% (K1),
0,06% (K2), dan 0,09% (K3) (b/b), sedangkan faktor kedua adalah lama
penyimpanan (M) selama 0 minggu (M0), 2 minggu (M1), dan 4 minggu (M2). Data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Kesamaan ragam menggunakan uji
Bartlett, kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan analisis dilanjutkan
dengan uji polinomial ortogonal pada taraf 1% atau 5%.
Sampai dengan lama penyimpanan 4 minggu maka penambahan konsentrasi
natrium benzoat yang relatif terbaik adalah 0,09% dengan karakteristik pH 3,25,
total padatan terlarut 73,33%, kadar air 29,99%, total kapang 2,4102 CFU/g, warna
2,69 (kuning kecoklatan), rasa 2,67 (manis), aroma 2,75 (khas nanas), tekstur 2,91
(plastis) dan penerimaan keseluruhan 2,88 (suka).
# PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU SELAI NANAS
LEMBARAN
Oleh
Irene de Resti Widayani1, Tirza Hanum2, dan Dyah Koesoemawardani2
ABSTRAK
Nanas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan jenis buah-buahan yang memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi dan cukup lengkap. Selain dapat dikonsumsi
dalam keadaan segar, dapat juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan
minuman, seperti selai (jam), buah kaleng, sirup, dan makanan semi padat. Salah
satu cara pengolahan untuk meningkatkan masa simpan buah nanas adalah dengan
diversifikasi produk buah nanas seperti pembuatan selai nanas. Pembuatan selai
nanas lembaran merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan dalam
pengolahan produk. Masalah yang terjadi dalam pembuatan selai nanas lembaran
adalah tekstur yang lembek, sehingga diperlukan bahan pengikat agar memudahkan
pembentukan gel pada selai nanas lembaran. Rumput laut yang ditambahkan pada
selai nanas lembaran dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis Eucheuma
cottonii yang menghasilkan karagenan dan agar. Kedua jenis bahan tersebut biasa
digunakan sebagai bahan pengikat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
jenis dan konsentrasi bahan penjernih yang tepat sehingga menghasilkan sifat kimia
dan organoleptik sari buah asam jawa yang terbaik.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan, faktor pertama adalah
konsentrasi rumput laut (R) terdiri dari 4 taraf yaitu: 0,5% (R1), 1% (R2), 1,5% (R3),
dan 2% (R4) (b/b), sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan selama 0
(H1), 2 (H2), dan 4 (H3) minggu. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam.
Kesamaan ragam menggunakan uji Bartlett, kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey dan analisis dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal (Steel dan Torrie,
1995).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dengan konsentrasi
1,5% (R3) dan lama penyimpanan 4 minggu (H3) menghasilkan selai nanas
lembaran yang masih disukai panelis dengan kadar air 26,87%, total kapang 3,5102
koloni/g, total padatan terlarut 82,67%, dan organoleptik normal sesuai dengan SNI
selai.
# PENGARUH PENAMBAHAN SODIUM HEKSAMETAPHOSPAT
TERHADAP KARAKTERISTIK PEKTIN EKSTRAK CINCAU POHON
(Premna oblongifolia Merr)
Oleh
tempoyak murni, aroma dan rasa sambal tempoyak mentah serta aroma, warna, rasa
dan penerimaan keseluruhan sambal tempoyak matang.
- ## EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI MINYAK BIJI MENGKUDU
(Morinda citrofilia L.)
Oleh
Hira Mulyani
ABSTRAK
Mengkudu (Morinda citrofilia L.) merupakan tanamanobat dan hampir seluruh
bagian tanaman sapat dimanfaatkan, termasuk bijinya. Biji mengkudu diduga
mengandung sejumlah komponen asam lemak yang dapta dimanfaatkan untuk
bahan kosmetik, pembuatan lilin, message oil. Dalam penelitian ini penggunaan
ekstraksi pelarut organik, disebabkan kadar lemak biju mengkudu yang relative
rendah (6,64%).
Penelitian bertujuan untuk mengekstraksi minyak biji mengkudu dengan
menggunakan pelarut organic, mempelajari karakteristik sifat resiko kimia dan
mengidentifikasi komponen asam lemak mengkudu. Pelarut yang digunakan tiga
jenis yaitu n-heksana, kloroforn dan etanol (tiga kali ulangan). Ekstraksi dilakukan
pada suhu 80C selama 5 jam. Data dianalisis dengan RAL (Rancangan Acak
Lengkap) lalu dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil). Penentuan Pelarut
terbaik berdasarkan rendemen dan sifat fisiko kimia minyak yang dihasilkan dari
proteksi ekstraksi.
Minyak biji mengkudu yang diekstraksi dengan pelarut n-heksana menghasilkan
rendemen tertinggi 8,8%, bilangan iodium dan indeks bias besar, bilangan peroksida
minyak biji mengkudu hampir sama bilangan asam.. Hasil ansira ketiga perlakuan
memberikan perbedaan yang nyata terhadap rendemen, indeks bias, bilangan
iodium, bilangan asam dan ketiga perlakuan memberikan perbedaan yang tidak
nyata terhadap bilangan peroksida dan berat jenis.
Asam lemak esensial yang dominant terdiri dari asam linoleat, asam oleat, dan asam
linolenat. Dari hasil pengukuran rendemen, sifat fisiko kimia dan komponen asam
lemak minyak, diketahui pelarut n-heksana menghasilkan minyak dengan
karakteristik dengan terbaik.
- ## EVALUASI KINERJA BIOREAKTOR ANAEROBIK DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN
PERLAKUAN AKLIMATISASI INOKULUM
Oleh
Maryanti1, Udin Hasanudin2, dan Suharyono. A.S2
ABSTRAK
Tapioka merupakan salah satu industri utama di Provinsi Lampung. Industri
tapioka akan menimbulkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Pengolahan limbah cair industri tapioka umumnya menggunakan kolam anaerobik.
Penggunaan kolam anaerobik mempunyai kekurangan, diantaranya yaitu hasil
samping proses anaerobik yang berupa gas metana tidak dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi dan akan terlepas ke udara. Gas metana di atmosfer
merupakan bagian dari gas rumah kaca yang tergolong penting, karena
kemampuannya yang tinggi dalam menyerap gelombang infra merah jauh lebih
tinggi dari gas karbondioksida yaitu 21-25 kali. Meningkatnya kepekatan gas metana
di atmosfer berpotensi besar sebagai penyebab terjadinya pemanasan udara global.
Usaha mencegah terlepasnya gas metana dan karbondioksida ke udara sekaligus
mendapatkan valueble material perlu dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan
bioreaktor anaerobik dengan perlakuan aklimatisasi inokulum dalam pengolahan
limbah cair industri tapioka.
Tujuan penelitian ini yaitu mengevaluasi kinerja bioreaktor anaerobik dengan
perlakuan aklimatisasi inokulum dalam mengolah limbah cair industri tapioka.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menyajikan
hasil pengamatan dalam bentuk tabel atau grafik dan kemudian dianalisis secara
diskriptif. Dalam penelitian ini limbah cair industri tapioka difermentasi dalam 1
unit bioreaktor dengan kapasitas 50 L selama 80 hari dengan sumber inokulum
berasal dari lumpur kolam V IPAL industri tapioka yang telah diaklimatisasi selama
dengan menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik dan kemudian
dianalisis secara deskriptif. Laju pembebanan ditingkatkan secara bertahap dengan
tidak menyebabkan perubahan pH secara drastis dengan laju pembebanan
maksimal 2,5 liter per hari. Volume limbah dalam bioreaktor dipertahankan
sebanyak 50 liter. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah produksi gas,
kandungan metana, asam organik, total padatan terlarut, padatan terlarut volatil, TCOD, serta suhu dan nilai pH limbah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan pH relatif stabil dengan nilai suhu
28,6 34,9 dan nilai pH 5,86 7,52, persentase COD removal sebesar 84,42 %,
efisiensi proses sebesar 60,64 %, konsentrasi gas metana pada hari ke-48 sebesar
64,29 % dan pada hari ke-76 sebesar 41,73 %. Asam organik yang terdeteksi hanya
asam propionat dan asam asetat dengan nilai maksimum 1,23 mg/L pada hari ke-42
untuk asam propionat dan 1,37 mg/L pada hari ke-53 untuk asam asetat.
Kandungan suspended solis (SS) dan volatil suspended solid (VSS) cenderung
berfluktuasi sampai hari ke-21 dan relatif stabil sampai hari ke-79 dengan nilai SS
rata-rata sebesar 4380 mg/L dan nilai rata-rata VSS sebesar 1801,7 mg/L. Kondisi
stabil mulai hari ke-25 dengan nilai rata-rata SS sebesar 3947,2 mg/L dan nilai VSS
rata-rata sebesar 1463,9 mg/L. Perlakuan sonifikasi dapat meningkatkan
biodegradable bahan organik pada limbah tapi dapat menghilangkan bahan-bahan
organik volatil pada saat sonifikasi berlangsung dan aklimatisasi dapat
mengoptimalkan kerja bakteri untuk mendegrasi bahan organik pada limbah.
- ## EVALUASI KINERJA BIOREAKTOR ANAEROBIK DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA YANG
DISONIFIKASI
Oleh
Ramadhani Sari1, Udin Hasanudin2, dan Suharyono2
ABSTRAK
Industri tapioka merupakan salah satu industri yang banyak menimbulkan limbah
dalam proses pengolahannya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
pengolahan limbah cair adalah proses anaerobik, yang dapat menguraikan bahan
organik menjadi biogas. Didalam penelitian ini media pemicu timbulnya gas metana
adalah lumpur kolam anaerobik I IPAL industri tapioka PT Umas Jaya Agrotama.
Dan upaya untuk mengoptimalkan produksi gas metana maka penggunaan lumpur
kolam anaerobik I ini disertai dengan penggunaan limbah cair tapioka segar yang
telah disonifikasi.
Sonifikasi merupakan salah satu cara yang cepat dan mudah didalam membantu
proses pemecahan bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair (misalnya
pati, lemak, protein dan asam nukleat) menjadi bentuk molekul yang lebih
sederhana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja bioreaktor
anerobik dalam mengolah limbah cair industri tapioka yang disonifikasi. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi dengan menyajikan hasil
pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif.
Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan bioreaktor, pengisian tangki kendali suhu
konstan (suhu konstan pada 37o C), pengambilan lumpur kolam anaerobik I IPAL
industri tapioka (menggunakan sediment sampler), sonifikasi limbah cair, dan
pengambilan sampel harian. Penelitian ini menggunakan bioreaktor anaerobik
dengan kapasitas 50 L selama 80 hari. Pengamatan dilakukan pada volume gasbio,
konsentrasi gas metana, konsentrasi asam organik, total padatan tersuspensi,
padatan tersuspensi volatil, nilai T-COD, suhu dan nilai pH harian limbah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja bioreaktor anaerobik dalam mengolah
limbah cair industri tapioka yang disonifikasi dalam memproduksi gas metana
memiliki efisiensi proses sebesar 70,84%, dengan nilai COD removal sebesar 33,2
gCOD/hari. Kondisi nilai pH dan suhu pada hari ke-1 hingga ke-80 cenderung stabil.
Volume gasbio, T-COD, nilai SS dan VSS pada hari ke-1 hingga ke-36 dalam kondisi
tidak stabil, sedangkan pada hari ke-37 hingga hari ke-80 berlangsung stabil.
Konsentrasi asam organik selama 80 hari berlangsung tidak stabil, hal ini didukung
pula dengan produksi gas metana yang menurun.
- ## EVALUASI KUALITAS 2 VARIETAS JAGUNG LOKAL (BISI 2 DAN
LAMURU) DAN JAGUNG QPM (SRIKANDI PUTIH) MELALUI
PENENTUAN PROTEN DIGESTIBILITY CORRECTED AMINO ACID
SCORE (PDCAAS)
Oleh
Oleh
Yessy Kurniati1, Neti Yuliana2, dan Dyah Koesoema Wardani2
ABSTRAK
Salah satu produk fermentasi ikan secara tradisional adalah rusip yaitu salah satu
makanan khas di Provinsi Bangka-Belitung. Untuk melakukan pengembangan pada
produk fermentasi ikan (rusip) diperlukan data tentang jenis bakteri asam laktat
yang berperan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
bakteri asam laktat pada fermentasi ikan (rusip).
Penelitian dilakukan terhadap fermentasi ikan (rusip) yang dibuat di Laboratorium.
Tahap- tahap yang dilakukan adalah: Uji pendahuluan (pH dan total asam selama
selama 20 hari fermentasi). Isolasi bakteri asam laktat dilakukan pada hari 0 (H0),
hari ke 3 (H3), hari ke5 (H5), hari ke10 (H10), dan hari ke 15 (H15). Identifikasi awal
(pewarnaan Gram, uji katalase, pengujian terhadap spora), kemudian dilanjutkan uji
biokimia (produksi CO2 dari glukosa, produksi amonia dari arginin, produksi
dekstran dari sukrosa, pertumbuhan pada suhu 100C 2.
Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa perubahan total asam dan pH selama
20 hari fermentasi, terjadi pada hari fermentasi ketiga, kelima, kesepeluh dan
kelima belas. Hasil isolasi bakteri asam laktat dari fermentasi ikan (Rusip) yang
difermentasi selama 15 hari, dihasilkan 29 isolat dengan ciri-ciri coccus, Gram
positif (+), katalase negatif (-), dan spora negatif (-). Hasil identifikasi terhadap 29
isolat bakteri asam laktat tersebut terdiri dari 10 isolat Leuconostoc, 12 isolat
Streptococcus, 7 isolat Lactococcus, sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri asam
laktat yang berperan selama fermentasi ikan (rusip) adalah Leuconostoc,
Streptococcus, dan Lactococcus. Genus Streptococcus lebih ditemukan pada awal
fermentasi, sedangkan Lactococcus berperan pada pertengahan fermentasi, pada
akhir fermentasi bakteri asam laktat yang berperan adalah Leuconostoc.
- ## KAJIAN POTENSI PROBIOTIK MINUMAN LAKTAT SARI KULIT
NENAS YANG DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus acidophilus
SECARA in vivo
Oleh
Mujiati1, Samsul Rizal2, dan Samsu Udayana Nurdin2
ABSTRAK
Minuman fermentasi laktat dari sari kulit nenas diketahui mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, namun produk belum dibuktikan secara ilmiah
mampu mengendalikan bakteri penyebab penyakit dalam saluran pencernaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi probiotik minuman
laktat sari kulit nenas yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus
menggunakan tikus percobaan dengan menguji pengaruh produk terhadap
mikroflora usus besar tikus percobaan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pemberian minuman laktat
sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus acidophilus terhadap mikroflora
usus besar tikus percobaan dan mengetahui potensi minuman tersebut sebagai
minuman probiotik.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap dengan 6 ulangan. Disediakan 3 kelompok tikus yang masingmasing terdiri dari 6 ekor tikus (setiap ekor mewakili sebagai ulangan). Ketiga
kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan pemberian air
minum biasa, minuman fermentasi laktat sari kulit nenas dan sari kulit nenas tanpa
fermentasi. Data hasil pengamatan diuji kesamaan ragamnya dengan uji Barlett dan
kemenambahannya dengan uji Tuckey. Data diolah dengan sidik ragam untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dan diolah lanjut dengan Uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan minuman laktat sari kulit nenas
yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus menghasilkan total bakteri asam
laktat digesta tertinggi yaitu sebesar 1,61012 koloni/gram dan total koliform
terendah sebesar 3,71011 koloni/gram dibandingkan perlakuan minuman sari kulit
nenas tanpa fermentasi dan air biasa sebagai kontrol. Minuman laktat sari kulit
nenas yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus efektif dalam meningkatkan
total bakteri asam laktat dan menurunkan total koliform secara nyata di dalam usus
besar tikus percobaan. Minuman laktat sari kulit nenas yang difermentasi oleh
Lactobacillus acidophilus terbukti berperan dalam menekan pertumbuhan bakteri
patogen usus besar tikus percobaan dengan menurunkan total koliform secara in
vivo sehingga dapat dikembangkan sebagai minuman probiotik.
- ## KAJIAN POTENSI PROBIOTIK MINUMAN LAKTAT SARI KULIT
NENAS YANG DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus casei
Oleh
Ersi Oktarini1, Samsu Udayana Nurdin2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Studi perencanaan aktivitas antimikroba bakteri asam laktat pada produk
fermentasi laktat kulit nenas dalam menekan bakteri penyebab penyakit telah
banyak dilakukan, tetapi produk yang dihasilkan belum terbukti secara ilmiah
mampu mengendalikan bakteri penyebab penyakit yang terdapat di dalam slauran
pencernaan melalui mekanismenya sebagai minuman probiotik. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi probiotik minuman fermentasi
laktat sari kkulit nenas melalui hewan percobaan dengan menguji pengaruh produk
terhadap keseimbangan mikroflora usus besar tikus percobaan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pemberian minuman laktat
sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus casei subsp Rhamnosus terhadap
mikroflora usus besar tikus percobaab dan mengetahui potensi minuman fermentasi
laktat tersebut sebagai minuman prebiotik.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap dengan 6 ulangan. Disediakan 3 kelompok tikus yang masingmasing terdiri dari 6 ekor tikus (setiap ekor mewakili sebagai ulangan). Ketiga
kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda. Satu kelompok yaitu perlakuan
pemberian air minum biasa, satu kelompok perlakuan pemberian minuman
fermentasi laktat sari kulit nenas dan satu lagi perlakuan pemberian sari kulit nenas
tanpa fermentasi. Data hasil pengamatan diuji kesamaan ragamnya dengan uji
Barlett dan kemenambahannya dengan uji Tuckey. Data diolah dengan sidik ragam
untuk mengetahui ada tidakya perbedaan perlakuan dan diolah lanjut dengan Uji
Beda Terkecil (BNT) pada taraf nyata 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minuman laktat sari kulit nenas
yang difermentasi Lactobacillus casei menghasilkan nilai total bakteri asam laktat
digesta yang lebih tinggi namun menghasilkan nilai total koliform digesta yang lebih
rendah daripada pemberian minuman tanpa fermentasi dari air biasa sebagai
control pada tikus percobaaab (Sprague dawley) dengan jumlah bakteri asam laktat
digesta sebesar 1,55 x 1012 koloni/gram fan jumlah koliform digesta sebesar 3,70 x
1011 koloni/gram. Miuma laktat sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus
casei cenderung memiliki potensi prebiotik karena kemampuannya dalam menekan
pertumbuhan bakteri pantogen di usus besar tikus percobaan.
- ## KARAKTERISASI RUSIP DARI PULAU BANGKA
Oleh
Achmad Madani1, Dyah Koesoemawardani2, dan Susilawati2
ABSTRAK
Rusip merupakan produk fermentasi ikan tradisional dari daerah Bangka Propinsi
Bangka Belitung berupa awetan ikan yang berukuran kecil terutama ikan teri dengan
penambahan garam dan gula aren. Produk fermentasi ikan umumnya sangat disukai
oleh masyarakat karena produk akhirnya mempunyai ciri-ciri khusus saperti bau
(odour), rasa (flavour), bentuk (appearance), dan tekstur yang khas serta memiliki
daya cerna yang relatif lebih tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi rusip dari Pulau Bangka
terutama sifat kimia, mikrobiologi dan sifat sensorinya. Hipotesis yang diajukan
yaitu produk rusip yang berasal dari Bangka memiliki karakteristik yang spesifik
yang berbeda dari produk fermentasi lainnya
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey pada beberapa pasar yang ada
disekitar Kabupaten Bangka Induk Provinsi Bangka Belitung. Sampel diambil dari
pasar atau toko menggunakan teknik purpose. Dari 68 produsen rusip yang ada di
Bangka Induk diambil sampel sebanyak 12 produk rusip dari asal pengrajin yang
berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, pH, lemak, total
protein, total volatile nitrogen (TVN), trimetilamin (TMA), total mikroba, total
kapang, total bakteri asam laktat dan sensori dari rusip bangka dapat disebabkan
bahan baku dan cara pembuatan yang berbeda dari setiap pengrajin rusip. Sifat
kima dan mikrobiologi dari rusip Bangka adalah kadar air 62,19 83,74%, pH 5,01
6,10, kadar garam 17 30%, lemak 1,82 3,06%, total protein 10,52 14,45%,
total volatile nitrogen (TVN) 1,65 2384,54 mg N/100g, trimetilamin (TMA) 11,55
94,58 mg N/100g, total mikroba adalah 8,23 13,45 log CFU/g, total kapang 1,70
6,49 log CFU/g, dan total bakteri asam laktat 7,62 10,23 log CFU/g. Sementara itu,
hasil sensori rusip Bangka adalah kental, bentuk ikan masih terlihat, berwarna
coklat sampai abu-abu, beraroma amis, busuk dan beraroma terasi, dengan rasa asin
dan asam
- ## LAJU RESPIRASI CABAI MERAH (Capsicum annum L) DALAM
PENYIMPANAN ATMOSFER PASIF DENGAN PLASTIK POLIETILEN
Oleh
Muaddin1, Rofandi Hartanto2, dan Sapto Kuncoro2
ABSTRAK
Cabai merah merupakan komoditas holtikultura yang banyak diusahakan di
Propinsi Lampung dalam berbagai skala usaha. Permintaan akan cabai merah terus
meningkat sejalan pertambahan jumlah penduduk dan pengembangan diversifikasi
olahan dari cabai merah, sehingga masyarakat tidak hanya dapat mengkonsumsi
cabai dalam bentuk segar, tetapi dapat dalam bentuk yang sudah diawetkan. Cabai
bersifat mudah rusak (perishable), karena buah cabai yang dipanen mengalami
perubahan-perubahan fisiologi, kimia dan biokimia yang disebabkan oleh aktivitas
metabolisme. Proses metabolic yang terpenting pascapanen adalah respirasi yang
meliputi perombakan subtract organic (Apandi, 1984). Laju respirasi merupakan
indicator laju metabolisme jaringan dan digunakan sebagai petunjuk mengenai
potensi daya simpan (storage file) buah-buahan dan sayur-sayuran (Wills et al.,
1981).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya laju respirasi cabai merah
dalam penyimpanan atmosfer pasif dengan plastic polietilen densitas rendah
(LPDE) dengan ketebalan 3o m. Pengukuran respirasi didasarkan pada akumulasi
produksi CO2 yang tertahan pada kemasan film. Penelitian menggunakan
rancangan factorial dengan 2 faktor yaitu factor jumlah Perforasi pada kemasan
plastic dan factor suhu. Faktor perforasi dengan 4 taraf yaitu : tanpa perforasi (F0),
Perforasi 2 (F2), perforasi 4 (F4) dan Perforasi 6 (F6) dan factor suhu yaitu suhu
ruang (28C) dan suhu rendah (18-20C) dengan 3 kali pengulangan. Parameter
yang diamati yaitu : laju respirasi, bobot buah dan umur simpan.
Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi cabi merah semakin menurun dan
menunjukkan pola yang teratur. Laju respirasi pada suhu ruang dan suhu rendah
menunjukkan hubungan persamaan Y = AX-kl. Faktor perforasi pada permukaan
kemasan dengan berbagai taraf menunjukkan pengaryh yang signifikan terhadap
akumulasi produksi CO2 yang diindikasikan dengan nilai konstanta laju reaksi
menyeluruh (kL) yang semakin besar pada taraf perforasi yang lebih besar. Bobot
buah selama penelitian mengalami penurunan bobot secara terus menerus yang
disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi buah cabai merah. Cabai dalam
kemasan plastic yang disimpan pada suhu ruang meliputi umur simpan rata-rata 7
hari, sedangkan yang disimpan pada suhu dingin mempunyai umur simpan yang
bervariasi 7-9 hari.
- ## PENGARUH JENIS TEMPE DAN BAHAN PENGIKAT TERHADAP
SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PRODUK NUGGET TEMPE
Oleh
Reni Oktorina1, Suharyono AS.2, dan Susilawati2
ABSTRAK
Nugget adalah produk olahan daging giling yang diberi bumbu-bumbu dan
dicampur bahan pengikat kemudian dicetak menjadi suatu bentuk tertentu yang
selanjutnya dilumuri tepung roti, digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpanan dan pembentukan tekstur.
Saat ini, nugget di pasaran menggunakan bahan baku daging atau ikan yang
harganya relatif mahal. Oleh karena itu, digunakan tempe sebagai alternatif
pengganti daging atau ikan. Tempe yang digunakan adalah tempe kedelai dan tempe
benguk. Dalam penelitian ini digunakan empat jenis tepung sebagai bahan pengikat
yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu, dan tepung maizena. Penelitian ini
bertujuan memperoleh jenis tempe dan jenis bahan pengikat yang dapat
menghasilkan nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik. Hipotesis
yang diajukan adalah (1) Terdapat jenis tempe yang menghasilkan nugget tempe
dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik (2) Terdapat jenis bahan pengikat yang
menghasilkan nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik (3)
Terdapat interaksi antara jenis tempe dan jenis bahan pengikat yang menghasilkan
nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik.
Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis tempe (T) terdiri dari dua
taraf yaitu tempe kedelai (T1) dan tempe benguk (T2). Faktor kedua adalah jenis
bahan pengikat (P) terdiri dari empat taraf yaitu tepung tapioka (P1), tepung terigu
(P2), tepung sagu (P3), dan tepung maizena (P4). Kesamaan ragam diuji dengan uji
Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan
analisis sidik ragam dan uji signifikasi. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut
dengan perbandingan orthogonal pada taraf 5% dan 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jenis tempe kedelai menghasilkan nugget
tempe dengan komposisi kimia dan organoleptik terbaik. Jenis bahan pengikat
tepung maizena menghasilkan nugget tempe dengan komposisi kimia dan
organoleptik terbaik. Terdapat interaksi antara jenis tempe kedelai dan tepung
maizena terhadap kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar lemak, yang
menghasilkan nugget dengan komposisi kimia dan organoleptik terbaik dengan
kadar air 52,91 %, kadar protein 16,53 %, kadar karbohidrat 6,56 %, kadar lemak
19,7 %, skor warna 3,27 (kuning kecoklatan), aroma 2,47 (khas tempe), rasa 3,04
(khas tempe), tekstur 2,75 (kompak), dan penerimaan keseluruhan 3,17 (suka).
- ## PENGARUH KONSENTRASI SUSU SKIM DAN GLUKOSA PADA
PROSES PEMBUATAN MINUMAN LAKTAT DARI KULIT NANAS YANG
DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus acidhopillus
Oleh
Joko Arif Prasetyo1, Marniza 2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Penggunaan bahan baku susu pada pembuatan minuman laktat dianggap cukup
mahal oleh sebagian masarakat sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti
susu. Kulit nenas yang mencapai 23 % dari jumlah bagian yang dapat dimakan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan minuman laktat. Pemanfaatan kulit
nanas ini dapat meningkatkan nilai ekonomisnya juga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan yang disebabkan olehnya. Untuk memberikan kondisi yang
optimum bagi pertumbuhan bakteri asam laktat, maka perlu ditambahkan susu
skim dan glukosa untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nenas
dengan karakteristik terbaik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glukosa dan
skim yang menghasilkan minuman fermentasi laktat dari sari kulit nanas terbaik
yang difermentasi dengan Lactobacillus acidophilus. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah (1) terdapat konsentrasi susu skim yang tepat untuk
menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik, (2) terdapat
konsentrasi glukosa yang tepat untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari
kulit nanas terbaik, (3) terdapat interaksi antara penambahan susu skim dan
glukosa untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik.
Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan menggunakan dua faktor,
yaitu faktor pertama adalah konsentrasi glukosa (G) yang terdiri dari empat taraf
yaitu 0%, 2%, 4%, dan 6%, sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi susu bubuk
skim (S) yang terdiri dari empat taraf yaitu 0%, 4%, 8%, dan 12%. Kesamaan ragam
data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Data
hasil pengamatan minuman laktat dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji
polinomial ortogonal pada taraf nyata 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penambahan glukosa 2% dan susu skim
4% menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik, dengan
konsentrasi asam laktat 1,26% dengan pH 3,96, total BAL 2,87 x 1010 koloni/ml,
rasa dengan skor 3,14 (agak suka), aroma dengan skor 3,33 (agak suka), warna
dengan skor 3,51 (suka), penampakan dengan skor 3,45 (agak suka), dan
penerimaan keseluruhan sengan skor 3,36 (agak suka).
- ## PENGARUH PENAMBAHAN KULTUR CAIR BAKTERI ASAM
LAKTAT PADA RUSIP
Oleh
Eka Nurulita1, Susilawati2, dan Neti Yuliana2
ABSTRAK
Produk fermentasi hasil perikanan mempunyai beberapa kekurangan yaitu mutu
yang tidak stabil, tidak seragam bahkan terkadang mutunya sangat rendah dan
membahayakan konsumen. Hal ini, karena pada pengolahan ikan tradisional
umumnya proses fermentasi berlangsung secara spontan tanpa penambahan strater
bakteri yang dikehendaki.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik rusip yang
ditambahkan kultur cair bakteri asam laktat dan dibandingkan dengan rusip yang
dihasilkan tanpa penambahan kultur (fermentasi spontan). Penelitian ini dilakukan
dalam beberapa tahapan yaitu : (1) pembuatan kultur cair, (2) pembuatan rusip, dan
(3) aplikasi kultur cair pada produk fermentasi rusip yang dibandingkan dengan
produk fermentasi rusip tanpa penambahan kultur cair (fermentasi spontan).
Perlakuan pada tahap tiga diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan klasifikasi satu arah menggunakan suji t pada taraf alpha 5%.
Fermentasi dengan penambahan kultur cair menghasilkan pH, total volatil nitrogen,
total mikroba aerobik, total kapang lebih rendah dibandingkan dengan fermentasi
secara spontan. Sedangkan total asam dan total bakteri asam laktat yang dihasilkan
dengan penambahan kultur cair lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi
spontan. Akan tetapi, kadar air dan kadar garam tidak dipengaruhi oleh
penambahan kultur cair. Karakteristik rusip dengan penambahan kultur cair pada
hari keenam belas adalah sebagai berikut : kadar air 65,17%, pH 5,38, total asam
laktat 25,50%, total volatil nitrogen (TVN) 67,31 mg N/100g, total mikroba aerobik
5,60 log cfu/g, total bakteri asam laktat 12,41 log cfu/g, total kapang 4,08 log cfu/g,
kadar garam 25%. Sedangkan karakteristik rusip secara spontan pada hari keenam
belas adalah sebagai berikut : kadar air 50,6%, pH 6,01, total asam laktat 20,33%,
total volatil nitrogen (TVN) 76,41 mg N/100g, total mikroba 8,34 log cfu/g, total
bakteri asam laktat 10,46 log cfu/ g, total kapang 5,76 log cfu/g, kadar garam 25%.
KANDUNGAN GIZI DARI LIDAH BUAYA YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN VACUUM-PRESSURE
PERUBAHAN KANDUNGAN LOGAM BERAT YANG TERDAPAT PADA KERANG ANADARA GRANOSA
MELAUI PROSES PEMASAKAN (PEREBUSAN) PADA VARIASI PERLAKUAN PENCUCIAN DAN
PERENCAMAN
TA / BUDIDAYA TANAMAN SELADA DAUN (Lactuca sativa) DI KELOMPOK TANI MANUNGGAL SAMBI,
PAKEMBINANGUN, PAKEM SLEMAN, YOGYAKARTA, 09
TA / PERBANYAKAN TANAMAN JERUK KEPROK (Citrus Nabilus Lour) DENGAN TEKNIK OKULASI, 09
KOMPARASI PERFORMAN SAPI SIMMENTAL DAN PO JANTAN DENGAN PEMBERIAN Urea Molasses
Block (UMB) SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN 09
TA / BUDIDAYA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) DI KELOMPOK TANI MANUNGGAL
SAMBI, PAKEMBINANGUN, PAKEM SLEMAN, YOGYAKARTA, 09
TA / BUDIDAYA BUNGA POTONG KRISAN ( Chrysanthemum sp.) DI KELOMPOK TANI UDI MAKMUR
WONOKERSO, HARGOBINANGUN, PAKEM, SLEMAN, 09
FORTIFIKASI B-KAROTEN PADA PEMBUATAN MIE BASAH DAN MIE KERING DENGAN TEPUNG
WORTEL, 09
PENGARUH ABU SABUT KELAPA SAWIT DAN PUPUK NPK TERHADAP KEMATANGAN GAMBUT DAN
KETERSEDIAAN KALIUM SERTA HASIL KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI TANAH HISTOSOL
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MUSIRAWAS CITRAHARPINDO KALIMANTAN TENGAH
KOMPARASI NILAI CERNA RANSUM DENGAN PEMBERIAN Urea Molasses Block (UMB) SEBAGAI
PAKAN SUPLEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DAN PO JANTAN 09
PERSEPSI PETANI TERHADAP JENIS PEKERJAAN YANG AKAN DIPILIH, PASCA ALIH FUNGSI LAHAN
(KASUS DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR)
EVALUASI PETANI TERHADAP PROGRAM SIARAN PEDESAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI)
SEBAGAI SUMBER INFORMASI PERTANIAN DI KOTA SURAKARTA
TA / DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA Jl.Raya Solo Sragen km16 Masaran, Sragen, JawaTengah
QUALITY CONTROL PROSES PRODUKSI MI KERING 09
TA-PROSES PRODUKSI KASUZUKE(magang di agrindo boga santika Klaten dan PT.Karoma bumi wasesa
Boyolali), 09
ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG PADA
PASAR SWALAYAN DI KOTA SURAKARTA,09
TA-QUALITY CONTROL PROSES PRODUKSI DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD Tbk SRAGENINDONESIA, 09
TA-MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH CV. MAWAR
MEKAR FARM KABUPATEN KARANGANYAR 09
TA-BUDIDAYA TANAMAN BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA
(KBH) TAWANGMANGU 09
TA-TEKHNIK PENGAPLIKASIAN MEDIA TANAM YANG TEPAT UNTUK TANAMAN ANGGREK CATTLEYA
DI PEMBUDIDAYAAN ANGGREK WIDOROKANDANG YOGYAKARTA, 09
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP
JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT, 09
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PENDIDIKAN FORMAL IBU RUMAH TANGGA DENGAN
PEMBERIAN PANGAN BALITA DI WILAYAH BINAAN PUSKESMAS SANGKRAH KECAMATAN PASAR
KLIWON KOTA SURAKARTA, 09
KAJIAN MACAM SPESIES URET DAN MUSUH ALAMINYA PADA TANAMAN STROBERI DI DESA
KALISORO TAWANGMANGU KARANGANYAR, 09
TA-PROSES PRODUKSI ROTI LAPIS LEGIT GULUNG (di perusahaan roti milano Jl. Ahmad Yani 1 No 1
Kerten, Surakarta) 09
TA-PROSES PRODUKSI SIRUP MALTOSA DAN FRUKTOSA (di PT. Tainesia Jaya) 09
TA-MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK LAKTASI DI PETERNAKAN SAPI PERAH CV. MAWAR MEKAR
FARM KABUPATEN KARANGANYAR, 09
TA-DI PT TAINESIA JAYA DESA SONOHARJO KAB. WONOGIRI (PROSES PRODUKSI SIRUP MALTOSA
DAN FRUKTOSA) 09
TOKSISITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria papuana Warb.) TERHADAP ULAT KROP
KUBIS Croccidolomia binotalis Zell. PADA TANAMAN CAISIN, 09
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK MAHKOTA DEWA (Phaleria papuena Warb.) TERHADAP MORTALITAS ULAT
DAUN KUBIS (Plutella xylostella L.) PADA TANAMAN CAISIN, 09
TA-MANAJEMEN
PEMASARAN
SAPI
POTONG
DI
CV.
PLESUNGAN
RAYA
KABUPATEN
KARANGANYAR, 09
TA-BUDIDAYA DAN PENYULINGAN TANAMAN NILAM ACEH (POGOSTEMON CABLIN BENTH) DI DENI
NURSERY AND GARDENING, 09
ANALISIS USAHA PEMBUATAN KECAP KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP LELE DI KABUPATEN
PATI, 09
TA-BUDIDAYA TANAMAN SAWI (BRASSICA JUNCEA L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA (KBH)
TAWANGMANGU, 09
TA-BUDIDAYA TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleraceae var botrytis L.) DI KEBUN BENIH
HORTIKULTURA (KBH) TAWANGMANGU, 09
BUDIDAYA JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus (L.) Fries) DI BALAI PENGEMBANGAN DAN PROMOSI
TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA (BP2TPH) NGIPIKSARI SLEMAN, YOGYAKARTA, 09
KLASIFIKASI
KOMODITI
TANAMAN
BAHAN
MAKANAN
DALAM
KERANGKA PERENCANAAN
TA-QUALITY CONTROL KACANG ATOM (DI PT. DUA KELINCI PATI JAWA TENGAH), 09
ANALISIS USAHATANI PADI MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN BERBASIS LOKAL DITINJAU DARI
PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI (Kasus pada Kelompok Tani Marsudimulyo di Kabupaten Boyolali), 09
PENGARUH UKURAN DAN LAMA PERENDAMAN POLONG PANILI (Vanilla planifolia) KERING DALAM
ETHANOL TERHADAP KUALITAS OLEORESIN PANILI, 09
TA-BUDI DAYA TANAMAN WORTEL (DAUCUS CAROTA L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA (KBH)
TAWANGMANGU, 09
ANALISIS USAHA INDUSTRI BENANG SUTERA DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM (PSA) REGALOH
KABUPATEN PATI, 09
APLIKASI ASAP CAIR REDESTILASI PADA KARAKTERISASI KAMABOKO IKAN TONGKOL (Euthynus
affinis) DITINJAU DARI TINGKAT KEAWETAN DAN KESUKAAN KONSUMEN, 09
POTENSI HASIL DAN KORELASI FENOTIP BEBERAPA GALUR PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) DI DESA
KETAON, BANYUDONO, BOYOLALI, 09
TA-MAGANG DI PERUSAHAAN ASINAN TIMUN JEPANG AGRINDO BOGA SANTIKA KLATEN JAWA
TENGAH ( PROSES PRODUKSI ), 09
ANALISIS KINERJA KEUANGAN KUD SARONO MINO DI KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI, 04
PENGARUH EKSTRAK KENCUR DAN LAMA SIMPAN TERHADAP CENDAWAN TERBAWA BENIH DAN
VIABILITAS BENIH JERUH (Citrus sp.), 05
PENGARUH PENAMBAHAN ENZYM DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ITIK LOKAL JANTAN,
05
TA-DI PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk SEMARANG JAWA TENGAH (PENGENDALIAN MUTU MIE
INSTAN), 09
KARAKTERISTIK BISKUIT PREBIOTIK BERSERAT TINGGI DARI TEPUNG KOMPOSIT UBI KAYU DAN
UBI JALAR YANG DIPERKAYA KRIM YOGHURT BERPROBIOTIK, 09
TA-PROSES PRODUKSI KACANG TELUR (KACANG ATOM, KACANG BANDUNG DAN PANG-PANG) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH, 05
TA-PROSES PRODUKSI PANG-PANG (KACANG ATOM, KACANG BANDUNG DAN KACANG TELUR) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH, 05
TA-MANAJEMEN PAKAN PADA PERUSAHAAN PETERNAKAN SAPI POTONG CV. SUMBER BAJA
PERKASA KABUPATEN KLATEN, 09
TA-PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI UPTD ANEKA USAHA TERNAK DINAS PETERNAKAN DAN
PERIKANAN KABUPATEN SRAGEN, 09
TA-PROSES PRODUKSI KACANG BANDUNG (KACANG ATOM, KACANG TELOR DAN PANG-PANG) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN, 05
KARAKTERISTIK TANAH
PERSEPSI PETANI TERHADAP JENIS PEKERJAAN YANG AKAN DIPILIH, PASCA ALIH FUNGSI LAHAN
(KASUS DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR)
UJI PATOGENISITAS IRIDOVIRUS PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus bleekeri Vaillant) DAN
DETEKSI DENGAN METODE HISTOPATOLOGI DAN POLYMERASE CHAIN REACTIION (PCR)
PROFIL KANDUNGAN DAIDZEIN DAN GENISTEIN PADA TEMPE GEMBUS SELAMA PROSES
FERMENTASI
PETANI DAN POLITIK DI JAWA TIMUR : GERAKAN POLITIK PETANI DI DESA SAMBIREJO KECAMATAN
MANTINGAN KABUPATEN NGAWI, 1963-1965
PENGGUNAAN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI TEMPOYAK PADA FERMENTASI SARI BUAH NANAS
DENGAN PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SUMBER NITROGEN YANG BERBEDA, 06
PROSES PEMBUATAN SUSU BUBUK FORMULA DI PT. SARI HUSADA UNIT II KEMUDO KLATEN
UJI POTENSI PERTUMBUHAN DAN HASIL DARI BEBERAPA GALUR FL TANAMAN WIJEN (Sesamum
indicum L) SECARA MONOKULTUR DI JUMANTONO, 04
EVALUASI BAHAN MINUMAN KARBONASI (AIR, GULA, KONSENTRAT dan CO2) PT. COCACOLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA, 07
PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MACAM BAHAN ORGANIK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.),05
STUDI KERAGAMAN MORFOLOGI BEBERAPA GALUR PADI RAWA (ORYZA SATIVA L.)
PENGARUH KRISIS MALAISE TERHADAP PABRIK GULA DI KABUPATEN KLATEN SAMPAI TAHUN
1942
TA-BUDIDAYA
SIRIH
MERAH
(PIPER
CROCATUM)
DI
BALAI
BESAR
PENELITIAN
DAN
TA-BUDIDAYA MENTIMUN
DI
OISCA TRAINING
CENTRE
KARANGPANDAN
KARANGANYAR
SURAKARTA, 06
EVALUASI PETANI TERHADAP PROGRAM SIARAN PEDESAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI)
SEBAGAI SUMBER INFORMASI PERTANIAN DI KOTA SURAKARTA
TA-PROSES
PRODUKSI
ROTI
DI
UNIT
USAHA PENGOLAHAN
HASIL PERTANIAN
PUSAT
PEMBENIHAN MELON (CUCUMIS MELO L.) DI CV. MULTI GLOBAL AGRINDO KARANGPANDAN
TA-PROSES PRODUKSI BISKUIT DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD TBK UNIT IV, 07 SRAGEN
JAWA TENGAH
PENGARUH
RANSUM TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK KELINCI KETURUNAN FLEMISH GIANT JANTAN
ANALISA EKONOMI PENGARUH PENAMBAHAN IMBUHAN PAKAN (BIO MOS) KEDALAM SEMAK
BUNGA PUTIH (CHROMOLAENA ODORATA) TERHADAP BROILER, 10
ANALISA HARGA PEMBELIAN TBS KELAPA SAWIT PRODUKSI PETANI RAKYAT (STUDI KASUS :
KABUPATEN LABUHAN BATU), 10
ANALISIS KANDUNGAN KIMIA SLUDGE DARI INDUSTRI PULP PT TOBA PULP LESTARI TBk, 10
ANALISIS KERUGIAN DAN PEMETAAN SEBARAN SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN SMP
SWASTA DI KOTA MEDAN, 10
ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP BUAH JERUK LOKAL DAN IMPOR (Studi Kasus : Kota
Medan), 10
ANALISIS SPASIAL HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN SUHU UDARA DI KOTA MEDAN, 09
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT DESA PESISIR DI KAB DELI
SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI, 10
EFISIENSI EKONOMIS USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR DI KEC PANTAI LABU,
KAB DELI SERDANG, 10
EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH PULAU GAMBAR KAB
DELI SERDANG, 09
EMISI CO2 NISBAH CN DAN TEMPERATUR PADA PENGOMPOSAN ECENG GONDOK (Eichhornia
crassipes) DENGAN MENGGUNAKAN TRICHODERMA HARZIANUM DAN EISENIA FETIDA, 10
EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2, 10
EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA
EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL, 09
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr) DAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guinensis Jacq.) DI BAHBALUA, BANGUN PURBA, DELI SERDANG, 10
EVALUASI PERANAN RUMAH KOMPOS TERHADAP KEBUTUHAN USAHA TANI PADI SAWAH (Rumah
Kompos UP3HP Bersatu Kita Maju Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat), 09
IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM
KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH, 10
KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN
Eucalyptus spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTAR, 09
KEPADATAN JUMLAH KUMBANG BADAK (Oryctes rhinoceros L.) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis jacq.) DI LAPANGAN, 10
KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN
PLASTIK POLIPROPILENA TERHADAP CUACA, 10
KONSERVASI LAHAN KRITIS BAHOROK LANGKAT DENGAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK TERHADAP
PERBAIKAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH ULTISOL SERTA PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays
L.), 09
KORELASI IKLIM TERHADAP PEMBUNGAAN TANAMAN PAKAN LEBAH MADU (Studi Kasus Kecamatan
Kabanjahe dan Brastagi Kabupaten Karo), 10
KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DAN APLIKASINYA PADA MEDIA TANAH LAHAN KRITIS UNTUK
BIBIT SENGON ( Paraserianthes falcataria), 10
KUALITAS SERAT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN SERAT, 10
MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA
PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.), 10
METODE BARU DALAM PEMISAHAN VASCULAR BUNDLES PADA LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT, 09
MONITORING DAN EVALUASI PENEMPATAN DAN PELAKSANAAN TUGAS TENAGA PPL DI DELI
KABUPATEN SERDANG, 09
PEMANFAATAN PELEPAH SAWIT DAN HASIL IKUTAN INDUSTRI KELAPA SAWIT TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA SAPI PERANAKAN SIMENTAL, 09
PEMANFAATAN
ZEOLIT
DAN
FUNGI
MIKORIZA
ARBUSKULA
UNTUK
MENINGKATAKAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DI TANAH SALIN, 09
PEMBUANGAN TANAMAN PAKAN LEBAH MADU BERDASARKAN PERIODE HUJAN PADA TIGA TIPE
IKLIM DI DELI SERDANG, 10
PENGARUH
EFFECTIVE
MIKROORGANISME
DAN
WAKTU
APLIKASI
BOKASI
TERHADAP
PENGARUH JARAK BILAH PISAU DAN RPM BAWAH TERHADAP HASIL PENGUPASAN BUAH PINANG
MUDA, 10
PENGARUH JARAK PISAU ATAS PISAU BAWAH DAN DIAMETER PINANG MUDA TERHADAP
KUALITAS HASIL PENGUPASAN, 10
PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU PUTIH Bemisia
tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.)I, 10
PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU BUBUK CINCAU HITAM
INSTAN, 10
PENGARUH LILIT BATANG BAWAH DAN PUPUK FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN STUM MATA
TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.), 10
PENGARUH PEMANFAATAN KOMPOS SOLID DALAM MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPKMg
(15:5:6:4) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY,
10
PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
SELAMA FASE GENERATIF, 10
PENGARUH PREMI PANEN TERHADAP KINERJA DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PANEN KELAPA
SAWIT (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara IV,Unit Kebun Pabatu dan Unit Kebun Bah Jambi), 10
PENGGUNAAN ASAM AMINO MENTIONIN DAN LISIN DALAM RAMSUM TERHADAP KARKAS BROILER
UMUR 6 MINGGU, 10
PENGGUNAAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP ULAT API Setothosea asigna Van Eecke
(Lepidoptera : Limacodidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT, 10
PERANAN AIR KELAPA DALAM KULTUR EMBRIO BEBERAPA VARIETAS TANAMAN KACANG HIJAU
(Phaseolus radiatus L.), 09
PERANAN BEBERAPA JENIS POHON PADA HUTAN KOTA DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN DALAM
MENGURANGI HUJAN ASAM, 10
PERANAN KELOMPOK TANI DALAM PENINGKATAN STATUS SOSIAL EKONOMI PETANI PADI SAWAH
(Studi Kasus: Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang), 10
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI ANGGOTA P3A BERBADAN HUKUM DAN P3A
YANG TIDAK BERBADAN HUKUM DI SERDANG BEDAGAI ( Studi Kasus: Desa Makmur dan Desa Sentang
Kecamatan Teluk Mengkudu), 09
PERTUMBUHAN Mucuna Bracteata L. DAN KADAR HARA KELAPA SAWIT (Elais guinensis Jacq.)
DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI, 10
POLA PERKAWINAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DENGAN BERBAGAI RATIO BETINA, 10
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA KERIPIK UBI (Studi Kasus : Desa Pegajahan dan Desa Suka Sari,
Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.), 10
RESPON KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KONSENTRASI
GARAM NaCl SECARA IN VITRO, 10
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS PENYIRAMAN
BERBEDA, 10
RESPONS PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP BEBERAPA
KONSENTRASI GARAM NaCl SECARA IN VITRO, 10
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP PEMBERIAN
KASCING DAN PUPUK FOSFAT , 09
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP PEMBERIAN
KOMPOS KULIT BUAH KAKAO DAN PUPUK FOSFAT, 10
SISTEM INFORMASI ALAT DAN MESIN PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO, 10
STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA
REKREASI, 09
STUDI TERHADAP PENYAKIT DAUN TANAMAN EUKALIPTUS DI KEBUN PERCOBAAN PT TOBA PULP
LESTARI SEKTOR AEK NAULI, 10
TINGKAT INFILTRASI PADA BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEI WAMPU BAGIAN
HILIR, 10
UJI BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI), 10
UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT
PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI, 10
UJI KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, KADAR NH3 DAN VFA JERAMI JAGUNG,
PELEPAH DAUN SAWIT DAN PUCUK TEBU TEROLAH PADA SAPI SECARA IN VITRO, 10
UJI KECERNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG YANG DIFERMENTASI BEBERAPA LEVEL BAKTERI
SERRATIA MARCESNESS PADA AYAM PEDAGING JANTAN UMUR 6 MINGGU, 10
UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M2)
PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO, 10
UJI PALATABILITAS BEBERAPA MACAM HIJAUAN DAN BAHAN PAKAN PADA RUSA SAMBAR (Cervus
unicolor), 09
UJI PENSORTIRAN KOMODITAS BUAH PADA ALAT SORTASI JERUK TIPE GRAVITASI, 10
UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI
KAYU DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP KARKAS DOMBA SEI PUTIH, 10
UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI
KAYU DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP NON KARKAS DOMBA SEI PUTIH, 10
UJI RANSUM BERBASIS PUCUK TEBU PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK DAUN UBI DENGAN
PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP PERFORMANS DOMBA SEI PUTIH, 10
VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KEC MEDAN BELAWAN, 10
AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (CU) DAN TIMBAL (PB) PADA POHON AVICENNIA MARINA DI
HUTAN MANGROVE, 09
ANALISA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG (STUDI
KASUS : DESA JATI KESUMA, KECAMATAN NAMO RAMBE, KABUPATEN DELI SERDANG), 09
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA
DAS PERCUT KAB DELI SERDANG, 07
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA
DAS WAMPU KAB LANGKAT, 08
ANALISIS CURAHAN TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN PETANI DAFEP PADA USAHA TANI PADI
SAWAH (STUDI KASUS : DESA KARANG ANYER, KECAMATAN GUNUNG MALIGAS, KABUPATEN
SIMALUNGUN), 07
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI DISTRIBUSI RASKIN (STUDI KASUS : DESA SECURAI UTARA,
KECAMATAN BABALAN, KABUPATEN LANGKAT), 07
ANALISIS EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA PADA USAHA TANI BAYAM (Studi Kasus : Desa Sudi
Rejo Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang), 06
ANALISIS EKONOMI UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAUN SAWIT, LUMPUR SAWIT DAN JERAMI
PADI FERMENTASI DENGAN PHANEROCHAETE CHRYSOSPORIUM PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE,
08
ANALISIS FINANSIAL USAHA TANI KOPI ARABIKA VARIETAS UNGGUL DI KAB PAKPAK BHARAT
(KASUS : DESA KUTA MARIAH, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT), 08
ANALISIS FINANSIAL USAHA TANI WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KECAMATAN
TIGAPANAH, KABUPATEN KARO), 07
ANALISIS KEBUTUHAN BAHAN BAKAR PENGGILINGAN PADI BESAR DAN KECIL DI KEC
PERBAUNGAN KAB SERDANG BEDAGAI, 07
ANALISIS KELAYAKAN USAHA TANI WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KECAMATAN
TIGAPANAH, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA), 09
ANALISIS KOMPARASI KOMPONEN BIAYA PRODUKSI ANTAR EMPAT JENIS TANAMAN PALAWIJA DI
DELI SERDANG, 06
ANALISIS KOMPARASI USAHA TANI PEPAYA DAN PISANG BARANG DI KABUPATEN DELI SERDANG
(STUDI KASUS : DESA NEGARA BERINGIN, KEC. STM HILIR, KAB. DELI SERDANG), 06
ANALISIS KOMPARASI USAHA TANI PISANG BARANGAN ANTARA KONVENSIONAL DENGAN SISTEM
DOUBLE RAW (STUDI KASUS : KECAMATAN STM HILIR DAN KECAMATAN BIRU-BIRU, KABUPATEN DELI
SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA), 09
ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT
TAMIANG PT PADANG PALMA PERMAI, 09
ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CRUDE PALM OIL DI PABRIK KELAPA SAWIT
TANJUNG SEUMANTOH PTPN I NANGGROE ACEH DARUSSALAM, 09
ANALISIS NILAI EKONOMI DAN SOSIAL EKOWISATA TANGKAHAN (STUDI KASUS DI DESA NAMO
SIALANG DAN DESA SEI SERDANG KECAMATAN BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA), 09
ANALISIS NILAI EKONOMI DAN TINGKAT KUNJUNGAN DI OBJEK WISATA ALAM AIR TERJUN SIPISOPISO KAB KARO, 09
ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA PADA USAHA TANI NANAS DI KAB SIMALUNGUN
(STUDI KASUS : DESA PURBA TUA BARU, KEC. SILIMAKUTA, KAB. SIMALUNGUN), 07
ANALISIS PEKERJAAN ALTERNATIF NELAYAN KEC TALAWI KAB BATU BARA (STUDI KASUS : DESA
MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATU BARA), 09
ANALISIS PEMASARAN CPO (CRURE PALM OIL) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PTPN-IV)
(STUDI KAUS : KANTOR PUSAT PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PTPN-IV) DAN KANTOR PEMASARAN
BERSAMA (KPB) PT PERKEBUNAN NUSANTARA I-V CABANG MEDAN), 07
ANALISIS PEMASARAN JERUK MANIS (STUDI KASUS DESA BEGANDING, KEC. SIMPANG IV, KAB.
KARO), 07
ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI (UREA, ZA, SP-36, NPK PHONSKA) DI KABUPATEN
SIMALUNGUN (STUDI KASUS: KECAMATAN JORLANG HANTARAN, KELURAHAN TIGA BALATA), 08
ANALISIS PEMASARAN PUPUK DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS : KABUPATEN KARO DAN
KABUPATEN DELI SERDANG), 06
ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN HASIL NELAYAN BERMOTOR < 5 GT DAN 5-9 GT
(STUDI KASUS : KECAMATAN DATUK BANDAR DAN KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTAMADYA
TANJUNG BALAI, PROPINSI SUMATERA UTARA), 08
ANALISIS PERBANDINGAN PEMASARAN BAWANG DAUN (PREI) DAN KOL (KUBIS) (STUDI KASUS :
DESA JARANGUDA KEC. MERDEKA DAN DESA RAYA KEC. BERASTAGI), 09
ANALISIS PERBANDINGAN PEMASARAN IKAN MELALUI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN
SISTEM PEMASARAN TRADISIONAL (STUDI KASUS : DESA PANTAI PERCUT, KECAMATAN PERCUT SEI
TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG), 07
ANALISIS POTENSI PENGOLAHAN MINYAK NILAM DI KAB PAKPAK BHARAT (STUDI KASUS DI
KECAMATAN SITELLU TALI URUNG JAHE DAN KECAMATAN KERAJAAN), 09
ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYAT DI KAB MADINA (STUDI KASUS : DESA
TANOBATO, KEC. PANYABUNGAN SELATAN, KAB. MADINA), 08
ANALISIS SISTEM PEMASARAN WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KEC. TIGAPANAH, KAB.
KARO), 08
ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP
PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX-COTURNIX JAPONICA) UMUR 6-18 MINGGU, 09
ANALISIS USAHA TANI TANAMAN HIAS ANGGREK DAN ANTHURIUM (STUDI KASUS USAHA
TANAMAN HIAS DI KOTA MEDAN), 09
ANALISIS USAHA TANI TANAMAN HIAS (STUDI KASUS : DESA BANGUN SARI KECAMATAN TANJUNG
MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG), 08
ANALISIS USAHA TANI TATANIAGA LADA HITAM (STUDI KASUS : DESA LAU SIREME, KECAMATAN
TIGA LINGGA, KABUPATEN DAIRI), 08
ARON
SEBAGAI
LAPANGAN
KERJA SEKTOR
INFORMAL BAGI
WANITA PEDESAAN
DAN
BEBERAPA
FAKTOR
SOSIAL
EKONOMI
YANG
MEMPENGARUHI
KESEMPATAN
KERJA,
PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI SAYUR MAYUR DI KAB KARO (KASUS : WORTEL, TOMAT
ATAU KOL DI DESA MERDEKA, KECAMATAN MERDEKA), 09
BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PROPORSI BAGI HASIL NELAYAN
TOKE NELAYAN ABK (STUDI KASUS : MASYARAKAT NELAYAN KOTA SIBOLGA), 08
BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI SIKAP NELAYAN BURUH TERHADAP
JURAGAN (TOKE) (STUDI KASUS : DESA BAGAN DALAM, KECAMATAN TANJUNG TIRAM, KABUPATEN
ASAHAN), 09
BEBERAPA MASALAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN USAHA TANI BUNGA POT (STUDI
KASUS : Gg. MADIRSAN, DESA BANGUN SARI, KEC. TANJUNG MORAWA, KAB.DELI SERDANG), 06
BENTAR
UJI
TOKSISITAS
KITOSAN
UNTUK
MENGENDALIKAN
RAYAP
(COPTOTERMES
BESAR ALIRAN PERMUKAAN (RUN-OFF) PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN
EUCALYPTUS SPP (STUDI KASUS DI HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, TBK. SEKTOR AEK NAULI), 09
DAMPAK
KEHADIRAN
PASAR
MODERN
BRASTAGI
SUPERMARKET
TERHADAP
PASAR
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM (SOLAR) TERHADAP USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN PUKAT
CINCIN (STUDI KASUS : KEL. BAGAN DELI KEC. MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN), 08
DAMPAK VIRUS IKAN TERHADAP KEADAAN SOSIAL EKONOMI PETANI IKAN MAS DI DANAU TOBA
(STUDI KASUS KELURAHAN HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN), 06
BEBERAPA HASIL
PERKAWINAN
PADA ULAT
PENGGEREK
BATANG
TEBU
RAKSASA
DINAMIKA POPULASI JAMUR PADA TANAH ULTISOL AKIBAT PEMBERIAN BERBAGAI BAHAN
ORGANIK LIMBAH PERKEBUNAN, 08
EFEK PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT DAN LIMBAH INDUSTRINYA SEBAGAI PAKAN TERHADAP
PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA FASE PERTUMBUHAN, 09
EFEK RESIDU PEMBERIAN LIMBAH PADAT PABRIK ROKOK DAN PUPUK FOSFAT PADA ULTISOL
TERHADAP KETERSEDIAAN SERTA SERAPAN FOSFAT DAN KALIUM PADA TANAH SERTA TANAMAN
PADI (ORYZA SATIVA L), 08
EFEK RESIDU PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI SAWI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH
ANDISOL, 07
EFEKTIVITAS
FREKUENSI
EXERCISE
TERHADAP
PENINGKATAN
KUALITAS
SEMEN
SAPI
SIMMENTAL, 08
EFEKTIVITAS
MANCOZEB
DAN
METALAXYL
DALAM
MENGHAMBAT
PERTUMBUHAN
EFISIENSI PEMUPUKAN SP-36 PADA ULTISOL MANCANG MELALUI PENGELOLAAN DOSIS DAN
WAKTU PEMBERIAN, 06
EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH IRIGASI BENDANG KAB
SERDANG BEDAGAI, 09
EPIDEMI PENYAKIT BLAS PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH DENGAN JARAK TANAM
BERBEDA DI LAPANGAN, 07
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DI DESA RUMAH PILPIL KEC SIBOLANGIT KAB DELI SERDANG
UNTUK TANAMAN MANGGA (MANGIFERA SPP), SIRSAK (ANNONA MURICATA L.) DAN JAMBU METE
(ANACARDIUM OCCIDENTALE L.), 08
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DI DESA RUMAH PILPIL KEC SIBOLANGIT KAB DELI SERDANG
UNTUK TANAMAN MANGGIS (GARCINIA MANGGOSTANA. L), 07
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN CABAI DUSUN PAMAH SEMILIR KECAMATAN SEI BINGEI
KAB LANGKAT (CAPSICUM ANNUM L.), 06
EVALUASI PERKEMBANGAN USAHA TANI KAKAO DI KAB TAPANULI UTARA (STUDI KASUS : DESA
PAGARAM PISANG KECAMATAN ADIAN KOTING KABUPATEN TAPANULI UTARA), 08
EVALUASI SISTEM DRAINASE PADA DAERAH IRIGASI ULAR DI KAWASAN BENDANG KAB SERDANG
BEDAGAI, 09
EVALUASI SISTEM DRAINASE PADA DAERAH IRIGASI ULAR DI KAWASAN SINGOSARI KAB
SERDANG BEDAGAI, 09
EVALUASI STATUS HARA N, P, K DAN C-ORGANIK YANG TERSANGKUT EROSI AKIBAT PENERAPAN
BERBAGAI TEKNIK MULSA VERTIKAL DI LAHAN MIRING PADA PERTANAMAN JERUK (CITRUS) DI DESA
RUMAH GALUH KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT, 07
FORMULASI KONSENTRAT INSTAN DARI CAMPURAN SARI LIDAH BUAYA, WORTEL DAN MARKISA,
06
HUBUNGAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA TANI
KOPI (KASUS : KEURAHAN TIGARUNGGU, KABUPATEN SIMALUNGUN), 09
HUBUNGAN
KETINGGIAN
DAN
KELERENGAN
DENGAN
TINGKAT
KERAPATAN
VEGETASI
IDENTIFIKASI FUNGI DEKOMPOSER JARINGAN KAYU MATI YANG BERASAL DARI TEGAKAN DI
LAHAN GAMBUT, 09
IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KAB SERDANG
BEDAGAI, 07
IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (STUDI KASUS :
DESA PERTUMBUKAN KEC. WAMPU KAB. LANGKAT), 09
INFILTRASI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS), 09
INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENISIS), 09
ISOLASI DAN UJI MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT YANG BERASAL DARI BAHAN TANAH
HISTOSOL, 05
ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME SELULOTIK ASAL TANAH GAMBUT DAN KAYU
SEDANG MELAPUK DALAM MEDEKOMPOSISIKAN KAYU, 07
ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME SELULOTIK DALAM DEKOMPOSISI SISA TANAMAN
TEMBAKAU DELI PTPN II KEBUN SAMPALI, 06
JENIS-JENIS FUNGSI YANG TERDAPAT PADA SERASAH DAUN RHIZOPHORA MUCRONATA YANG
MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS, 09
KAJIAN
BEBERAPA
METODE
PERANGKAP
LALAT
BUAH
(DIPERA;
TEPHRITIDAE)
PADA
KAJIAN
BIOLOGIS
TUMIDICLAVA
SP.
(HYMENOPTERA:TRICHOGRAMMATIDAE)
SEBAGAI
KAJIAN KUANTITATIF PELAPUKAN PEDOKIMIA(C-A) PADA TANAH BERBAHAN INDUK TUFF DASIT DI
DESA LINGGA JULU KEC SIMPANG BARAT KAB KARO, 06
KAJIAN MINYAK ATSIRI PADA EKALIPTUS UMUR 4 TAHUN DI PT TOBA PULP LESTARI, TBK, 09
KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA PADA BATUAN TUFF DASIT DI DESA LINGGA JULU KEC SIMPANG
EMPAT KAB KARO, 06
KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA (R-C) TANAH ANDISOL DI DESA TONGKOH KEC TIGA PANAH KAB
KARO, 07
KAJIAN PELAPUKAN PEDOKIMIA (A-B) BERDASARKAN MINERAL LIAT PADA TANAH BERBAHAN
INDUK ALLUVIAL DAN TUFF LIPARIT DI TANJUNG MORAWA, 06
KAJIAN PELAPUKAN PEDOKIMIA (C-A) BERDASARKAN MINERAL LIAT PADA TANAH BERBAHAN
INDUK ALUVIAL DAN TUFF LIPARIT DI KEC TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG, 07
KAJIAN POTENSI EKONOMI MANGROVE (STUDI KASUS DI DESA KAYU BESAR KECAMATAN
BANDAR KHLAIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI), 09
KAJIAN SIFAT TANAH AKIBAT ALIH FUNGSI LAHAN TEMBAKAU DELI MENTAH MENJADI LAHAN
PERKEBUNAN TEBU DI PTPN II KEBUN TANDEM HULU KABUPATEN DELI SERDANG, 06
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSE PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (JAGUNG) DI SUB
DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN HORTIKULTURA DI SUB DAS
LAY BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI
SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09
KAJIAN TINGKAT PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI SAYURAN DATARAN RENDAH DI
KAWASAN AGRIBISNIS KOTA MEDAN (STUDI KASUS : KECAMATAN MEDAN MARELAN), 07
KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TOKE BAWANG DAN WANITA PENGUPAS BAWANG SERTA
SUMBANNYA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (STUDI KASUS : JALAN VETERAN KELURAHAN
PANDAU HILIR KECAMATAN MEDAN TIMUR KOTAMADYA MEDAN), 06
KEMAMPUAN
LARVA
ORYCTES
RHINOCEROS
MENULARKAN
CENDAWAN
METARHIZUM
(WOLFF).
(HEMIPTERA
KEMAMPUAN
PREDATOR
EOCANTHECONA
FURCELLATA
KEPEKAAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP KADAR AIR PADA BEBERAPA JENIS TANAH, 07
KETERSEDIAAN HARA-P DAN RESPON TANAMAN JAGUNG PADA TANAH ULTISOL TAMBUNAN A
AKIBAT PEMBERIAN GUANO DAN MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT (MPF), 06
KORELASI BEBERAPA SIFAT TANAH DENGAN PRODUKSI PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI DI PTPN
II SAMPALI KAB DELI SERDANG, 06
KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT DAN POLYETHYLENE DAUR
ULANG, 09
MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (STUDI KASUS : DUSUN MARUBUN
PANE KECAMATAN TIGARUNGGU KABUPATEN SIMALUNGUN), 09
MATERI, METODE DAN MEDIA PENYULUHAN PETERNAKAN YANG DISAMPAIKAN PPL DI KAB DELI
SERDANG DAN DAMPAKNYA TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETERNAK (STUDI KASUS : DESA SUKA
MAJU, KECAMATAN SUNGGAL, KABUPATEN DELISERDANG), 06
MEMPELAJARI
PENGARUH
KONSENTRASI
RAGI
DAN
WAKTU
FERMENTASI
TERHADAP
MIKROPROPAGANSI TUNAS STROBERI (FRAGARIA SP.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN HAP PADA
MEDIA MS, 07
MONITORING DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI LEGOWO 4:1 PADA USAHA TANI PADI
SAWAH (DESA LUBUK BAYAS KEC. PERBAUNGAN KAB. SERDANG BEDAGAI), 09
PELAPISAN MELON PENGGUNAKAN FILM EDIBEL DARI PATI UBI KAYU DENGAN PENAMBAHAN
SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS, 09
PEMANFAATAN AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL, 09
PEMANFAATAN LIGNIN DARI LINDI HITAM SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT LIGNIN RESORSINOL
FORMALDEHIDA (LRF), 09
PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolena adorata) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN IOFC
DALAM RANSUM BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) UMUR 1 SAMPAI 42 HARI, 09
PEMANFAATAN TEPUNG KEONG MAS SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG IKAN DALAM RANSUM
TERHADAP PERFORMANS KELINCI JANTAN LEPAS SAPIH, 08
PEMBERIAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS,
DAYA TETAS DAN MORTALITAS BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) , 09
PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI
STARTER, 09
PEMETAAN STATUS HARA K-tukar, Ca-tukar DAN Mg-tukar DI KEBUN TANJUNG GARBUS PAGAR
MERBAU PTPN II, 07
PEMILIHAN TETUA UNTUK SELFING DAN TANAMAN BERSARI BEBAS VARIETAS JAGUNG (Zae mays
L.), 09
PENDUGAAN FAKTOR PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KEBUN BEKALA SIMALINGKAR KEC
PANCUR BATU KAB DELI SERDANG, 08
PENGARUH BERAT UMBI BIBIT DAN DOSIS PUPUK KCi TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
KENTANG (Solanum tuberosum L.) , 08
PENGARUH BUDAYA KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN KERJA KARYAWAN PADA
PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE, TBK CAB MEDAN 2 DIVISI MOBIL, 09
PENGARUH DOSIS TEPUNG DARAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG MANIS
(Zea mays saccharata Sturt.) , 09
PENGARUH FREKUENSI INSEMINASI BUATAN TERHADAP DAUA TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas
plathyrynchos) YANG DI INSEMINASI BUATAN DENGAN SEMEN ENTOK (Cairina moschata), 09
PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LAMA BUNTING DAN LITTER
SIZE PADA KELINCI PERSILANGAN, 08
PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR,
MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN, 08
PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI GULA SINTETIS TERHADAP MUTU KOKTAIL LIDAH BUAYA, 08
PENGARUH JENIS THE DAN LAMA FERMENTASI PADA PROSES PEMBUATAN TEH KOMBUCHA, 05
PENGARUH JENIS ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI MENTEGA YANG DIGUNAKAN TERHADAP
MUTU DAN KARAKTERISTIK ES KRIM JAGUNG, 08
PENGARUH JUMLAH BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP MUTU MIE
BASAH, 08
PENGARUH JUMLAH TEPUNG ROTI TERHADAP MUTU CHICKEN BURGER SELAMA PENYIMPANAN
BEKU, 08
PENGARUH KEPADATAN POPULASI KEONG EMAS (Pomacea sp.) TERHADAP TANAMAN PADI
(Oryza sativa L.) DI LAPANGAN, 09
PENGARUH KONSENTRASI GULA DAN CAMPURAN SARI BUAH (MARKISA, WORTEL DAN JERUK)
TERHADAP MUTU SERBUK MINUMAN PENYEGAR, 09
PENGARUH KONSENTRASI GUM ARAB TERHADAP MUTU VELVA BUAH NENAS SELAMA
PENYIMPANAN DINGIN, 08
PENGARUH KONSENTRASI HUMEKTAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU KERIPIK BIJI
DURIAN (Durio zibethinus Murr), 08
PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI PADI DI KAB ASAHAN (STUDI
KASUS : KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA), 09
PENGARUH LAMA HIDROLISA DAN KONSENTRASI ASAM TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU SIRUP
GLUKOSA DARI PATI PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.), 07
PENGARUH
LAMA
PADA
BERBAGAI
MEDIA
PENYIMPANAN
BAHAN
SETEK
TERHADAP
PENGARUH LAMA PEMANASAN DAN JUMLAH SEKAM YANG DITAMBAHKAN TERHADAP JUMLAH
RENDEMEN DAN MUTU MINYAK BIJI KARET (Havea brasiliensis), 06
PENGARUH METANOL DAN NaOH TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK JARAK SEBAGAI
SUBTITUSI BAHAN BAKAR SOLAR (Jatropha curcas L.), 08
PENGARUH MODAL KERJA, LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PENDAPATAN USAHA
TANI NENAS (STUDI KASUS : DESA PURBA TUA BARU, KEC. SILIMAKUTA, KAB. SIMALUNGUN), 08
PENGARUH PEMBERIA PUPUK ROCK FOSFAT DAN BERBAGAI JENIS ISOLAT MIKORIZA VESIKULAR
ARBUSKULA TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA TANAH GAMBUT
AJAMI, LABUHAN BATU, 07
PENGARUH
PEMBERIAN
BEBERAPA
JAMUR
ANTAGONIS
DENGAN
BERBAGAI
TINGKAT
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN DOSIS KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI TANAMAN PELENG (Spinacia oleracea LA), 08
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING DAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PRE-NURSERY, 09
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK GREEN GIANT DAN PUPUK SUMBER BIONIK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.), 07]
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI SAWI (Brassica junceaL) DAN
BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH ANDISOL, 06
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK SP-36, KCI, KIESERIT DAN KOTORANG SAPI TERHADAP JUMLAH
MIKROORGANISME PADA ANDISOL TONGKOH KAB KARO, 07
PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KEDELAI DAN SODIUM POLIFOSFAT TERHADAP MUTU NUGGET
IKAN CUCUT (Sphyraena barracuda), 05
PENGARUH
PENERAPAN
SARANA PRODUKSI
SPESIFIK
LOKAL TERHADAP
PENDAPATAN
USAHATANI PADI SAWAH (STUDI KASUS : DESA WONOSARI, KECAMATAN TANJUNG MORAWA,
KABUPATEN DELI SERDANG), 08
PENGARUH PERSENTASE RAGI TAPE DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TAPE UBI JALAR,
08
PENGARUH PUPUK HIJAU KRINYU (Chromolaena odorata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.), 09
PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR DAN AGENSIA HAYATI TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT
ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc.) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
(Tehobroma cacao L.), 07
PENGARUH PUPUK TERHADAP OPTIMASI PRODUKSI PADI SAWAH DI DELI SERDANG (STUDI
KASUS : KELURAHAN PALUH KEMIRI, KECAMATAN LUBUK PAKAM), 06
PENGARUH
SISTEM
JARAK
TANAM
DAN
METODE
PENGENDALIAN
GULMA
TERHADAP
PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG CABAI (Capsicum annuum,
L.), 05
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Ca, Na, P, CI) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS
DAN IOFC BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) UMUR 0-42 HARI, 07
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P, dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI
PUNCAK TELUR PUYUH (Cortunix-cortunix japonica), 07
PENGARUH WAKTU APLIKASI PUPUK KANDANG AYAM DAN KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens Linn.), 06
PENGARUH WAKTU PENYIANGAN DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) VARIETAS DK3, 06
PENGAWETAN DAGING AYAM (Gallus Gallus Domesticus) DENGAN LARUTAN GARAM DINGIN, 08
PENGELOLAAN HARAN N, K DAN KOMPOS SAMPAH KOTA UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN
MUTU KAILAN (Brassica oleraceae Var. Achephala), 09
PENGENDALIAN
FERMENTASI
DENGAN
PENGATURAN
KONSENTRASI
RAGI
DAN
LAMA
PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA PERSEMAIAN TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana
tabacum L.) DENGAN MEMANFAATKAN ZAT EKSTRAKTIF KULIT MINDI (Melia azedarach Linn.), 09
PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM NITRAT
DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI, 08
PENGGUNAAN HORMON IBA TERHADAP PERTUMBUHAN STEK EKALIPTUS KLON IND 48, 09
PENGGUNAAN TEPUNG UMBUT DAN HASIL SAMPING KELAPA SAWIT TERHADAP ANALISA
EKONOMI DAN TINGKAT INCOME OVER FEED COST DOMBA JANTAN PERSILANGAN SEI PUTIH
SELAMA TINGA BULAN PENGGEMUKAN, 07
PENGUJIAN DIAMETER PULLEY DAN JUMLAH MATA PISAU DALAM PENGIRISAN SUKUN, 05
PENGUJIAN LEVEL ENZIM RENNET, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS KIMIA
KEJU DARI SUSU KERBAU MURRAH, 08
PENGUJIAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata L.), 07
PENGUJIAN SUPLEMENTASI MINERAL ESENSIAL (Ca, P, Na dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP
FERTILITAS DAYA TETAS DAN MORTALITAS PADA TELUR BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica),
09
PENGUKURAN LAJU INFILTRASI PADA TATA GUNA LAHAN YANG BERBEDA DI DESA TANJUNG
SELAMAT KEC MEDAN TUNTUNGAN MEDAN, 08
PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN DESA DALAM ERA OTONOMI DAERAH
(STUDI KASUS : DESA SRIHARJO, KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL, PROPINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA), 07
PENYEBARAN UNSUR HARA DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT YANG DIAPLIKASIKAN PADA
TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT AMAL TANI, 06
PERANAN TENAGA KERJA WANITA PADA USAHA TANI KOPI DAN SIKAPNYA TERHADAP PERAN
GANDA DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS : DESA PARULOHAN, KECAMATAN LINTONG NIHUTA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN), 09
PERANAN WANITA DALAM USAHA TANI PADI SAWAH DAN SUMBANGANNYA TERHADAP
PENDAPATAN KELUARGA (STUDI KASUS : DESA SIONGGANG UTARA, KECAMATAN LUMBAN JULU,
KABUPATEN TOBA SAMOSIR), 08
PERBANDINGAN BEBERAPA SIFAT TANAH PADA LAHAN VEGETASI DAN NON VEGETASI DI TAHURA
BUKIT BARISAN KAB KARO, 06
PERKEMBANGAN LAND MAN RATIO DI SUMUT (STUDI KASUS : KABUPATEN DELI SERDANG,
PROVINSI SUMATERA UTARA), 08
PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL ASAL MANCANG AKIBAT PEMBERIAN
KOMPOS ENCENG GONDOK DAN SISA KOTORAN LEMBU SERTA EFEKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.), 09
PERUBAHAN POLA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) DENGAN
PEMBERIAN ZPT ATONIK PADA MEDIA CAMPURAN PASIR DENGAN BLONTONG TEBU DI PRE
NURSERY, 07
POLA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) PADA MUSIM KERING TERHADAP
PERBEDAAN WAKTU TANAM, 07
POPULASI ORGANISME TANAH PADA DAERAH APLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT PT
AMAL TANI KAB LANGKAT, 07
PREDIKSI LAJU ALIRAN PERMUKAAN PADA TATA GUNA LAHAN YANG BERBEDA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE RASIONAL, 07
PROSPEK PENGEMBANGAN NILAM DI DESA TANJUNG MERIAH, KEC SITELLU TALI URANG JEHE,
KAB PAKPAK BHARAT, 09
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI BUNGA MELATI PUTIH (STUDI KASUS : KOTA MEDAN
PROPINSI SUMATERA UTARA), 07
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI MELON DAN USAHA TANI SEMANGKA DI DELI SERDANG
(STUDI KASUS : DESA PASAR V KEBUN KELAPA, KEC. BERINGIN, KAB. DELI SERDANG), 06
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KAMBING DI KAB KARO (STUDI KASUS : DESA
GURUKINAYAN, KECAMATAN PAYUNG, KABUPATEN KARO), 08
RAHBILITASI TANAH ANDISOL YANG TERDEGRADASI DI DESA TONGKOH KEC TIGA PANAH
TERHADAP TANAMAN LOBAK (Raphanus sativus L), 06
RANCANG BANGUN ALAT PEMBUAT PAKAN IKAN MAS DAN IKAN LELE BENTUK PELET, 09
RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN ALAT PENCETAK KOMPOS DENGAN VARIASI BENTUK
CETAKAN, 09
RESPON MORFOFISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN, 07
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao. L)TERHADAP LUMPUR KERING LIMBAH
DOMESTIK DAN PUPUK NPK PADA TANAH SUBSOIL, 09
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao. L) TERHADAP PEMBERIAN BOKASI KULIT
BUAH KAKAO DAN PUPUK NPK, 07
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril)
TERHADAP PEMUPUKAN NITROGEN DAN FOSFOR, 08
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI
MIKORIZA ARBUSKULA (FMA)DAN PERBEDAAN WAKTU TANAM, 08
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) PADA BEBERAPA
KOMPOSISI LUMPUR KERING LIMBAH DOMESTIK SEBAGAI MEDIA TANAM, 08
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PENGGUNAAN
PUPUK KASCING DAN PUPUK ORGANIK CAIR, 09
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP
PUPUK KALIUM DAN PAKLOBUTRAZOL, 07
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP
URINE SAPI YANG TELAH MENGALAMI PERBEDAAN LAMA FERMENTASI, 07
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT (SOlanum licorpersicum Mill) DENGAN PEMBERIAN
UNSUR HARA MAKRO-MIKRO DAN BLOTONG, 09
RESPON VARIETAS DAN PUPUK ORGANIK TERHDAP INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT PADA
PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SECARA ORGANIK, 09
RESPONS PERTUMBUHA