Anda di halaman 1dari 100

dianggap penting, hal ini terlihat dari:

peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja,


penyediaan pangan,
penyumbang devisa Negara
melalui ekspor dan sebagainya
Di tengah kecemasan bahaya pestisida dan pencemaran lingkungan, sistem
budidaya tanaman secara organic merupakan salah satu solusinya.

kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian mempunyai
efek pengganda kedepan dan kebelakang yang besar, melalui keterkaitan input-output-outcome antar industri,
konsumsi dan investasi. Hal ini terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan komparatif sebagian
besar wilayah Indonesia adalah di sektor pertanian. Namun demikian kinerja sektor pertanian cenderung menurun
akibat kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Pembangunan di masa lalu kurang memperhatikan
keunggulan komparatif yang dimiliki. Keunggulan komparatif yang dimiliki belum didayagunakan sehingga menjadi
keunggulan kompetitif nasional. Akibat dari strategi yang dibangun tersebut maka struktur ekonomi menjadi rapuh.
Krisis ekonomi yang lalu memberi pelajaran berharga dari kondisi tersebut. Apabila pengembangan ekonomi daerah
dan nasional didasarkan atas keunggulan yang kita miliki maka perekonomian yang terbangun akan memiliki
kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Belajar dari pengalaman tersebut, sudah selayaknya strategi pembangunan nasional kembali memperhatikan
keunggulan yang dimiliki Indonesia. Untuk itu Kabinet Indonesia Bersatu menetapkan Revitalisaisi Pertanian sebagai
salah satu strategi utama pembangunan nasional 2005-2009.
Posisi Pertanian Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia Masa Depan
Posisi pertanian akan sangat strategis apabila kita mampu mengubah pola pikir masyarakat yang cenderung
memandang pertanian hanya sebagai penghasil (output) komoditas menjadi pola pikir yang melihat multi-fungsi dari
pertanian. Multi-fungsi pertanian meliputi peran sebagai:
a. Penghasil pangan dan bahan baku industri.
Sektor pertanian sangat menentukan dalam ketahanan pangan nasional sekaligus menentukan ketahanan bangsa.
Penduduk Indonesia tahun 2025 akan mencapai 300 juta lebih, ketahanan nasional akan terancam bila pasokan
pangan kita sangat tergantung dari impor. Dalam proses industrialisasi pertanian juga memproduksi bahan baku
industri pertanian seperti sawit, karet, gula, serat, dan lainnya.
b. Pembangunan daerah dan perdesaan.
Pembangunan nasionalakan timpang kalau daerah/perdesaan tidak dibangun, urbanisasi tidak akan bisa ditekan,
dan pada akhirnya senjang desa dan kota semakin melebar. Lebih dari 83 persen kabupaten/kota di Indonesia
ekonominya berbasis kepada pertanian. Agroindustri perdesaan akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi
perdesaan terutama dalam penyerapan tenaga kerja.

c. Penyangga dalam masa krisis.


Sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal terbukti sangat handal dalam masa krisis ekonomi, bahkan mampu
menampung 5 juta tenaga kerja limpahan dari sektor industri dan jasa yang terkena krisis; terselamatkan oleh sektor

pertanian.
d. Penghubung sosial ekonomi antar masyarakat dari berbagai pulau dan daerah sebagai perekat persatuan bangsa.
Masing-masing pulau/daerah memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
keunggulan masing-masing.Perdagangan (trade)Antar pulau ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dengan
melakukan spesialasisasi masing-masing daerah. Saling ketergantungan antara daerah menjadi jaminan
pengembangan ekonomi daerah dan mempererat persatuan antar daerah.
e. Kelestarian sumberdaya lingkungan.
Kegiatan pertanian berperan dalam penyagga, penyedia air, udara bersih, dan keindahan. Pada haketnya pertanian
selalu menyatu denganalam. Membangun pertanian yang berkelanjutan (sustainable) berarti juga memelihara
sumberdaya lingkungan. Agrowisata merupakan contoh yang ideal dalam multi-fungsi pertanian.
f. Sosial budaya masyarakat Usaha pertanian berkaitan erat dengan sosial-budaya dan adat istiadat masyarakat.
Sistemsosial yang terbangun dalam masyarakat pertanian telah berperan dalam membangun ketahanan pangan dan
ketahanan sosial, seperti lumbung pangan, sistem arisan dan lainnya.
g. Kesempatan kerja, PDB, dan devisa.
Lebih dari 25,5 juta keluarga atau 100 juta lebih penduduk Indonesia hidupnya tergantung pertanian. Sektor
pertanian menyerap 46,3%tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9% dari total ekspor non migas,
dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen PDB nasional.
Arah Masa Depan Kondisi Petani Indonesia
Transformasi struktur perekonomian yang terjadi menunjukkan bahwa peran pertanian dalam pembangunan nasional
terus menurun, namun tidak diikuti oleh bebannya dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berakibat produktivitas
pertanian menurun dan semakin senjang dibanding sektor diluar pertanian, terutama sektor jasa dan industri .
Indikator tersebut tercermin dari produktivitas pertanian. Dalam tahun 1993-2003 jumlah petani gurem (dengan luas
garapan kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK (meningkat 2,6% per tahun). Hal ini
menunjukkan terjadinya marjinalisasi pertanian sebagai akibat langsung dari kepadatan penduduk. Sementara itu
luas lahan semakin berkurang dan perkembangan kesempatan kerja di luar pertanian terbatas. Jumlah rumah
tangga petani (RTP) menurut Sensus Pertanian (SP) 2003 mencapai 25,58 juta RTP. Sekitar 40 persen RTP
tergolong tidak mampu dan 20 persen diantaranya dikepalai oleh perempuan. Pada daerah dimana tingkat migrasi
tenaga kerja laki-laki tinggi, beban kerja sektor pertanian bergeser kepada tenaga kerja perempuan dan kelompok
lanjut usia.
Pada bagian lain kualitas SDM pertanian juga rendah. Menurut data BPS tahun 2002, tingkat pendidikan tenaga
kerja pertanian yang tidak sekolah dan tidak tamat SD sebesar 35 persen, tamat SD 46 persen, dan tamat SLTP 13
persen. Dibandingkan dengan sektor non pertanian pada tahun yang sama, tingkat pendidikan tenaga kerja yang
tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD 31 persen, tamat SLTP sekitar 20 persen, dan tamat SLTA 27 persen.
Tingginya tingkat pendidikan di sektor non pertanian ini sebagian besar berasal dari mereka yang melakukan
urbanisasi atau yang meninggalkan sektor pertanian di perdesaan. Dilihat dari karakter komoditas dan jenis usaha
yang dilakukan oleh petani, kegureman tidak selalu identik dengan luas penguasaan lahan. Kegureman petani
secara umum terkait dengan keterbatasan akses mereka terhadap berbagai sumberdaya pertanian (lahan, air,
informasi, teknologi, pasar, modal, dll). Sejalan dengan itu peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani dapat
dilakukan melalui:
a) peningkatan skala usaha sesuai dengan sifat komoditasnya. Misalnya untuk petani pangan luas lahan minimal 1
hektar per petani di Jawa-Bali dan 2,5 hektar per petani di luar Jawa-Bali
b) pengusahaan komoditas sesuai dengan permintaan pasar

c) diversifikasi usaha rumahtangga melalui pengembangan agroindustri perdesaan dengan kegiatan non-pertanian
d) pengembangan kelembagaan penguasaan saham petani untuk sektor hulu maupun hilir
e) kebijakan perlindungan bagi petani dan usahanya.
Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia
Sumberdaya utama dalam pembangunan pertanian adalah lahan dan air. Akses sektor pertanian terhadap sumber
daya tersebut dihadapkan kepada berbagai masalah, seperti:
a) terbatasnya sumberdaya lahan dan air yang digunakan,
b) sempitnya luas lahan pertanian per kapita penduduk Indonesia (900 m2/kapita),
c) banyaknya petani gurem dengan luas lahan garapan perkeluarga petani kurang dari 0,5 ha, (d) tingginya angka
konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian dan tidak terjaminnya status penguasaan lahan (land tenure).
Sumberdaya lahan yang dipergunakan untuk produksi pertanian relatif terbatas. Dalam dekade terakhir luas lahan
pertanian sekitar 17,19 persen dari total lahan, yang terdiri dari 4,08 persen untuk areal perkebunan; 4,07 persen
untuk lahan sawah; 2,83 persen untuk pertanian lahan kering dan 6,21 persen untuk lading berpindah. Tingkat
pemanfaatan lahan sangat bervariasi antar daerah. Perkembangan luas lahan pertanian, terutama lahan sawah dan
lahan kering (tegalan), sangat lambat, kecuali dibidang perkebunan terutama untuk kelapa sawit.
Peningkatan jumlah penduduk tahun 2000-2003 sekitar 1,5 persen per tahun menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34
ha per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem (petani dengan luas lahan garapan < 0,5 ha)
meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 dengan rata-rata
peningkatan jumlah petani gurem sekitar 2,4 persen per tahun.
Konversi lahan pertanian terutama terjadi pada lahan sawah yangberproduktivitas tinggi menjadi lahan permukiman
dan industri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan sawah dengan produktivitas tinggi, seperti di jalur
pantai utara Pulau Jawa dan di sekitar Bandung, mempunyai prasarana yang memadai untuk pembangunan sektor
non pertanian. Konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun 1999-2002 mencapai 330.000 ha atau
setara dengan 110.000 ha/tahun. Luas baku lahan sawah juga cenderung menurun. Antara tahun 1981-1999,
neraca pertambahan lahan sawah seluas 1,6 juta ha. Namun antara tahun 1999 sampai 2002 terjadi penciutan luas
lahan sawah seluas 0,4 juta ha karena tingginya angka konversi
Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa terdapat sekitar 9 juta ha lahan terlantar yang dewasa ini ditutupi semak
belukar dan alang-alang. Pemanfaatan lahan yang berpotensi ini secara bertahap akan dapat mengantarkan
Indonesia tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi untuk meningkatkan volume ekspor,
apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan. Di samping itu, sekitar 32 juta ha lahan, terutama di luar Pulau
Jawa, sesuai dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.
Seperti halnya sumberdaya lahan, sumberdaya air juga semakin terbatas dan mengalami degradasi. Pertumbuhan
penduduk dan industrialisasi telah menimbulkan kompetisi penggunaan antara pertanian dan non-pertanian. Pada
kondisi demikian maka penggunanan air untuk pertanian selalu dikorbankan sebagai prioritas terakhir.
Pada bagian lain dalam dekade terkhir perhatian untuk memelihara jaringan irigasi bagi mempertahankan efisiensi
penggunaan air juga menurun yang berakibat kepada penurunan intensitas tanam dan produktifitas pertanian. Untuk
itu peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan langkah bagi peningkatan produktifitas pertanian.
Untuk itu, dalam rangka revitalisasi pertanian, pengembangan lahan pertanian dapat ditempuh melalui: (i) reformasi
keagrariaan untuk meningkatkan akses petani terhadap lahan dan air serta meningkatkan rasio luas lahan per kapita,
(ii) pengendalian konversi lahan pertanian dan pencadangan lahan abadi untuk pertanian sekitar 15 juta ha, (iii)

fasilitasi terhadap pemanfaatanlahan (pembukaan lahan pertanian baru), serta (iv) penciptaan suasana yang
kondusif untuk agroindustri pedesaan sebagai penyedia lapangan kerja dan peluang peningkatan pendapatan
serta kesejahteraan keluarga petani

Arah Masa Depan Produk dan Bisnis Pertanian


Dalam kurun waktu yang panjang pembangunan pertanian selalu diidentikkan dengan kegiatan produksi usahatani
semata (proses budidaya atau agronomi), sehingga hasil pertanian identik dengan komoditas primer. Kegiatan
pertanian masa lalu lebih berorientasi kepada peningkatan produksi komoditas primer dan kurang memberi
kesempatan untuk memikirkan pengembangan produk hilir. Dari sisi kebijakan, pembangunan pertanian cenderung
terlepas dari pembangunan sektor lain, kebijakan di bidang pertanian tidak selalu diikuti oleh kebijakan pendukung
lain secara sinergis.
Pembinaan pembangunan pertanian tersekat-sekat oleh banyak institusi, sehingga kebijakan sering tidak sinkron
antar lembaga terkait akibat perbedaan kepentingan dari masing-masing sektor. Selama ini kontribusi sektor
pertanian terhadap penerimaan devisa lebih banyak diperoleh dari produk segar (primer) yang relative memberi nilai
tambah kecil dan belum mengandalkan produk olahan (hilir) yang dapat memberikan nilai tambah lebih besar,
walaupun pada akhir-akhir ini ekspor produk olahan telah semakin besar. Dengan mengespor produk primer, maka
nilai tambah yang besar akan berada di luar negeri, padahal sebaliknya bila
Indonesia mampu mengekspor produk olahannya, maka dilai tambah terbesarnya akan berada di dalam negeri.
Belajar dari kelemahan tersebut, sejak Pelita VI pembangunanpertanian dilakukan melalui pendekatan agribisnis,
yang pada hakekatnya menekankan kepada tiga hal, yaitu:
(1) pendekatanpembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, dengan
demikian aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama,
(2) pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral, namun juga terkait dengan sektor lain
(lintas/inter-sektoral),
(3) pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan
pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani.
Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan (hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer,
maka pendekatan pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk, dan bukan lagi
pengembangan komoditas dan lebih difokuskan pada pengembangan nilai tambah produk melalui pengembangan
industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk plahan, baik produk antara (intermediate product),
produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang berdayasaing. Untuk itu,
salah satu strategi pembangunan pertanian ke depan
adalah pengembangan agroindustri perdesaan.
Pengembangan agroindustri perdesaan merupakan pilihan strategis dalam meningkatkan pendapatan dan sekaligus
membuka lapangan pekerjaan. Selama ini masyarakat perdesaan cenderung menjual produk dalam bentuk segar
(primer), karena lokasi industri umumnya berada di daerah urban (semi-urban). Akibatnya, nilai tambah produk
pertanian lebih banyak mengalir ke daerah urban, termasuk menjadi penyebab terjadinya urbanisasi.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan melalui upaya peningkatan nilai tambah dan dayasaing hasil pertanian.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk:
a) mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi

bahan baku serta sarana penunjangnya,


b) mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala
menengah dan besar, dan
c) mengembangkan industri pengolahan yang punya dayasaing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
Agenda utama pengembangan agroindustri perdesaan adalah penumbuhan agroindstri untuk membuka lapangan
kerja di perdesaan, dengan kegiatan utama:
a) Fasilitasi penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian di sentra-sentra produksi;
b) Pengembangan infrastruktur penunjang di perdesaan seperti listrik, jalan akses, dan komunikasi;
c) Pengembangan akses terhadap permodalan;
d) Peningkatan mutu, efisiensi produksi dan pemasaran. Dalam rangka pengembangan produk hilir produk pertanian
yang berdayasaing, inovasi teknologi yang berorientasi pasar dan berbasiskan sumberdaya domestik menjadi
prasyarat keberhasilan pengembangan produk hilir pertanian ke depan.
Dalam rangka mendorong terjadinya inovasi proses hilir produk pertanian yang bernilai tambah tinggi dan
berdayasaing, dukungan berbagai kebijakan makro ekonomi sangat diperlukan. Disamping itu, pengembangan
teknologi pengolahan dan produk pada produk hilir diarahkan untuk peningkatan efisiensi, pengembangan
diversifikasi teknologi pengolahan untuk menghasilkan diversifikasi produk, dan meminimumkan kehilangan hasil.
Dalam rangka pengembangan produk (porduct development) baru seperti pengembangan berbagai jenis industri
oleo-pangan dan industri oleo-kimia akan didorong pengembangannya. Demikian pula pengembangan industri
pengolahan karet lanjutan sepeti industri ban otomotif and barang jadi lain dari karet, pengembangan industri farmasi
(tanaman obat-obatan), dan industri pengolahan berbasis hortikultura akan terus dikembangkan. Dalam rangka
peningkatan dayasaing produk pertanian, disamping pengembangan produk hilir, ke depan pengembangan produk
hulu juga didorong pertumbuhannya.
Pengembangan industri perbibitan/perbenihan merupakan prasarat peningkatan dayasaing produk pertanian.
Demikian juga pengembangan industri agrokimia dan alat serta mesin pertanian. Secara umum sasaran
pembangunan pertanian jangka panjang (2025) adalah:
a. terwujudnya pertanian industrial yang berdaya saing;
b. mantapnya ketahanan pangan secara mandiri;
c. tercapainya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian;
d. terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian dan tercapainya pendapatan petani sebesarUS $ 2500/kapita/tahun.
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
Strategi Umum dan Kebijakan
Strategi dan kebijakan pembangunan pertanian 2005-2009 disusun berlandaskan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN). Agenda pembangunan ekonomi dalam RPJMN yang terkait dengan pembangunan
pertanian, antara lain:
a. revitalisasi pertanian,
b. peningkatan investasi dan ekspor non-migas;
c. pemantapan stabilisasi ekonomi makro;
d. penanggulangan kemiskinan;
e. pembangunan perdesaan; dan

f. perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.


Revitalisasi pertanian antara lain diarahkan untuk meningkatkan:
a) kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95 persen dari kebutuhan;
b) diversifikasi produksi dan konsumsi pangan;
c) ketersediaan pangan asal ternak;
d) nilai tambah dan dayasaing produk pertanian;
e) produksi dan ekspor komoditas pertanian. Strategi umum untuk mencapai Tujuan dan sasaran pembangunan
pertanian adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas KKN.
b. b.Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian.
c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan.
d. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian.
e. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.
f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna.
g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian.
Arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang adalah:
a) Membangun basis bagi partisipasi petani;
b) Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian;
c) c.Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas;
d) Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian:
e) Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna;
f) Mewujudkan sistem inovasi pertanian;
g) Penyediaan sistem insentif dan perlindungan bagi petani;
h) h.Mewujudkan system usahatani bernilai tinggi melalui intensifikasi, diverdifikasi dan pewilayahan pengembangan
komoditas unggulan;
i) Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan;
j) Mewujudkan system rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh;
k) Menerapkan praktek pertanian dan manufaktur yang baik; dan
l) Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian.
Banyak kebijakan dan strategi yang terkait langsung dengan pembangunan pertanian, namun kewenangannya
berada diberbagai instansi lain. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan makro, kebijakan moneter, kebijakan
fiskal,kebijakan pengembangan industri, kebijakan perdagangan, pemasaran, dan kerjasama internasional, kebijakan
pengembangan infrastruktur khususnya pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan, kebijakan
pengembangan kelembagaan (termasuk didalamnya lembaga keuangan, fungsi penelitian dan pengembangan,
pengembangan SDM, dan pengembangan organisasi petani), kebijakan pendayagunaan dan rehabilitasi
sumberdaya alam dan lingkungan, kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru, dan kebijakan
pengembangan ketahananpangan.
Beberapa kebijakan strategis yang perlu ditekankan dan memerlukan penanganan segera yaitu:
a) Kebijakan ekonomi makro yang kondusif yaitu inflasi yang rendah, nilai tukar yang stabil dam suku bungan riil
positif.
b) Pembangunan infrastruktur pertanian meliputi pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, perluasan lahan

pertanian terutama di luar Jawa, pencegahan konversi lahan terutama di Jawa, pengembangan jalan usahatani dan
jalan produksi serta infrastruktur lainnya.
c) Kebijakan pembiayaan untuk mengembangkan lembagakeuangan yang khusus melayani sektor pertanian,
lembaga keuangan mikro, pembiayaan pola syaraiah, dan lainnya.
d) Kebijakan perdagangan yang memfasilitasi kelancaran pemasaran baik di pasar dalam negeri maupun ekspor.
Selain itu, untuk melindungi sektor pertanian dari persaingan di pasar dunia, diperlukan: (a) memperjuangkan konsep
Strategic Product (SP) dalam forum WTO; (b) penerapan tarif dan hambatan non-tarif untuk komoditas-komoditas
beras, kedelai, jagung, gula, beberapa produk hortikultura dan peternakan.
e) Kebijakan pengembangan industri yang lebih menekankan pada agroindustri skala kecil di perdesaan dalam
rangka meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petanai.
f) Kebijakan investasi yang kondusif untuk lebih mendorong minat investor dalam sektor pertanian.
g) Pembiayaan pembangunan yang lebih memprioritaskan anggaran untuk sector pertanian dan sektorsektorpendukungnya.
h) Perhatian pemerintah daerah pada pembangunan pertanian meliputi: infrastuktur pertanian, pemberdayaan
penyuluh pertanian, pengembangan instansi lingkup pertanian, menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi
dayasaing pertanian, serta alokasi APBD yang memadai.
Beberapa kebijakan yang langsung terkait dengan sektor pertanian dan dalam kewenangan atau memerlukan
masukan dari Departemen Pertanian adalah:
a. Kebijakan dalam pelaksanaan manajemen pembangunan yang bersih, transparan, dan bebas KKN, diarahkan
untuk menyusun kebijakan peningkatan kesejahteraan pegawai disertai penerapan reward and punishment secara
konsisten.
b. Kebijakan dalam peningkatan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen pembangunan pertanian,
diarahkan untuk: (a) peningkatan keterbukaan dalam perumusan kebijakan dan manajemen pembangunan
pertanian, (b) peningkatan evaluasi, pengawasan, dan pengendalian manajemen pembangunan pertanian,
(c)penyelarasan pembangunan pertanian antar sektor dan wilayah.
c. Kebijakan dalam memperluas dan meningatkatkan basis produksi secara berkelanjutan diarahkan untuk: (a)
peningkatan investasi swasta, (b) penataan hak, kepemilikan dan penggunaan lahan, (c) kebijakan pewilayahan
komoditas, dan (d) penataan sistem pewarisan lahan pertanian.
d. Kebijakan dalam meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan SDM pertanian diarahkan untuk: (a) menyusun
kebijakan revitalisasi penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan pertanian, (b) peningkatan peran serta
masyarakat, (c) peningkatan kompetensi dan moral aparatur pertanian, (d) penyelenggaraan pendidikan pertanian
bagi petani, dan (e) pengembangan kelembagaan petani.
e. Kebijakan dalam meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian diarahkan untuk: (a) pengembangan
sarana dan prasarana usaha pertanian, (b) pengembangan lembaga keuangan perdesaan, (c) pengembangan
sarana pengolahan dan pemasaran.
f. Kebijakan dalam meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna diarahkan untuk: (a) merespon
permasalahan dan kebutuhan pengguna, (b) mendukung optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian spesifik
lokasi, (c) pengembangan produk berdayasaing, (d) penyelarasan dan integrasi dengan penguasaan IPTEK
pertanian, dan (e) percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan umpan balik inovasi
pertanian.
g. Kebijakan dalam meningkatkan promosi dan proteksi komoditas pertanian, diarahkan untuk: (a) menyusun

kebijakan subsidi tepat sasaran dalam sarana produksi, harga output, dan bunga kredit untuk modal usahatani (b)
peningkatan ekspor dan pengendalian impor, (c) kebijakan penetapan tarif impor dan pengaturan impor, (d)
peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha, (e) perbaikan kualitas dan standardisasi produk melalui penerapan
teknologi produksi, pengelolaan pascapanen dan pengolahan hasil, dan (f) penguatan sistem pemasaran
danperlindungan usaha.
18-06-2013

Perkembangan KTT APEC Bali 2013

Indonesia Harus Perjuangkan Kedaulatan Pangan dan Kebijakan


Pertanian Pro Rakyat di KTT APEC Bali 2013
Penulis : Ferdiansyah Ali dan Hendrajit, Peneliti Global Future Institute
The world is looking to APEC as the engine for global growth because the Asia Pacific region has
demonstrated its resilience in the wake of the most recent financial crisis President Susilo Bambang
Yudhoyono at the APEC CEO Summit 2012 Vladivostok.
Kalau kita mencermati beberapa agenda strategis yang dipersiapkan para pemangku kebijakan ekonomi dan
politik luar negeri Indonesia menyongsong keketuaan dan ketuanrumahan Indonesia pada pada KTT APEC
Oktober
2013
mendatang,
sebenarnya
cukup
menjanjikan.
Setidaknya dalam forum pertemuan para pejabat senior APEC 2013 di Surabaya 7-19 April lalu, telah
mencanangkan
beberapa
isu
prioritas
yang
mencakup
antara
lain:
1.
Pembangunan
dan
investasi
infrastruktur
2.
Program
pemberdayaan
perempuan
dalam
perekonomian
3.
Peningkatan
daya
saing
UKM
(Usaha
Kecil
dan
Menengah)
4.
Perluasan
akses
kesehatan
5.
Promosi
kerja
sama
pendidikan
lintas
negara
6. Rencana kerangka konektivitas di Asia Pasifik yang akan memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia
dan
masyarakat
Asia
Pasifik
untuk
berpergian
dan
melangsungkan
perdagangan.
Dari enam agenda yang secara eksplisit telah disampaikan oleh Yuri O Thamrin, Ketua Sidang Pejabat Senior
APEC 2013 yang juga menjabat Direktur Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri, kiranya
sudah
cukup
jelas
secara
konseptual.
Namun dari penilaian Global Future Institute, terkesan agenda-agenda strategis tersebut tidak ditempatkan
dalam kerangka strategi kebijakan luar negeri dan sudut pandang geopolitik untuk memberdayakan posisi
tawar Indonesia dalam menghadapi kepentingan-kepentingan strategis korporasi-korporasi global asing,
terutama Amerika dan Uni Eropa.
Sehingga dikhawatirkan Indonesia justru akan masuk dalam perangkap skema dan strategi kebijakan
kapitalisme
global
di
Washington
dan
Uni
Eropa
yang
tergabung
dalam
G-7.
Maka sebagai latarbelakang dan pemetaan masalah sebelum kita sampai pada perumusan agenda-agenda
strategisnya, ada baiknya para pemangku kepentingan yang terlibat dalam perumusan kebijakan strategis
pada KTT APEC mendatang untuk mendalami terlebih dahulu kondisi obyektif yang berkembag di tanah air
saat
ini.
Mari

kita

Rapuhnya

simak

kondisi

Kedaulatan

obyektif
Sektor

di

sektor
Pertanian

pertanian,
dan

sekadar

sebagai

Pangan

contoh.
Indonesia

Pertama, saat ini Indonesia yang merupakan negara agraris dan menjadi lumbung hortikultura (sayur, buahbuahan dan bunga), namun anehnya malah mengalami kelangkaan. Masalah kelangkaan dan tingginya harga
produk-produk
hortikultura
sesungguhnya
tidak
perlu
terjadi
di
Indonesia.
Sebagai negara yang memiliki dua musim sebenarnya potensi Indonesia sebagai penghasil produk-produk
unggulan hortikultura hampir saja tidak memiliki pesaing. Artinya bahwa potensi Indonesia sungguh besar, yatu
memiliki kekayaan sumberdaya komoditas pertanian yang tinggi serta ketersediaan lahan pertanian yang lebih
luas. Variasi topografi dan model demografi untuk menghasilkan produk yang bervariasi juga terbuka luas.
Kedua, dengan merujuk pada pendapat Sabiq Carebesth, Pemerhati masalah Ekonomi Politik Pangan Jurnal
Sosial Agraria Agricola, dalam sebuah sistem, kegiatan kerja bertani tidak lagi semata-mata dilihat sebagai
sebuah kebudayaan bercocok tanam, melainkan bisnis. Bisnis lalu menyangkut politik berupa lobi-lobi,
patgulipat, kongkalikong, aturan pun diselenggarakan; siapa yang berhak memproduksi, mengedarkan, dan
siapa yang masuk dalam perencanaan sebagai sasaran pengguna sekaligus disebut korban. Pengedarnya
adalah pebisnis, yaitu mereka yang punya naluri, tenaga dan modal untuk menjadikan benih sebagai sumber
keuntungan.
Keuntungan itu lalu diakumulasi. Akumulasi keuntungan itu lalu terkonsentrasi hanya di tangan segelintir para
pebisnis yang menciptakan sistem monopoli. Monopoli lalu menjadikan sistem perbenihan dan pertanian
khususnya membangun oligopoli, Lantas siapa target sasaran bisnisnya yang kemudian jadi korban? Yang jadi
korban adalah para Petani kecil yang pada dasarnya masuk golongan ekonomi lemah dan kecil.
Merekalah target dari eksploitasi sistematis pemiskinan yang akan berlangsung pelan-pelan melalui politik
ketergantungan. Mula-mula benih, lama-lama pestisidanya, lalu yang paling parah adalah sistem bercocok
tanamnya,
lalu
corak
bermasyarakatnya.
Maka, monopoli tak terhindarkan, kartel menerapkan paham stelsel. Kartel domestik pada industri benih di
dalam negeri telah diduga dilakukan World Economic Forum Partnership on Indonesian Sustainable
Agriculture (WEFPISA) yang beranggotakan perusahaan-perusahaan multinasional yang telah lama mengincar
pasar
benih
dan
pangan
di
Indonesia.
Kartel

Pangan

Sementara itu, masih menurut Sabiq Carebesth, kartel internasional dan nasional pada sektor pangan diduga
mengendalikan harga, stok, dan pasokan komoditas pangan utama di dalam negeri. Di pasar internasional,
setidaknya terdapat 12 perusahaan multinasional yang diduga terlibat kartel serealia, agrokimia, dan bibit
tanaman pangan. Di dalam negeri ada 11 perusahaan dan enam pengusaha yang ditengarai menjalankan kartel
kedelai,
pakan
unggas,
dan
gula.
Negara sebagai sebuah institusi pelindung rakyat akhirnya harus berhadap-hadapan dengan organisasi
perdagangan yang memang berorientasi mengakumulasi keuntungan. Tak pelak keanggotaan Indonesia di
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah membuka jalan bagi perusahaan multinasional memonopoli usaha
perbenihan
dan
pangan.
Komite Ekonomi Nasional (KEN) misalnya menyebutkan di pasar internasional terdapat empat pedagang besar
yang disebut ABCD, yaitu Acher Daniels Midland (ADM), Bunge, Cargill, dan Louis Dreyfus. Mereka menguasai
sekitar 90 persen pangsa perdagangan serealia (biji-bijian) dunia. Struktur pasar komoditas pangan juga
memiliki
kecenderungan
oligopolistik.
Dalam industri agrokimia global juga terdapat enam perusahaan multinasional, yaitu Dupont, Monsanto,
Syngenta, Dow, Bayer, dan BASF yang menguasai 75 persen pangsa pasar global. Dalam industri bibit terdapat
empat perusahaan multinasional, yakni Monsanto, Dupont, Syngenta, dan Limagrain, dengan penguasaan 50

persen

perdagangan

bibit

global.

Pada sektor pangan, kartel juga terjadi pada industri pangan dan impor. Indikasinya, satu per satu perusahaan
makanan domestik diakuisisi perusahaan asing. Misalnya, Aqua diakuisisi Danone (Prancis), ABC diakuisisi
Unilever (Inggris), dan Kecap Bango dikuasai Heinz (Amerika). Sementara itu, tren misalnya pada impor daging
mayoritas rupanya dari Australia, bawang putih dari Tiongkok, dan bawang merah dari Filipina.
Belum lagi apa yang disampaikan oleh pengamat ekonomi pertanian UGM, Prof. Dr. Moch. Maksum Machfoedz,
dimana sembilan komoditas pangan nasional hampir semuanya impor. Disebutkan bahwa komoditas gandum
dan terigu masih impor 100%, bawang putih 90%, susu 70%, daging sapi 36%, bibit ayam ras 100%, kedelai 65%,
gula
40%,
jagung
10%,
dan
garam
70%.
Sementara informasi yang disampaian Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, mengatakan
produksi dan distribusi sayuran seperti tomat, cabai, seledri dan bawang di kawasan Garut dan Lembang juga
telah dikuasai oleh Indofood Frito Lay, Heinz ABC, dan Del Monte. Sedangkan produksi dan distribusi kacangkacangan, jagung, dan serelia di kawasan Bandung Timur, Subang, dan Purwakarta dikuasai oleh Cargill dan
Charoen
Pokphand.
Bidang saprotan, juga tidak lepas dari dominasi perusahaan asing dengan beroperasinya Ciba Geigy dari
Jepang, BASF dan Bayer dari Jerman, serta Novartis dari Amerika Serikat yang menguasai jalur distribusi
pestisida.Hal serupa juga terjadi di bidang pembenihan dengan kehadiran Monsanto yang mengembangkan
bibit
jagung
dan
kedelai,
serta
beberapa
perusahaan
Jepang
untuk
bibit
sayuran.
Hal tersebut kemudian berdampak langsung pada maraknya kriminalisasi dan hilangnya kedaulatan petani
dalam mengelola sumber pangan nasional, target swasembada pangan berkala pada 2014 akan jadi isapan
jempol belaka. Tak pelak, Indonesia terperangkap dalam liberalisasi perdagangan yang mengakibatkan
Indonesia
dibanjiri
produk
pangan
dan
manufaktur
impor.
Amerika

Serikat

Tekan

Indonesia

Agar

Cabut

Pembatasan

Impor

Holtikultura

Masih soal holtikultura, satu lagi kenyataan obyektif yang kiranya Kementerian Luar Negeri dan Kementerian
Perekonomian perlu mencermati secara seksama. Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia akhirnya
mengalah menyikapi laporan Pemerintah Amerika Serikat ke Badan Perdagangan Dunia (WTO), atas peraturan
impor hortikultura dengan melakukan pelarangan dan pembatasan buah dan sayuran. Karenanya, Pemerintah
akan melakukan revisi Permentan nomor 60 Tahun 2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura
(RIPH).
Hal ini terkait dengan langkah Indonesia memberlakukan Permentan No. 60 tahun 20012 tentang pembatasan
impor Holtikultura (sayur dan buah), sehingga AS) gencar memprotes aturan tersebut. Bahkan Indonesia
diadukan ke WTO. Setelah melakukan pertemuan antara perwakilan AS dan Indonesia di Jenewa beberapa
waktu
lalu
akhirnya
pemerintah
indonesia
berencana
merevisi
aturan
tersebut.
Pemerintah mengeluarkan aturan Permentan 60 Tahun 2012 dan Permendang Nomor 60 Tahun 2012 terkait
pengaturan
importasi
20
komoditas
hortikultura.
Aturan tersebut dikeluarkan karena dianggap produksi dalam negeri masih mencukupi sehingga pemerintah
melarang 13 komoditas hortikultura masuk ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu, diantaranya durian,
nanas, melon, pisag, mangga, pepaya, kentang, kubis, wortel, cabe, krisan, anggrek dan heliconia.
Sementara 7 komoditas hotrikultura yang dibatasi jumlah impornya di antaranya Bawang yang diterdiri dari
bawang bombay, bawang merah dan bawang putih, kemudian Jeruk yang terdiri dari jeruk siam, jeruk
mandarin,
lemon,
dan
grapefruit
atau
pamelo,
anggur,
apel
dan
lengkeng.

Dari 300 Komoditas hanya 90 sampai 92 komoditas yang diperdagangkan. Dari jumlah itu 20 komoditas yang
diatur dalam Permentan nomor 60 Tahun 2012. Dari 20 komoditas tersebut 7 komoditas hortikultura yang
dibatasi
jumlah
kuota
impornya.
Dari gambaran tersebut di atas, pemerintah Indonesia sudah seharusnya menyadari adanya sisi rawan dari
kedaulatan kita di sektor pertanian dan sektor pangan, akibat kuatnya pengaruh dan tekanan korporasikorporasi asing dalam pembuatan kebijakan strategis di sektor pertanian dan pangan.
Dan yang yang mengecewakan kami dari Global Future Institute, pemberdayaan sektor pertanian dan pangan
sama sekali tidak dimasukkan sebagai salah satu isu prioritas sebagaimana disampaikan oleh Yuli O Thamrin
pada
Sidang
Pertemuan
Pejabat
Senior
APEC
di
Surabaya
April
lalu.
Padahal, berdasarkan data kementerian Pertanian menunjukan perkembangan impor buah dan sayur
mengalami perkembangan yang sangat drastis. Pada tahun 2008, nilai impor produk hortikultura mencapai
881,6 juta dollar AS, tetapi pada 2011 nilai impor produk hortikultura sudah mencapai 1.7 miliar dollar AS
(dengan
kurs
Rp.
9.500,
sekitar
Rp
16,15
triliun).
Komoditas hortikultura yang di impornya paling tinggi adalah bawang putih senilai 242,4 juta dollar AS (sekitar
Rp. 2,3 triliun), buah apel sebanyak 153,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 1,46 triliun), jeruk 150,3 juta dollar AS
(sekitar Rp. 1,43 triliun) serta anggur sebanyak 99,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 943 miliar).
Karena itu kita kiranya cukup beralasan dengan membanjirnya produk holtikultura impor. Seakan produk
holtikultura tidak mampu bersaing, padahal kita sangat mampu bersaing di tingkat internasional.
Padahal pada kenyataannya, Komoditas hortikultura lokal selama ini telah memberikan pendapatan yang besar
bagi negara, Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka PDB
hortikultura tahun 2005 sebesar Rp 61.729 miliar meningkat menjadi Rp 88.334 miliar pada tahun 2010.
Dengan PDB terbesar di sumbang dari komoditas buah, disusul sayuran, hias dan tanaman obat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Maka penyebabnya adalah besarnya pengaruh skema kapitalisme global lewat
beberapa korporasi asing, sehingga
holtikultra produk import bisa merajalela di Indonesia.
Pada tataran ini, Indonesia dalam KTT APEC 2013 harus punya kontra skema untuk mematahkan monopoli
kartel-kartel asing tersebut. Sehingga agenda-agenda strategis Indonesia pada KTT APEC 2013 mendatang
benar-benar
membumi.
Kontra Skema Indonesia dalam KTT APEC 2013 harus didasari gagasan untuk melakukan proteksi terhadap
kelompok-kelompok ekonomi menengah dan kecil. Pada tingkatan ini, merumuskan perlunya peningkatan daya
saing UKM dimasukkan dalam salah satu isu prioritas kiranya sudah berada di jalan yang tepat. Hanya saja
belum tergambar secara jelas strategi pemerintah Indonesia dalam menjabarkan isu tersebut pada KTT APEC
2013
mendatang.
Dalam hal kedaulatan atau kemandirian pangan, misalnya, harus didasari untuk melindungi kepentingan para
petani. Program kemandirian pangan berarti juga harus diikuti dengan diberlakukannya kebijakan melarang
pemberlakuan bebas bea masuk pangan impor. Sehingga skema kedaulatan ekonomi dan khususnya pangan,
akan mampu membendung gempuran produk-produk impor dari luar negeri terhadap produk dalam negeri.
Dalam hal memberlakukan kebijakan proteksi terhadap pertanian dalam negeri, ada baiknya mencontoh Cina
dan Rusia. Bagaimana kedua negara tersebut ketika memberlakukan kebijakan pertanian pro rakyat dalam
bidang unggas misalnya, pakan pun diproteksi, bahkan diberikan secara gratis, untuk melindungi para
petaninya.

Dengan mengambil inspirasi dari Cina maupun dari Rusia, yang kebetulan saat ini menjadi menjadi Ketua APEC
menyusul KTT APEC di Vladivostok tahun lalu, sudah saatnya pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
pangan yang pro pertanian. Dengan memberikan perlindungan terhadap petani mulai dari harga jual, bibit,
pakan,
bahkan
hingga
kebijakan
agro
industry
yang
melindungi
petani.
Apalagi diperkuat oleh berbagai fakta yang disampaikan beberapa pakar bahwa pangan lokal ternyata memiliki
potensi lebih baik daripada bahan impor karena kesesuaian biologis yang lebih tinggi dengan manusia dan
mikrobiota
lokal
Indonesia.
Saatnya pemerintah harus tegas dan konsisten dengan target pencapaian kedaulatan pangan. Jangan mau
diatur-atur oleh para importir. Dalam fluktuasi harga pangan, sudah beberapa kali pemerintah dipermainkan
oleh kelompok tertentu karena Indonesia tidak mandiri dalam hal pangan. Pola yang sama digunakan para
importir saat terjadi kelangkaan kedelai beberapa waktu lalu.

SOLUSI PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN

Oleh: Karta Jaya H Tambunan

Pertanian merupakan jantung pertahanan bagi ketahanan pangan Indonesia saat ini. Selain itu juga,
pertanian adalah sektor utama penyedia bahan pangan, baik bagi manusiamaupun pakan bagi
ternak/hewan dan ikan yang merupakan bagian dari siklus pertanian itu sendiri. Meninggalkan sektor
pertanian dalam pembangunan nasional, terutama dalam ketahanan panganakan membawa bangsa ini
kepada krisis. Namun, membangun pertanian Indonesia tanpa komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan
petani, peternak, dan nelayan akan membawa bangsa ini kepada krisis keadilan juga. Dari gambaran krisis
ini, terdapat kaitan yang sangat erat antara ketahanan pangan dan pertanian yang tidak dapat dipisahkan.
Tanpa pertanian yang maju, ketahanan pangan tidak akan sukses, dan tanpa ketahanan pangan yang baik,
bangsa ini akan mengalami suatu masalah yang sangat serius yaitu kelaparan dan kemiskinan. Tetapi
masalah itu dapat kita selesaikan dengan menjadikan pertanian Indonesia yang menjadi solusi untuk
meningkatkan ketahanan pangan di negara kita.
Mendorong pembangunan pertanian yang menjanjikan merupakan salah satu usaha untuk mensejahterakan
rakyatIndonesia khususnya. Tentu pemikiran ini adalah sebuah langkah untuk menaggapi permasalahan
kemiskinan dan kelaparan di Indonesia. Usaha memajukan pertanian ini akan terus disempurnakan sehingga
sampai pada langkah-langkah operasional yang diperlukan pemangku kepentingandalam pemberdayaan
pertanian ini.
Berbagai bentuk krisis pangantelah terjadi selama ini yang merupakan bukti bahwa lemahnyasektor
pertanian dalam pemenuhan pangan di Indonesia, sehingga mengakibatkan banyak terdapat keluarga petani
Indonesia yang ketahanan pangannya rendah yang mengakibatkan kemiskinan bahkan menimbulkan
penyakit kekurangan gizi pada anak-anak dan penyakit busung lapar. Sehingga solusi terhadap persoalan
pangan iniakan selalu terkait denganmasalah kemiskinan dan kelaparan.
Kesejahteraanpetaniyang relatif rendahsaat iniakan sangat menentukan prospek ketahanan pangandi
Indonesia ke depannya. Kesejahteraan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor yang timbul dan
keterbatasan petani, diantaranya yangpalingutama adalah :
a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif yang mendukung pekerjaan
mereka,kecuali tenaga kerjanya
b. Luas lahan pertanian yang sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi
c. Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaandan penyuluhan pertanian
d. Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih memadai untuk
mereka terapkan
e. Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai
f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar yang sangat lemah
g. Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petaniitusendiri.

Estimasi kebutuhan pangan yang ideal harus disediakan dan dikonsumsi masyarakat untuk mencapai gizi
seimbang yang dapat diproyeksikan dengan pendekatan interpolasi linier untuk mencapai Skor PPH 100
pada tahun 2020. Penetepan angka 2020 ini merupakan kesepakatan yang diambil dan didasarkan atas
pertimbangan bahwa setelah mencapai MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 (menurunkan
kelaparan sampai setengahnya). Adapun Proyeksi Konsumsi dan Penyediaan Pangan di Indonesia dengan
mengacu PPH pada tahun 2020 disajikan pada tabel berikut ini.

N Kelompok/Jenis
o
Pangan
Padi-padian

Beras
Jagung
1
Terigu
Subtotal Padipadian
Umbi-umbian

Ubi Kayu
Ubi Jalar
Sagu
2
Kentang
Umbi Lainnya
Subtotal Umbiumbian
Pangan Hewani

Ikan
Daging
Ruminansia
3 Daging Unggas
Telur
Susu
Subtotal Pangan
Hewani
Sayur dan Buah

Sayur
4 Buah
Subtotal Sayur
dan Buah
Minyak dan
Lemak
5 Minyak Kelapa

Minyak Sawit
Minyak Lain
Subtotal Minyak
dan Lemak

Konsumsi

Penyediaan

21.728
307
1.961

23.901
337
2.158

23.987

26.386

5.242
1.233
222
768
384

5.767
1.357
245
845
423

7.850

8.635

7.512

8.263

671

738

1.103
2.291
658

1.214
2.520
724

12.212

13.433

14.277
5.785

15.705
6.363

20.062

22.068

<="" td="" style="margin: <="" td="" style="margin:


0px; padding: 0px; font0px; padding: 0px; fontsize: 11px; vertical-align:
size: 11px; vertical-align:
top;">
top;">
906
996
1.233
1.356
42
47
2.181

2.399

<="" td="" style="margin: <="" td="" style="margin:


0px; padding: 0px; font0px; padding: 0px; fontsize: 11px; vertical-align:
size: 11px; vertical-align:
top;">
top;">
Kacang Tanah
223
245
6 Kacang Kedelai
2.533
2.786
Kacang Hijau
227
Kacang lain
Subtotal
Kacang3.053
3.358
kacangan
Gula
Gula Pasir
2.248
2.472
7 Gula Merah
269
296
Sirup
Subtotal Gula
2.617
2.878
8 Sayur dan Buah
Sayur
14.277
15.705
Kacangkacangan

Buah
Subtotal Sayur
dan Buah
Lain-Lain

Minuman
Bumbu
9
Lainnya
Subtotal LainLain
Sumber : Martianto dkk (2006)

5.785

6.363

20.062

22.068

885
419
-

974
461
-

1.308

1.439

Pada tabel di atas terlihat, bahwa sepanjang terdapat konvergensi dari jaminan interpolasi linear ini maka
ketahanan pangan nasional tidak akan berkurang. Namun, masalahnya sekarang adalah masih adanya
kekurangan dalam tatanan distribusi, akses, dan konsumsi dari bahan pangan tersebut. Pada kenyataannya
hal ini sangat sulit untuk diatasi, sehingga menyebabkan kenaikan harga pangan di pasar sangat pesat
dibanding tahun 2007 yang mungkin dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal juga.
Adapun faktor eksternal adalah : 1) adanya kenaikan harga pangan di pasar dunia, 2) menurunnya
produksipangan dunia karena perubahan iklim terutama masalah kekeringan di negara produsen serta
menurunnya luas areal panen, 3) pengaruh kenaikan harga minyak bumi yang menyebabkan ongkos
produksi naik, 4) adanya perubahan iklim global dan konversi komoditas pangan ke bahan bakar nabati, 5)
adanya penguasaan perdagangan biji-bijian oleh beberapa korporasi multinasional, dan 6) masuknya
investor di bursa komoditas. Penyebab faktor internalnya adalah: 1) adanya konversi lahan sawah untuk
pemukiman dan industri, 2)luas areal panen hanya mengalami peningkatan yang sangat kecil (sekitar 1,4 %
pada tahun 2008), 3) produktivitas relatif tetap, 4) margin yang diterima petani untuk tanaman pangan
sangat rendah dibandingkan komoditas hortikultura, dan 5) harga komoditas tanaman pangan yang relatif
rendah.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin pesat juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan suatu
negara. Penduduk Indonesia pada tahun 2035 diperkirakan akan bertambah menjadi 2 kali lipat dan
jumlahnya sekarang, menjadi 400 juta jiwa. Dengan meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, terjadi pula peningkatan konsumsi/kapita untuk berbagai pangan. Akibatnya, dalam waktu 35
tahun yang akan datang Indonesia memerlukan tambahan ketersediaan pangan yang lebih dari 2 kali jumlah
kebutuhan saat ini.
Penduduk Indonesia 1900 - 2035
Tahun

Jumlah

1900
1930

40 juta
60 juta

1960

95 juta

1990

180 juta

2000

210 juta

2035

400 juta

Diawal abad ke 20, selama 30 tahun penduduk Indonesia bertambah 20 juta jiwa, dan diawal abad 21,
selama 30 tahun penduduk Indonesia bertambah hampir 200 juta jiwa. Penduduk Indonesia menjadi 5 kali
lipat dalam waktu 100 tahun.Akibat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan produksi bahan
pangan yang menurun di Indonesia, mengakibatkan Indonesia harus mengimpor bahan pangan dari luar
negeri. Contoh konkritnya adalah kedelai yang diimpor pada tahun 1990-1998 hanya berkisar antara
343.000-541.000 ton, meningkat tajam sejak tahun 1999-20007 menjadi antara 1.133.000-1.343.000 ton.
Dari permasalahan di atas, dapat kita berikan argumen bahwa pertanian Indonesia masih memerlukan
perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak untuk mensejahterakan petani dan untuk meningkatkan
ketahanan pangan di negara ini. Dan tidak lepas dari perhatian pemerintah sebagai penyelenggara
peraturan, pembinan dan pengawas terhadap pertanian Indonesia. Masalah-masalah yang dihadapi negara
kita inibukanlah yang pertama kali terjadi di dunia ini. Masalah yang kita alami initelah pernah dialami oleh
banyak negara lain dan banyak yang dapat mengatasinya dengan sukses.Seharusnya negara kita belajar
dari pengalaman negara tersebut untuk mengatasi masalah yang ini. Di samping itu juga peran masyarakat
maupun pihak swasta juga sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini serta memajukan pertanian
Inndonesia yang berkelanjutan.
Agar penbangunan pertanian memiliki arah yang jelasdan berkesinambungan, negara perlu menetapkan
politik pertanianyaitu keputusan sangat mendasar dibidang pertanian pada tingkat negara, yang menjadi

arah ke depan, untuk menjadi acuan semua pihak yang terlibat, dengan sasaran membangun kemandirian di
bidang pangan.
Memang, isu tentang penbangunan pertanian sudah cukup lama dibahas, namun hingga saat ini belum
terlihat langkah-langkah yang kongkret serta efektifuntuk meningkatkan pertanian yang mandiri. Yang terjadi
malah Indonesia semakin tergantung dengan impor bahan pangan,serta kebijakan-kebijakan yang ditempuh
pemerintah justru semakin menekan pertanian Indonesia itu sendiri, seperti membebaskan bea masuk
untuk impor gandum dan kedelaiyang menguasai pasar Indonesia.Padahal pertanian Indonesia sangat
mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan. Untuk itu pemerintah berperan dalam memfasilitasi
kondisi yang kondusif bagi masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam pembangunan pangandalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan. Selain pemerintah, kita juga perlu menjalin kerjasama dengan
pemerintah untuk menanggulangi masalah ketahanan pangan ini. Dan inimenjadi tanggung jawab semua
pihak. Untuk itu perlu dikembangkan suatu komitmen dan kerjasama diantara semua pihak terutama dalam
bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (yang antara lain direpresentasikan
oleh kalangan LSM dan perguruan tinggi).Tugas pemerintah adalah menyelenggarakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian, pengawasan terhadap ketersediaan pangan, kecukupan , perataan pangan, baik
dalam jumlah, mutu, aman, bergizi, beragam, serta harga, distribusi, daya beli masyarakat. Upaya untuk
terciptaanyakondisi tersebut, makapemerintahmenetapkan target pembangunan pertanian Indonesia ke
depannya, yaitu peningkatan pada produksi dan swasembada yang berkelanjutan, diversifikasi pangan,nilai
tambahpada produk pertanian Indonesia, daya saingdengan produk luar, ekspor, serta peningkatan
kesejahteraan petani, peternak dan nelayan dengan visi pertanian Indonesia tahun 2009-2014 adalah
menjadikan Pertanian Indonesia menjadi pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis
sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan
petani. Oleh karena itu, perspektif baru yang harus diterapkan adalah perspektif
pembangunanpertanianyang berkedaulatan berkeadilan, , danberkelanjutan yang harus mewarnai
pembangunan dan penataan sektor dan bidang-bidang tersebut. Ketiga prinsip tersebut didasarkan pada
akar persoalan bangsa Indonesia yang masih terperangkap ke dalam ketergantungan dengan pihak asing
baik dalam pemikiran pembangunan, peraturan perundangan, formulasi dan implementasi kebijakan, aspekaspek kehidupan sosial, maupun birokrasi.
Prinsip-prinsip pembangunan yang berkedaulatan adalah mencakup hal-hal di bawah ini :
1)

Pemikiran pembangunan yang lebih mencerminkan kepada kedaulatan rakyat

2)
Peraturan perundang-undangan yang mencerminkan kedaulatan dan pemihakan terhadap kepentingan
rakyat banyak
3)

Kebijakan ekonomi-politik yang berorientasi kepada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

4)

Berdaulat dalam pengalokasian sumber-sumber keuangan untuk kesejahteraan rakyat

5)

Rezim devisa yang lebih berdaya guna untuk pengembangan ekonomi yang mensejahterakan rakyat

6)
Kedaulatan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat
7)
Perlindungan dan penguatan terhadap munculnya kelompok-kelompok tani, nelayan, peternak,
perkebunan yang berdaulat dalam mengatur dan mengembangkan sumberdaya.

Prinsip-prinsip pembangunan yang berkeadilan adalah sebagai berikut :


1)

Pemikiran pembangunan yang lebih menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat

2)

Kesetaraan akses, pemanfaatan, dan kontrol bagi rakyat atas sumber-sumber ekonomi

3)

Kebijakan ekonomi-politik yang lebih berkeadilan bagi rakyat banyak

4)

Keadilan dalam alokasi sumber-sumber keuangan untuk mengoreksi ketimpangan sosial ekonomi

5)
Penegakan hukum untuk menjamin keadilan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber sumber
ekonomi bagi rakyat banyak

Adapun prinsip-prinsip berkelanjutan adalah sebagai berikut :

1)
Integrasi prinsip-prinsip yang berkelanjutan dalam formulasi kebijakan, rencana, dan program
pembangunan
2)
Pemulihan kualitas lingkungan dan stok sumberdaya alam untuk mencegah ancaman terhadap
ketidakberlanjutan pembangunan

Perspektif baru pembangunan pertanian ini mengajukan sumberdaya alam domestik untuk dikelola dengan
berbasis IPTEK yang tepat guna, memadai, dan mempunyai daya dukung lingkungan. Sehingga perspektif
pembangunan pertanian ini membutuhkan peran negara dan pasar secara proporsional, tepat guna, dan
bijak. Dalam kaitan tersebut, terdapat peluang untuk menciptakan kebijakan fiskal progresif yang
membangun infrastruktur pertanian dalam arti luas dan perdesaan yang ditopang oleh kebijakan moneter
yang tepat serta pergeseran dari kebijakan sistem perbankan berbasis cabang kepada sistem perbankan
yang berbasis unit dimana pengembangan kebutuhan kredit diidentifikasikan berdasarkan stimulus lokal.
Dengan perspektif baru tersebut maka diperlukan pengarahan kembali (redirecting) strategi dan kebijakan
pembangunan yang diharapkan mencapai bangsa mandiri yang didukung pertanian dan pedesaan yang
tangguh untuk meningkatkan ketahanan pangan. Berdasarkan analisis terhadap krisis-krisis bangsa
khususnya pangan, maka reorientasi kebijakan dasar yang diperlukan adalah perubahan strategi
pembangunan dan penataan ruang berimbang yang berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, reforma
agraria, percepatan pembangunan pedesaan. Pengarahan kembali strategi dan kebijakan ini dilakukan
berdasarkan isu-isu krisis bangsa yang sekarang ini terjadi. Perspektif baru pembangunan merupakan
kerangka memandang strategi dan kebijakan di bidang ekonomi, pangan, ekologi, dan pertanian.

MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN


Oleh: Ir. Gunarif Taib, M.Si.
I. PERANAN SEKTOR PERTANIAN
Penduduk Sumatera Barat berjumlah 4,6 juta jiwa atau 1,1 juta KK (Kepala Keluarga) dan 60 persen
diantaranya (640.000 KK) bergerak dalam sektor pertanian. Kalau dilihat dari Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Sumatera Barat Tahun 2006 maka sektor petanian hanya memberikan kontribusiya 25,26
persen yang terdiri dari tanaman pangan 13,11%, perkebunan 5,60%, peternakan 2,04%, kehutanan
1,50%, dan perikanan 3,01%. Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini diperlukan
terobosan antara lain berupa upaya peningkatan efisiensi biaya produksi dan mengusahakan adanya nilai
tambah melalui proses penanganan dan pengolahan hasil produk pertanian. Peningkatan efisiensi biaya
produksi bisa dicapai dengan pengelolaan yang efektif dan efisien, untuk itu aspek manajerial dalam
usaha tani perlu mendapat perhatian selain dari upaya penerapan teknologi. Proses nilai tambah bisa
diperoleh melalui penanganan pada pasca panen seperti melakukan sortasi/grading dan pengemasan
sehingga harga jual bisa ditingkatkan. Selain itu juga bisa dilakukan pengolahan bahan segar menjadi
produk olahan yang mempunyai prospek pasar cukup baik. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam
berwirausaha pada sektor pertanian khususnya dalam penanganan dan pengolahan hasil tersebut perlu
diperhatikan aspek manajemen dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Saat ini wirausaha di sektor
pertanian umumnya dikuasai oleh pedagang sehingga petani hanya diposisikan sebagai penerima harga
sedangkan penentuan harga berada di tangan pedagang. Hal ini sangat merugikan petani karena
keuntungan terbesar sesungguhnya berada pada tata niaga/pemasaran dan industri pengolahan. Untuk
mengatasi hal ini diperlukan pemberdayaan petani untuk bisa bergerak pada rantai tata niaga dan
industri pengolahan. Upaya ini akan sulit dilakukan bila petani bergerak secara perorangan sehingga
diperlukan pembentukan kelompok yang solid. Dalam kegiatan kelompok perlu diperhatikan aspek
manajemen sehingga kelompok tersebut mempunyai perencanaan yang baik, mampu melakukan evaluasi
dengan tepat dan semua kegiatan terdokumentasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan kelompok
bisa berkembang dengan cepat dan keuntungan secara ekonomis bisa diperoleh. Dalam pengelolaan
kegiatan agribisnis juga perlu diperhatikan karakteristik komoditi pertanian yang sangat spesifik untuk
mengantisipasi kemungkinan kerugian dalam berusaha.
II. KARAKTERISTIK PRODUK PERTANIAN Manajemen Agribisnis merupakan bagian dari ilmu
manajemen yang spesifik karena berhadapan dengan produk pertanian yang mempunyai sifat khusus
sebagai berikut :
1. Mudah rusak Produk pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura sangat mudah rusak
sehingga harus segera dipasarkan atau diolah menjadi produk olahan. Dalam hal ini bila produk akan

dipasarkan dalam bentuk segar maka sangat perlu proses penanganan pasca panen untuk meningkatkan
nilai tambah seperti melakukan pencucian, sortasi/grading dan pengemasan. Dengan perlakuan seperti
ini beberapa komoditi bisa dipasarkan pada segmen pasar yang berbeda sehingga bisa diperoleh tingkat
keuntungan yang lebih besar. Pada industri pengolahan perlu perlakuan untuk memperpanjang daya
simpan bahan segar seperti pendinginan, pengeringan dll. Produk pertanian yang dipasarkan dalam
keadaan segar biasanya yang berkualitas baik sementara yang berkualitas kurang baik diolah menjadi
aneka jenis makanan/minuman. Selain itu pengolahan juga bisa dilakukan terhadap produk yang terlalu
banyak jumlahnya, akan tetapi perlu memperkirakan jumlah produksi untuk mengantisipasi kurangnya
bahan baku pada kondisi tertentu.
2. Musiman Kebanyakan produk pertanian tidak dapat diproduksi pada setiap saat dan pada setiap
tempat sehingga perlu penanganan khusus pada saat panen melimpah dan sebaliknya juga perlu langkah
antisipatif pada saat produksi menurun. Hal ini sangat mempengaruhi harga jual produk pertanian
tersebut. Untuk industri produk olahan perlu membuat perkiraan daya serap pasar sehingga bisa
direncanakan jumlah produksi pada saat panen melimpah guna mengantisipasi penurunan pasokan
bahan pada saat jumlah panen menurun.
3. Volume besar Umumnya produk pertanian mempunyai volume yang besar, untuk itu perlu
penanganan seperti pengeringan, sortasi dan pengolahan untuk mengatasinya. Industri pengolahan
merupakan salah satu langkah yang tepat guna memperoleh nilai tambah selain untuk mengatasi
penjualan produk segar yang volumenya relatif besar.
III. PENERAPAN MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN Dalam berwirausaha pada
sektor pertanian sangat diperlukan perhitungan yang cermat guna melakukan berbagai langka antisipatif
agar terhindar dari resiko kerugian. Untuk itu diperlukan memperhatkan beberapa hal berikut ini :
1. KETERSEDIAAN ABAHAN BAKU Berwirausaha pada industri pengolahan produk pertanian harus
selalu memperhatikan ketersediaan bahan baku yang meliputi mutu, jumlah dan kontinyuitas. Sebelum
memulai usaha sangat perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang tidak terjamin
ketersediaannya akan mengganggu proses produksi sedangkan mutu bahan baku yang tidak stabil akan
menurunkan mutu produk olahan yang dihasilkan
2. PEMASARAN Pada saat ini permintaan pasar untuk berbagai produk olahan cukup tinggi namun
memang sangat diperlukan kejelian produsen dalam hal pemasaran. Kegiatan usaha yang dikordinir
dalam suatu kelompok akan lebih mampu menembus pasar bila dibandingkan dengan usaha
perseorangan. Namun demikian kelompok usaha ini harus mampu menciptakan manajemen usaha yang
baik sehingga keuntungan dapat dinikmati oleh semua anggota kelompok secara wajar. Semua produk
yang akan dipasarkan harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :
Permintaan pasar Penentuan jenis produk yang dihasilkan harus berdasarkan permintaan pasar, hal ini
bisa diketahui dengan cara melihat beberapa toko untuk melihat dan mengetahui produk apa yang
banyak terjual. Selain itu bisa juga diamati minat konsumen secara langsung di pasaran.
Persaingan Pasar Dalam berwirausaha setiap produsen harus siap untuk bersaing dengan produsen
lainnya. Untuk bersaing dan memenangkan persaingan perlu dikaji kelebihan produk lain agar kita
minimal bisa mengimbanginya sehingga tidak ditinggalkan oleh konsumen. Persaingan pasar antara lain
dipengaruhi oleh harga,mutu dan tampilan produk. Untuk itu kebersihan produk dan penampilan
kemasan seringkali menjadi perhatian utama bagi konsumen. Perkembangan/tren pasar Saat sekarang
pasar sangat dinamis, produk yang mengusai pasar seringkali berubah dari waktu kewaktu, kecuali
beberapa produk yang sudah dikenal sebagai produk spesifik dari suatu daerah. Agar kita tidak tertinggal
oleh produsen lainnya maka perkembangan/tren pasar ini harus selalu dicermati.
Perubahan selera konsumen Selera konsumen juga bisa mengalami perubahan, hal ini antara lain
disebabkan oleh promosi produk tertentu, tingkat pendapatan masyarakat, kesadaran terhadap
kesehatan, dan kejadian-kejadian khusus di tengah-tengah masyarakat misalnya berita tentang
penggunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya. Namun demikian perubahan selera konsumen ini
ada yang sifatnya permanen dan ada yang hanya sesaat saja. Perubahan selera konsumen ini ada kalanya
menjadi hambatan/tantangan namun demikian bisa juga menjadi suatu peluang bagi produsen yang
kreatif.
3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Teknologi pengolahan hasil pertanian sudah sangat berkembang, untuk
itu perlu dipilih teknologi yang tidak memerlukan peralatan yang mahal, sesuai dengan kondisi yang
diperlukan, proses pengolahan mudah dilakukan dan biaya produksinya juga relatif rendah. Dalam
pemilihat alat juga harus diperhatikan kapasitas alat, spesifikasi teknis seperti daya listrik dsb. Dalam
pemilihan teknologi juga harus diupayakan pengolahan yang bisa memanfaatkan limbah menjadi produk

yang bisa dipasarkan. Pada proses pengolahan perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini : Pengendalian
mutu : Proses pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya
saing tinggi, untuk itu perlu diperhatikan hal berikut ini :
Standarisasi bahan baku/bahan mentah
Standarisasi Proses Pengolahan
Standarisasi alat/mesin pengolahan
Kelas mutu
Masa kadaluarsa
Pengemasan ( Pembotolan, Pengalengan, Pembungkusan dll )
Penyimpanan produk akhir yang antara lain meliputi meliputi cara penumpukan, penyinaran,
kelembaban, suhu, lama penyimpanan dll.
4. TENAGA KERJA
Pengelolaan tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat menentukan tingkat efisiensi biaya
produksi. Dalam agribisnis harus bisa ditentukan dengan tepat tingkat kemampuan/ketrampian yang
harus dimiliki oleh tenaga kerja yang digunakan selain itu juga harus dihitung dengan cermat jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan serta pembagian kerjanya. Pada industri makanan saat ini bila jumlah
penjualan perhari masih dibawah Rp. 500.000,- maka usaha tersebut sebaiknya hanya dikerjakan oleh
anggota keluarga saja karena secara ekonomis belum layak untuk mengeluarkan gaji untuk tenaga kerja
tambahan yang diupah.
5. MODAL USAHA Untuk memulai usaha sangat perlu mempertimbangkan modal usaha yang
diperlukan. Dalam hal ini sangat perlu memulai usaha dengan menggunakan modal sendiri atau modal
kelompok, sebisa mungkin harus dihindari menggunakan modal berupa pinjaman. Selain itu dalam
memulai produksi juga harus dipertimbangkan biaya produksi untuk beberapa kali proses produksi, hal
ini disebabkan karena suatu usaha baru dalam waktu tertentu belum akan memperolah keuntungan yang
tetap sehingga diperlukan ketersediaan modal usaha.
6. MANAJEMEN Dalam mengelola usaha perlu diperhatikan masalah manajemen usaha. Hal ini
dilakukan agar suatu usaha terkelola dengan baik. Manajemen perlu memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan pengelolaan dana, proses produksi, tenaga kerja dan pemasaran. Dengan manajemen
yang baik suatu usaha dapat dikembangkan dengan baik sehingga bisa melakukan pengembangan usaha
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semua kegiatan harus terdokumentasi (tercatat) dengan baik,
pencatatan harus dilakukan secara teratur terhadap semua bentuk kegiatan. Keuangan harus dibukukan
secara teratur sehingga semua pemasukan dan pengeluaran bisa dievaluasi dengan baik. Dalam berbisnis
bila produk yang dihasilkan lebih dari satu jenis maka harus ditentukan produk mana yang akan
dijadikan sebagai bisnis utama. Hal ini sangat perlu karena setiap usaha harus berupaya untuk
menciptakan brand image yang baik, dan itu hanya bisa diperoleh bila ada produk yang diunggulkan.
Untuk itu pada perencanaan usaha harus dibuat tahapan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan pembentukan brand image tersebut. Brand image ini selain berkaitan dengan mutu produk
juga berkaitan dengan harga jual. Dalam menentukan harga jual harus diperhitungkan beberapa hal
berikut ini :
Biaya produksi, termasuk biaya investasi serta biaya penyusutan bangunan dan alat/mesin yang
digunakan.
Harga jual produk pesaing
Tingkat kerusakan barang/yang tidak terjual (pada produk baru khususnya untuk makanan basah/semi
basah biasanya sekitar 30 persen tidak terjual)
Daya beli masyarakat
Tingkat keuntungan yang diharapkan
7. PENGEMBANGAN USAHA
Bagi usaha yang sudah mapan diperlukan pengembangan usaha agar konsumen tidak jenuh dan
keuntungan bisa ditingkatkan. Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Simplifikasi
Yang dilakukan adalah penyederhanaan produk, misalnya pada saat terjadinya kenaikan biaya produksi
maka pengembangan usaha dilakukan antara lain dengan cara pengecilan ukuran produk,
penyederhanaan kemasan, perubahan bentuk dsb.
Diversifikasi
Pada kondisi ini yang dilakukan adalah pembuatan produk baru, hal ini dilakukan bila produk lama
sudah jenuh sehingga tidak bisa lagi ditingkatkan jumlah produksinya. Sebaiknya produk baru ini bisa

diolah dengan menggunakan alat/mesin yang sudah ada dan bahan bakunya juga tidak berbeda jauh
dengan produk yang sudah ada
Standarisasi
Dalam hal ini yang dilakukan adalah penyeragaman produk baik dari segi bentuk, ukuran, penampilan
dan rasa. Untuk itu diperlukan membuat standar pengolahan produk mulai dari standar bahan baku,
proses pengolahan dst. .
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
Oleh: Ir. Gunarif Taib, M.Si. I. PERANAN SEKTOR PERTANIAN Penduduk Sumatera Barat berjumlah
4,6 juta jiwa atau 1,1 juta KK (Kepala Keluarga) dan 60 persen diantaranya (640.000 KK) bergerak dalam
sektor pertanian. Kalau dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat Tahun
2006 maka sektor petanian hanya memberikan kontribusiya 25,26 persen yang terdiri dari tanaman
pangan 13,11%, perkebunan 5,60%, peternakan 2,04%, kehutanan 1,50%, dan perikanan 3,01%. Untuk
meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini diperlukan terobosan antara lain berupa upaya
peningkatan efisiensi biaya produksi dan mengusahakan adanya nilai tambah melalui proses penanganan
dan pengolahan hasil produk pertanian. Peningkatan efisiensi biaya produksi bisa dicapai dengan
pengelolaan yang efektif dan efisien, untuk itu aspek manajerial dalam usaha tani perlu mendapat
perhatian selain dari upaya penerapan teknologi. Proses nilai tambah bisa diperoleh melalui penanganan
pada pasca panen seperti melakukan sortasi/grading dan pengemasan sehingga harga jual bisa
ditingkatkan. Selain itu juga bisa dilakukan pengolahan bahan segar menjadi produk olahan yang
mempunyai prospek pasar cukup baik. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam berwirausaha pada
sektor pertanian khususnya dalam penanganan dan pengolahan hasil tersebut perlu diperhatikan aspek
manajemen dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Saat ini wirausaha di sektor pertanian umumnya
dikuasai oleh pedagang sehingga petani hanya diposisikan sebagai penerima harga sedangkan penentuan
harga berada di tangan pedagang. Hal ini sangat merugikan petani karena keuntungan terbesar
sesungguhnya berada pada tata niaga/pemasaran dan industri pengolahan. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan pemberdayaan petani untuk bisa bergerak pada rantai tata niaga dan industri pengolahan.
Upaya ini akan sulit dilakukan bila petani bergerak secara perorangan sehingga diperlukan pembentukan
kelompok yang solid. Dalam kegiatan kelompok perlu diperhatikan aspek manajemen sehingga kelompok
tersebut mempunyai perencanaan yang baik, mampu melakukan evaluasi dengan tepat dan semua
kegiatan terdokumentasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan kelompok bisa berkembang dengan
cepat dan keuntungan secara ekonomis bisa diperoleh. Dalam pengelolaan kegiatan agribisnis juga perlu
diperhatikan karakteristik komoditi pertanian yang sangat spesifik untuk mengantisipasi kemungkinan
kerugian dalam berusaha. II. KARAKTERISTIK PRODUK PERTANIAN Manajemen Agribisnis
merupakan bagian dari ilmu manajemen yang spesifik karena berhadapan dengan produk pertanian yang
mempunyai sifat khusus sebagai berikut : 1. Mudah rusak Produk pertanian khususnya tanaman pangan
dan hortikultura sangat mudah rusak sehingga harus segera dipasarkan atau diolah menjadi produk
olahan. Dalam hal ini bila produk akan dipasarkan dalam bentuk segar maka sangat perlu proses
penanganan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah seperti melakukan pencucian,
sortasi/grading dan pengemasan. Dengan perlakuan seperti ini beberapa komoditi bisa dipasarkan pada
segmen pasar yang berbeda sehingga bisa diperoleh tingkat keuntungan yang lebih besar. Pada industri
pengolahan perlu perlakuan untuk memperpanjang daya simpan bahan segar seperti pendinginan,
pengeringan dll. Produk pertanian yang dipasarkan dalam keadaan segar biasanya yang berkualitas baik
sementara yang berkualitas kurang baik diolah menjadi aneka jenis makanan/minuman. Selain itu
pengolahan juga bisa dilakukan terhadap produk yang terlalu banyak jumlahnya, akan tetapi perlu
memperkirakan jumlah produksi untuk mengantisipasi kurangnya bahan baku pada kondisi tertentu. 2.
Musiman Kebanyakan produk pertanian tidak dapat diproduksi pada setiap saat dan pada setiap tempat
sehingga perlu penanganan khusus pada saat panen melimpah dan sebaliknya juga perlu langkah
antisipatif pada saat produksi menurun. Hal ini sangat mempengaruhi harga jual produk pertanian
tersebut. Untuk industri produk olahan perlu membuat perkiraan daya serap pasar sehingga bisa
direncanakan jumlah produksi pada saat panen melimpah guna mengantisipasi penurunan pasokan
bahan pada saat jumlah panen menurun. 3. Volume besar Umumnya produk pertanian mempunyai
volume yang besar, untuk itu perlu penanganan seperti pengeringan, sortasi dan pengolahan untuk
mengatasinya. Industri pengolahan merupakan salah satu langkah yang tepat guna memperoleh nilai
tambah selain untuk mengatasi penjualan produk segar yang volumenya relatif besar. III. PENERAPAN
MANAJEMEN AGRIBISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN Dalam berwirausaha pada sektor pertanian sangat
diperlukan perhitungan yang cermat guna melakukan berbagai langka antisipatif agar terhindar dari

resiko kerugian. Untuk itu diperlukan memperhatkan beberapa hal berikut ini : 1. KETERSEDIAAN
ABAHAN BAKU Berwirausaha pada industri pengolahan produk pertanian harus selalu memperhatikan
ketersediaan bahan baku yang meliputi mutu, jumlah dan kontinyuitas. Sebelum memulai usaha sangat
perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang tidak terjamin ketersediaannya akan
mengganggu proses produksi sedangkan mutu bahan baku yang tidak stabil akan menurunkan mutu
produk olahan yang dihasilkan 2. PEMASARAN Pada saat ini permintaan pasar untuk berbagai produk
olahan cukup tinggi namun memang sangat diperlukan kejelian produsen dalam hal pemasaran. Kegiatan
usaha yang dikordinir dalam suatu kelompok akan lebih mampu menembus pasar bila dibandingkan
dengan usaha perseorangan. Namun demikian kelompok usaha ini harus mampu menciptakan
manajemen usaha yang baik sehingga keuntungan dapat dinikmati oleh semua anggota kelompok secara
wajar. Semua produk yang akan dipasarkan harus memperhatikan beberapa hal berikut ini : Permintaan
pasar Penentuan jenis produk yang dihasilkan harus berdasarkan permintaan pasar, hal ini bisa diketahui
dengan cara melihat beberapa toko untuk melihat dan mengetahui produk apa yang banyak terjual. Selain
itu bisa juga diamati minat konsumen secara langsung di pasaran. Persaingan Pasar Dalam
berwirausaha setiap produsen harus siap untuk bersaing dengan produsen lainnya. Untuk bersaing dan
memenangkan persaingan perlu dikaji kelebihan produk lain agar kita minimal bisa mengimbanginya
sehingga tidak ditinggalkan oleh konsumen. Persaingan pasar antara lain dipengaruhi oleh harga,mutu
dan tampilan produk. Untuk itu kebersihan produk dan penampilan kemasan seringkali menjadi
perhatian utama bagi konsumen. Perkembangan/tren pasar Saat sekarang pasar sangat dinamis, produk
yang mengusai pasar seringkali berubah dari waktu kewaktu, kecuali beberapa produk yang sudah
dikenal sebagai produk spesifik dari suatu daerah. Agar kita tidak tertinggal oleh produsen lainnya maka
perkembangan/tren pasar ini harus selalu dicermati. Perubahan selera konsumen Selera konsumen juga
bisa mengalami perubahan, hal ini antara lain disebabkan oleh promosi produk tertentu, tingkat
pendapatan masyarakat, kesadaran terhadap kesehatan, dan kejadian-kejadian khusus di tengah-tengah
masyarakat misalnya berita tentang penggunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya. Namun
demikian perubahan selera konsumen ini ada yang sifatnya permanen dan ada yang hanya sesaat saja.
Perubahan selera konsumen ini ada kalanya menjadi hambatan/tantangan namun demikian bisa juga
menjadi suatu peluang bagi produsen yang kreatif. 3. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Teknologi
pengolahan hasil pertanian sudah sangat berkembang, untuk itu perlu dipilih teknologi yang tidak
memerlukan peralatan yang mahal, sesuai dengan kondisi yang diperlukan, proses pengolahan mudah
dilakukan dan biaya produksinya juga relatif rendah. Dalam pemilihat alat juga harus diperhatikan
kapasitas alat, spesifikasi teknis seperti daya listrik dsb. Dalam pemilihan teknologi juga harus
diupayakan pengolahan yang bisa memanfaatkan limbah menjadi produk yang bisa dipasarkan. Pada
proses pengolahan perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini : Pengendalian mutu : Proses
pengendalian mutu sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang mempunyai daya saing tinggi,
untuk itu perlu diperhatikan hal berikut ini : Standarisasi bahan baku/bahan mentah Standarisasi
Proses Pengolahan Standarisasi alat/mesin pengolahan Kelas mutu Masa kadaluarsa Pengemasan
( Pembotolan, Pengalengan, Pembungkusan dll ) Penyimpanan produk akhir yang antara lain meliputi
meliputi cara penumpukan, penyinaran, kelembaban, suhu, lama penyimpanan dll. 4. TENAGA KERJA
Pengelolaan tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat menentukan tingkat efisiensi biaya
produksi. Dalam agribisnis harus bisa ditentukan dengan tepat tingkat kemampuan/ketrampian yang
harus dimiliki oleh tenaga kerja yang digunakan selain itu juga harus dihitung dengan cermat jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan serta pembagian kerjanya. Pada industri makanan saat ini bila jumlah
penjualan perhari masih dibawah Rp. 500.000,- maka usaha tersebut sebaiknya hanya dikerjakan oleh
anggota keluarga saja karena secara ekonomis belum layak untuk mengeluarkan gaji untuk tenaga kerja
tambahan yang diupah. 5. MODAL USAHA Untuk memulai usaha sangat perlu mempertimbangkan
modal usaha yang diperlukan. Dalam hal ini sangat perlu memulai usaha dengan menggunakan modal
sendiri atau modal kelompok, sebisa mungkin harus dihindari menggunakan modal berupa pinjaman.
Selain itu dalam memulai produksi juga harus dipertimbangkan biaya produksi untuk beberapa kali
proses produksi, hal ini disebabkan karena suatu usaha baru dalam waktu tertentu belum akan
memperolah keuntungan yang tetap sehingga diperlukan ketersediaan modal usaha. 6. MANAJEMEN
Dalam mengelola usaha perlu diperhatikan masalah manajemen usaha. Hal ini dilakukan agar suatu
usaha terkelola dengan baik. Manajemen perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dana, proses produksi, tenaga kerja dan pemasaran. Dengan manajemen yang baik suatu
usaha dapat dikembangkan dengan baik sehingga bisa melakukan pengembangan usaha sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Semua kegiatan harus terdokumentasi (tercatat) dengan baik, pencatatan

harus dilakukan secara teratur terhadap semua bentuk kegiatan. Keuangan harus dibukukan secara
teratur sehingga semua pemasukan dan pengeluaran bisa dievaluasi dengan baik. Dalam berbisnis bila
produk yang dihasilkan lebih dari satu jenis maka harus ditentukan produk mana yang akan dijadikan
sebagai bisnis utama. Hal ini sangat perlu karena setiap usaha harus berupaya untuk menciptakan brand
image yang baik, dan itu hanya bisa diperoleh bila ada produk yang diunggulkan. Untuk itu pada
perencanaan usaha harus dibuat tahapan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
pembentukan brand image tersebut. Brand image ini selain berkaitan dengan mutu produk juga
berkaitan dengan harga jual. Dalam menentukan harga jual harus diperhitungkan beberapa hal berikut
ini : Biaya produksi, termasuk biaya investasi serta biaya penyusutan bangunan dan alat/mesin yang
digunakan. Harga jual produk pesaing Tingkat kerusakan barang/yang tidak terjual (pada produk baru
khususnya untuk makanan basah/semi basah biasanya sekitar 30 persen tidak terjual) Daya beli
masyarakat Tingkat keuntungan yang diharapkan 7. PENGEMBANGAN USAHA Bagi usaha yang sudah
mapan diperlukan pengembangan usaha agar konsumen tidak jenuh dan keuntungan bisa ditingkatkan.
Pengembangan usaha bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : Simplifikasi Yang dilakukan adalah
penyederhanaan produk, misalnya pada saat terjadinya kenaikan biaya produksi maka pengembangan
usaha dilakukan antara lain dengan cara pengecilan ukuran produk, penyederhanaan kemasan,
perubahan bentuk dsb. Diversifikasi Pada kondisi ini yang dilakukan adalah pembuatan produk baru,
hal ini dilakukan bila produk lama sudah jenuh sehingga tidak bisa lagi ditingkatkan jumlah produksinya.
Sebaiknya produk baru ini bisa diolah dengan menggunakan alat/mesin yang sudah ada dan bahan
bakunya juga tidak berbeda jauh dengan produk yang sudah ada Standarisasi Dalam hal ini yang
dilakukan adalah penyeragaman produk baik dari segi bentuk, ukuran, penampilan dan rasa. Untuk itu
diperlukan membuat standar pengolahan produk mulai dari standar bahan baku, proses pengolahan dst. .

20AUG

MANAJEMEN KELEMBAGAAN
Posted by gunariftaib in Uncategorized. Leave a Comment

SISTEM MANAJEMEN KELEMBAGAAN PADA KELOMPOK USAHA


DI KABUPATEN AGAM
Berbagai kelompok usaha sudah mulai berkembang di berbagai daerah termasuk di Kabupaten Agam.
Perkembangan masing-masing lembaga dipengaruhi oleh kondisi wilayah terutama potensi yang dimiliki
oleh daerah tersebut. Kabupaten Agam sebagai salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata di Prop
Sumbar mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan.
Kelembagaan dibutuhkan untuk mengorganisir berbagai kegiatan, termasuk dalam industri pengolahan
hasil pertanian sehingga diperoleh hasil optimal dengan memperhatikan tingkat efisiensi dalam
berproduksi. Pada tingkat kelompok usaha kelembagaan sangat diperlukan terutama dalam merancang
kegiatan yang didasari oleh kepentingan bersama dan demi kemajuan bersama.
MANAJEMEN KELEMBAGAAN
Kelembagaan perlu dikelola dengan baik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pada industri
pengolahan hasil pertanian biasanya dibentuk Kelompok Usaha, bila usaha dilakukan dalam kelompok
maka diperlukan aturan yang dirancang bersama sehingga seluruh anggota memahami perannya masingmasing. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada manajemen kelembagaan kelompok usaha antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Pemanfaatan potensi anggota
Dalam hal ini sumberdaya manusia yang beragam baik dari segi keterampilan maupun pendidikannya
harus dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensinya masing-masing.
2. Pemanfatan sumberdaya lokal
Dengan melakukan kegiatan usaha yang melembaga maka harus diperhatikan potensi sumberdaya lokal.
Dalam hal ini penggunaan sumberdaya lokal secara optimal dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi
3. Pemerataan kegiatan dalam kelompok.
Dengan adanya kelembagaan maka dapat dibuat segala ketentuan sesuai dengan kesepakatan bersama.
Dalam hal ini dapat diatur hak dan kewajiban setiap anggota sehingga setiap anggota dapat
mengeksprsikan dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
4. Pembagian keuntungan secara wajar.
Semua anggota memperoleh hak sesuai dengan tingkat partisipasinya dalam kelompok. Hal ini
memudahkan dalam pengelolaan usaha termasuk dalam hal pembagian keuntungan masing-masing
anggota.

5. Mencari terobosan pasar


Dalam berproduksi maka kelompok usaha harus berorientasi terhadap pasar, khususnya pasaran lokal.
Jenis produk yang diproduksi harus disesuaikan dengan kecenderungan pasar yang sangat dinamis.
KELOMPOK USAHA DI KABUPATEN AGAM
Kabupaten agam merupakan salah satu daerah yang sangat potensial untuk berwirausaha. Selain
daerahnya yang subur sehingga banyak bahan baku yang dapat diolah, pemasaran hasil olahannyapun
dapat dilakukan dengan relatif mudah. Untuk itu perlu doperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Pemilihan produk olahan yang tepat
Produk olahan yang sudah banyak dipasarkan antara lain keripik sanjai, keripik balado dll. Untuk
diversifikasi produk guna mengantisipasi kejenuhan pasar maka harus diusahakan pengolahan produk
yang berbahan baku ubi jalar, kacang tanah, ubi kayu, kentang dll. Komoditi ini sangat banyak
dibudidayakan di daerah Kabupaten Agam sehingga perlu dikembangkan pada masa yang akan datang.
2. Penetepan daerah pemasaran
Kabupaten Agam dan Bukittinggi merupakan pasar lokal yang sangat baik, selain itu Kabupaten Agam
juga berada di bagian tengah dari Prop Sumbar sehingga mempunyai akses yang baik terhadap Kota
Padang, Pekan Baru dan Medan. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk pemasaran produk olahan hasil
pertanian dari kab Agam.
3. Pembenahan kelompok usaha
Untuk melakukan usaha dalam skala ekonomis maka perlu pembenahan kelompok usaha. Hal ini
terutama diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dalam manajemen produksi dan pemasaran.
BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN :
Usaha industri pengolahan hasil pertanian yang dikelola oleh kelompok usaha atau lembaga lainnya di
tingkat pedesaan memerlukan penanganan yang berbeda bila dibandingkan dengan usaha yang dikelola
oleh perseorangan. Untuk itu waktu memulai usaha perlu diperhatikan hal berikut ini :
1. Jenis industri olahan yang dipilih
Industri olahan yang dipilih haruslah industri olahan yang dapat diproduksi secara massal dan tidak
memerlukan peralatan yang spesifik. Hal ini disebabkan karena industri olahan oleh kelompok tani
diharapkan dapat memanfaat tenaga kerja lokal secara maksimal.
2. Struktur organisasi
Masing-masing industri pengolahan akan membutuhkan struktur organisasi yang berbeda sesuai dengan
skala usaha dan jenis usaha yang dilakukan. Dalam menentukan struktur organisasi harus dipikirkan agar
struktur yang ada dapat berjalan dengan efisien dan efektif, untuk itu perlu diperhatikan hal berikut ini :
- Jumlah jabatan sesuai dengan kebutuhan.
- Pembagian tugas yang jelas dan tegas.
- Penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggar ketentuan dan penghargaan bagi yang berprestasi
lebih.
- Memperhatikan struktur sosial masyarakat setempat
URUTAN KEGIATAN PRODUKSI
1. Perencanaan
Perencanaan produksi disusun secara bersama dengan memperhatikan berbagai hal sebagai berikut :
- Daya serap pasar
- Ketersediaan bahan baku
- Ketersediaan modal usaha
- Ketersediaan tenaga kerja
- Peralatan produksi yang ada
Perencanaan sangat diperlukan dalam suatu kegiatan, tanpa ada perencanaan maka pelaksanaan tidak
mempunyai acuan yang jelas, tidak ada dasar dalam melakukan evaluasi sehingga tidak dapat dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya.
2. Pelaksanaan
Yang dilaksanakan dalam suatu proses produksi adalah apa yang telah direncanakan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan waktu produksi yang tepat serta proses produksi yang benar.
3. Evaluasi
Suatu lembaga harus mampu melakukan evaluasi secara berkala. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan perencanaan sebagai acuan utama. Kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan perlu
dievaluasi apakah sudah terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan. Seandainya belum terlaksana
maka harus dicari penyebabnya untuk dicarikan pemecahan masalahnya.

4. Perbaikan
Hasil evaluasi perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan. Perbaikan yang dilakukan harus mengacu pada
apa yang belum terlaksana seperti yang direncanakan. Langkah perbaikan harus dilaksanakan tepat
waktu. Dalam melaksanakan perbaikan harus dilakukan perbaikan terhadap permasalahan yang sangat
mendasar sehingga perbaikan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang optimal.
MANFAAT KELEMBAGAAN DALAM BERPRODUKSI
Dalam berusaha terdapat dua pilihan pengelolaan yaitu usaha perseorangan dan kelompok. Beberapa
manfaat dari kelompok usaha antara lain adalah :
1. Memudahkan pemasaran
Kelompok Usaha lebih mudah memasarkan produksinya karena jumlah produksi lebih banyak dan
kontinyuitasnya lebih terjamin. Hal ini merupakan salah satui syarat mutlak dalam pemasaran yang baik
2. Efisiensi lebih tinggi
Kelompok usaha lebih mudah mencapai efisiensi baik dalam berproduksi maupun pemasaran. Hal ini
karena skala usaha relatif besar dan lebih terbuka terhadap adaptasi teknologi.
3. Skala usaha lebih ekonomis
Penggabunga usaha menjadi kelompok usaha tentu akan meningkatkan skala usaha menjadi lebih
ekonomis. Hal ini relatif sulit terjadi bila usaha dilakukan secara perseorangan.

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang
dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut[1]. Secara eksplisit pengertian
Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981) [2] yaitu perusahaan yang memproses
bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang
digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengemasan dandistribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir
yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian
primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen [3].
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian[4]. Dari
pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri (pengolahan hasilpertanian) merupakan bagian
dari lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan
peralatan. usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan[5]. Agroindustri dengan
demikian mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan
Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa SektorPertanian (IJSP).
Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah
bahan pangankaya karbohidrat, palawija dan tanaman hortikultura.

2. IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa,kelapa


sawit, tembakau, cengkeh, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.
3. IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non kayu
seperti damar, rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.
4. IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan
hasil laut segar,pengalengan dan pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut.
5. IPHP Peternakan, mencakup pengolahan dagingsegar, susu, kulit, dan hasil samping
lainnya.
Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi dua kegiatan sebagai berikut :
1. IPMP Budidaya Pertanian, yang
mencakup alatdan mesin pengolahan lahan (cangkul, bajak,traktor dan lain sebagainya).
2. IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai komoditas pertanian,
misalnya mesin perontok gabah, mesin penggilingan padi, mesin pengering dan lain
sebagainya.
Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut :
1. IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta
penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil industri pengolahan pertanian.
2. IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan mutu serta
evaluasi dan penilaian proyek.
3. IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan
penggunaan komputer serta alatkomunikasi modern lainya.
Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah sektor ekonomi yang meliputi
semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan segala kebutuhan pertanian dan
mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah dan didistribusikan kepada konsumen[6]. Nilai
strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan antar
sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan pengembangan
agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja, pendapatan petani,

volumeekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai tukar produk hasil
pertanian dan penyediaan bahan baku industri [3].
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Penerapan teknologi untuk agroindustri


o

1.1 Contoh penerapan teknologi untuk produk agroindustri

2 Pengembangan agroindustri

3 Rujukan

Penerapan teknologi untuk agroindustri[sunting | sunting sumber]

proses pengolahan lanjut pada kegiatan agroindustri

Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah kemampuan


mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas
pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah dengan indeks retensi pengolahan sebesar 7175%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang diekspor
dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai tambah yang yang diperoleh
dariekspor produk pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan
agroindustri di era global ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk
pertanian begitu beragam dan sangat luas mencakupteknologi pascapanen dan teknologi proses.
Untuk memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan berdasarkan
tahapannya yaitu, tahap atau tahap sebelum pengolahan, tahap pengolahan dan tahap pengolahan
lanjut [6]. Perlakuan pascapanen tahap awal meliputi, pembersihan, pengeringan, sortasi dan

pengeringan berdasarkan mutu, pengemasan, transport dan penyimpanan, pemotongan/pengirisan,


penghilangan biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan pascapanen tahap pengolahan antara
lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan sebagainya. Sedangkan
contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat digolongkan ke dalam teknologi proses untuk
agroindustri, yaitu penerapan pengubahan (kimiawi, biokimiawi, fisik) pada hasil pertanian menjadi
produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti,
1. Kakao ; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.
2. Kopi ; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafein.
3. Teh ; Produk-produk teh, minuman kesehatan.
4. Ekstrak/oleoresin ; produk-produk dalam bentuk bubuk atau enkapsulasi.
5. Minyak atsiri ; produk-produk aromaterapi, isolat dan turunan kimia.
Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung dari sejak tahap awal,
seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula yang menjadi bahan baku untuk
industri lainya, seperti industri makanan,kimia dan farmasi.

Contoh penerapan teknologi untuk produk agroindustri [sunting | sunting


sumber]
Bahan
Dasar

Teknologi yang Diterapkan

Produk

Padi

Pengeringan, penggilingan

Beras

Ubi kayu

Sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan, pengeringan

Tapioka

BuahKelapa

Tebu

Pengeringan, pengempaan, hidrolisis, penyabunan,


pemucatan (bleaching), penghilangan bau (deodorisasi)

Pemerasan, evaporasi, penjernihan (karbonisasi, sulfitasi),

Minyak goreng

Gula pasir

kristalisasi

Daun teh

Pelayuan, fermentesi, pengeringan

teh hitam

Daunnilam

Penyulingan (distilasi)

Minyak nilam

Getah karet

Minyak
nabati

Penggumpalan (koagulan), pengepresan, pembentukan,


pengasapan

Netralisasi, esterifikasi

Minyaknilam Isolasi, ekstraksi, pemurnian

Ubi kayu

Pemarutan, likuifaksi, sakarifikasi isomerasi, pemisahan


(kromatografi)

Onggok

Fermentasi, klasifikasi, asidifikasi, kristalisasi

Tetestebu

Fermentasi, penggaraman, kristalisasi

Biji kakao

Kulitudang

Fermentasi, pengeringan, penggilingan, pengempaan,


formulasi

Pengeringan, penggilingan, penghilangan protein,


penghilangan mineral, destilasi

Karet sit asap (RSS)

Oleokimia (ester)

Isolat

Gula cair fruktosa

Asam sitrat

MSG (monosodium
glutamat)

Cokelat

Khitin, Khitosan

Rumput laut Pengeringan, penggilingan, ekstraksi, pemurnian

Kayu

Pulp

Penghancuran, pemasakan dengan soda atau sulfat,


termomekanis

Penghancuran (beating), penghalusan (refining),


penambahan bahan pengisi

Karagenan

Pulp

Kertas

Pengembangan agroindustri[sunting | sunting sumber]

Pabrik pembuatan biodisel jarak pagar sebagai pengembangan produk agroindustri non pangan

Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk


pertumbuhanekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 19971998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara
positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain
mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit
usaha yang beroperasi. Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang
berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini
dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan baku dan bahan
tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar. Sementara kelompok agroindustri yang
tetap dapat bertahan pada masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu dan
industri tembakau yang disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri
yang padat karya[3]. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah
industri pakan ternak dan minuman ringan. Penurunan industri pakan ternak disebabkan
ketergantungan impor bahan baku (bungkil kedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara

penurunan pada industrimakanan ringan lebih disebabkan oleh penurunan daya


beli masyarakat sebagai akibat krisis ekonomi. Berdasarkan data perkembangan ekspor tiga tahun
setelah krisis moneter 1998-2000, terdapat beberapa kecenderungan komoditas mengalami
pertumbuhan yang positif antara lain, minyak sawit dan turunannya, karet alam, hasil laut, bahan
penyegar seperti kakao, kopi dan teh, hortikultuta serta makanan ringan/kering[7]. Berdasarkan
potensi yang dimiliki, beberapa komoditas dan produk agroindustri yang dapat dikembangkan pada
masa mendatang antara lain, produk berbasis pati, hasil hutan non kayu, kelapa dan turunannya,
minyak atsiri dan flavor alami, bahan polimer non karet serta hasil laut non ikan[8]. Dengan demikian,
agroindustri merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui
pemanfaatan dan penerapan teknologi, memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat[9]. Pada kenyataannya, perkembangan nilai ekspor agroindustri masih
relatif lambat dibandingkan dengan subsektor industri lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain[3] :
1. Kurang cepatnya pertumbuhan sektor pertanian sebagai unsur utama dalam menunjang
agroindustri, di pihak lain juga disebabkan oleh kurangnya pertumbuhan sektor industri yang
mendorong sektor pertanian.
2. Pemasaran produk agroindustri lebih dititik beratkan pada pemenuhan pasar dalam negeri.
Produk-produk agroindustri yang diekspor umumnya berupa bahan mentah atau semi olah.
3. Kurangnya penelitian yang mengkaji secara mendalam dan menyeluruh berbagai aspek
yang terkait dengan agroindustri secara terpadu, mulai dari produksi bahan baku,
pengolahan dan pemasaran serta sarana dan prasarana, seperti penyediaan bibit,
pengujian dan pengembangan mutu, transportasi dan kelengkapan kelembagaan.
4. Kurangnya minat para investor untuk menanamkan modal pada bidang agroindustri.
Tantangan dan harapan bagi pengembangan agroindustri di Indonesia adalah bagaimana
meningkatkan keunggulan komparatif produk pertanian secara kompetitif menjadi produk unggulan
yang mampu bersaing di pasar dunia. Dalam lingkup perdagangan, pengolahan
hasil pertanian menjadi produk agroindustri ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas
tersebut. Semakin tinggi nilai produk olahan, diharapkan devisa yang diterima oleh negara juga
meningkat serta keuntungan yang diperoleh oleh para pelaku agoindustri juga relatif tinggi. Untuk
dapat terus mendorong kemajuan agroindustri di Indonesia antara lain diperlukan :[6]
1. Kebijakan-kebijakan serta insentif yang mendukung pengembangan agroindustri.

2. Langkah-langkah yang praktis dan nyata dalam memberdayakan para petani,


penerapan teknologi tepat guna serta kemampuan untuk memcahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
3. Perhatian yang lebih besar pada penelitian dan pembangunan teknologi pascapanen yang
tepat serta pengalihan teknologi tersebut kepada sasaran pengguna.
4. Alur informasi yang terbuka dan memadai.
5. Kerjasama dan sinergitas antara perguruan tinggi, lembaga penelitian, petani dan industri.
Pembangunan dan pengembangan agroindustri secara tepat dengan dukungan sumberdaya lain
dan menjadi strategi arah kebijakan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan
keberhasilan negara, berdasarkan tolok ukur sebagai berikut[3] :
1. Menghasilkan produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah dengan ciriciri berkualitas tinggi.
2. Meningkatkan perolehan devisa dan kontribusi terhadap produk domestik
bruto (PDB) nasional.
3. Menyediakan lapangan kerja yang sangat diperlukan dalam mengatasi
ledakan penggangguran.
4. Meningkatkan kesejahteraan para pelaku agroindustri baik di kegiatan hulu, utama
maupun hilir khususnya petani,perkebunan, peternakan, perikanan dan nelayan.
5. Memelihara mutu dan daya dukung lingkungan sehingga pembangunan agroindustri dapat
berlangsung secara berkelanjutan.
6. Mengarahkan kebijakan ekonomi makro untuk memihak kepada sektor pemasok
agroindustri.

MAKANAN OLAHAN UBI JALAR

MAKANAN OLAHAN UBI JALAR

Kesukaan masyarakat terhadap ubi jalar yang rendah dapat ditingkatkan jika ubi jalar diolah menjadi
produk yang lebih sempurna dan disukai oleh masyarakat. Demikian pula, harga ubi jalar yang
rendah dapat ditingkatkan elaluipeningkatan bentuk yang lebih sempurna. Pengolahan ubi jalar
dengan peningkatkan keragaman produk pangan yang lebih sempurna dapat memberi nilai tambah
dan mengangkat ubi jalar menjadi komoditas yang bernilai tinggi.
Bermacam-macam bentuk olahan ubi jalar yang berdaya guna dan dapat meningkatkan kesukaan
masyarakat

terhadap

A.

ubi

jalar,

antaza

CHIP

lain

sebagai

UBI

berikut.
JALAR

Chip ubi jalar merupakan bentuk produk olahan ubi jalar setengah jadi untuk bahan baku suatu
industri makanan. Bentuk ini bersifat kering dan dapat disimpan hingga 6 bulan tanpa mengalami
perubahan bau, warna dan tidak diserang jamur atau serangga. Produk olahan ubi jalar setengah
jadi
Cara

ini

dapat
membuat

digunakan
chip

untuk

bahan

baku

ubi

jalar

(gaplek

instan

kolak,

ubi

tepung,

jalar)

dan

sebagai

lain-lain.
berikut.

1.

Ubi jalar dikupas kulitnya dan dicuci dengan air hingga bersih. Kemudian, ubi jalar yang
telah dikupas dan dicuci diiris-iris setebal 1,5 cm dan dipotong-potong dengan alat pemotong
menjadi bentuk kubus.
2.
Chip bentuk kubus direndam dalam larutan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) selama 2 jam
dengan konsentrasi 0,5% Ca(OH)2.
3.
Selanjutnya, chip bentuk kubus dijemur di bawah sinar matahari hingga kering dengan kadar
air 7%.Pengeinganjuga dapat dilakukan pada oven pada suhu 60o C selama 48 jam.
4.
Chip bentuk kubus yang telah kering dikemas dalam kantong plastic dan diikat untuk
dipasarkan atau diolah menjadi produk lain.
B.

TEPUNG

UBI

JALAR

Ubi jalar dapat juga dibuat tepung. Cara membuat tepung ubi jalar sebagai berikut.

1.
2.

Buat chip ubi jalar kering.


Chip ubi jalar kering digiling, kemudian diayak dengan ayakan yang berukuran 60 mesh
sehingga diperoleh tepung ubi jalar halus. Tepung ubi jalar merupakan bentuk produk olahan ubi
jalar setengah jadi. Bahan ini dapat digunakan untuk membuat bermacam-macam panganan,
misalnya kue (cake), mie, bihun, dan lain-lain.
C.

CAKE

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat cake ubi jalar terdiri atas tepung ubi jalar i50 g: tepung terigu 150 g; gula
halus 200 g, margarine 250 g, baking powder 2 g: ovalet 8 g; dan telur ayam 5 butir. Cara membuat

cake

ubi

jalar

sebagai

berikut.

1.
2.
3.

Gula halus dan margarine dikocok hingga halus berwarna putih.


Masukkan isi telur ayam satu per satu sambil dikocok.
Masukkan tepung yang sudah dicampur dengan baking powder dan ovalet, kemudian
dikocok dengan kecepatan rendah hingga tercampur merata.
4.
Adonan dimasukkan ke dalam loyang yang sudah diolesi margarina dan ditaburi tepung.
5.
Loyang yang telah diisi adonan dioven pada suhu 160oC selama 50 menit. Jadilah cake ubi
ialar.
D.

KUE

LAPIS

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kue lapis ubi jalar terdiri atas: tepung ubi jalar 500 gram; gula pasir 250 gram;
santan dari 1/2 kelapa 550 cc; air kapur I sendok makan; garam % sendok teh; dan daun pandan
secukupnya.

Cara

membuat

kue

lapis

ubi

jalar

sebagai

berikut.

Tepung ubi jalar, gula pasir, air kapur, garam, dan santan dicampur menjadi satu dan diaduk
hingga merata,
Adonan tersebut dibagi dua dan yang setengah bagian diberi warna hijau dari daun pandan.
Adonan lapis putih dikukus setengah matang (+- 5 menit), demikian seterusnya hingga
membentuk lapisan selang-seling putih hijau sampai adonan habis. putih hijau sampai adonan
habis'
Adonan yang berlapis-lapis tersebut dikukus kembali selama 15 menit ing menjadi kue
lapis yang matang.
E.

KASSTENGELS

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kue kasstengels ubi jarar terdiri atas: tepung ubi ialar 375 9; mentega 175 g,
margarine 175 g, keju parut 200 g;kuning telur 4 butir; Cara membuat kasstengels ubi jalar sebagai
berikut'

Mentega, margarine, dan kuning telur dikocok hingga lembut


Masukkan tepung dan keju, lalu diaduk-aduk dengan garpu hingga merata
Buat cetakkan berbentuk bulat panjang sekitar 5 cm kemudian bagian atas diolesi kocokan
telur dan diberi keju
Letakkan cetakan-cetakkan kasstengels pada loyang yang telah diolesi margarine,
kemudian dipanggang dalam oven pada suhu 160o c selama 20 menit.
Jadilah kue kasstengels ubi jalar yang beratnya menjadi 830 g
F.

KUE

SEMPRIT

COKELAT

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kue semprit ubi jalar terdiri atas: tepung ubi ialar 230 g dan cokelat bubuk 75

g yang dicampur jadi satu, gula halus 225 g; mentega 125 g, kuning telur ayam 2 butir ,gulapasir 100
g;

air

Cara

30

cc;

membuat

kue

dan

putih

telur

frosting

ubi

jalar

sebagai

berikut

semprit

butir.
:

1. Mentega, margarine, dan guia halus dicampur menjadi satu dan dikocok hingga menjadi putih.
2.

Kuriing

telur

dimasukkan

sambil

dikocok

3. Campuran tepung ubi jalar dan cokelat bubuk dimasukkan sambil diaduk dengan sendok kayu
hingga merata. Kemudian' kacang tanah dimasukkan sambil diaduk lagi hingga tercampur secara
merata.
4. Buat frosting dengan cara: gua dan air direbus hingga larut dan putih telur dikocok sampai kaku.
Larutan gula dimasukkan pada putih telur sedikit demi sedikit sambil dikocok-kocok hingga adonan
frosting

menjadi

dingin

5. Adonan kue dicetak pada loyang yang telah diolesi margarine dan dihias dengan adonan frosting.
6. Adonan yang telah jadi dipanggang dengan oven pada api seang (160 o C) sampai matang
selama
7.

20

Jadilah

kue

semprit

ubi

menit.

jalar

yang

beratnya

SERIPING

menjadi

770

UBI

g.

JALAR

Bahan untuk membuat seriping ubi jalar terdiri atas: ubi jalar segar, gala, garam, dan minyak
goreng.
Cara
1.

membuat
Ubi

jalar

seriping
dikupas,

ubi

jalar

kemudian

dicuci

sebagai

hingga

berikut

bersih

dan

ditiriskan.

2. Ubi jalar yang sudah bersih diiris tipis-tipis dengan mesin pengiris atau pisau yang tajam. Tebal
irisan

0,5

mm.

3. Irisan ubi jalar direndam dalam air kapur sirih, kemudian tambah garam dan gula secukupnya.
Perendaman

dibiarkan

selama

30

menit.

4. Irisan ubi jalar yang telah direndam ditiriskan dan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahariatau

dengan

menggunakan

oven.

5. Setelah kering irisan ubi jalar digoreng diatas yang panasnya stabil hingga matang kering.
6. Jika menghendaki rasa manis, seriping ubi jalar yang sudah matang dimasak ulang dengan
larutan

gula.

H.

KUE

TALAM

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kue talam ubi jalar terdiri atas: ubi jalar yang daging ubinya berwama
sebanyak 375 g; gula pasir 200 g; tepung kanji155g santan encer400 cc; santan kental 300 cc;
tepung

beras

Cara

membuat

1.

Ubi

jalar

50

g;
kue

dikupas

garam

secukupnya;

talam
kulitnya

ubi
dan

dicuci

dan

jalar
dengan

vanili
ebagai
air

secukupnya.
berikut
hingga

:
bersih.

2.
3.

Ubi
Ubi

jalar

jalar

dikupas

yang

sudah

dan

dicuci

matang

bersih

dihaluskan

dikukus

dengan

hingga

ditumbuk

dalam

matang.

suatu

wadah

4. Ubi jalar yang sudah dihaluskan dicampur dengan santan encer sebanyak 400 cc, gula pasir 150
g,

tepung

5.

kanji

Adonan

125

gvanili

tersebut

secukupnya,

dituangkan

ke

kemudian
dalam

diaduk

cetakan

hingga

merata

selama25

menit

6. Buat lapisan atas dengan adonan tepung beras 50 g, tepung kanji 30 g, gula pasir 50 g, santan
kental 300 cc: dan garam secukupnya. Adukadonan tersebut hingga merata. Kemudian adonan ini
dituangkan
7.

di

ataslapisan

Jadilah

kue

I.

ubi

jalar

talam

dan

dikukus

ubi

jalar

hingga

matang

yang

KELEPON

selama

dapat

25menit.

dipotong-potong.

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kelepon ubi jalar terdiri atas: ubi jalar yang daging ubinya berwarna putih
sebanyak 250 g; tepung ketan 100 g; air hangat 75 cc;" gula merah yang disisir halus 50 g; kelapa
parut

100

Cara
1.

garam

secukupnya;

membuat

Ubi

2.

g;

jalar

Ubi

dikupas

jalar

dan

kelepon
kulitnya

yang

dan

sudah

daun

ubi
dicuci

jalar

bersih,

matang

pandan

untuk

pewama.

sebagai

kemudian

dihaluskan

dikukus

dengan

berikut.

hingga
cara

matang.
ditumbuk.

3. Ubi yang telah halus dicampur dengan tepung ketan, air hangat, dan pewarria hijau dari daun
pandan.

Kemudian,

adonan

diaduk

hingga

merata

dan

diuleni

hingga

kalis.

4. Ambil setengah sendok makan adonan dan diisi dengan irisan gula merah, kemudian dibentuk
bulatan.
5. Adonan yang telah dibentuk bulat direbus dalam air mendidih sampai matang; Bila mengapung,
ubi jalar tersebut segera diangkat dan ditiriskan, kemudian diguling- pada parutan kelapa.
6.

Jadilah

J.

kue

kelepon

KUE

ubi

jalar

sebanyak

LUMPUR

kurang

UBI

lebih

25

JALAR

butir.
KUKUS

Bahan untuk membuat kue lumpur ubi jalar kukus terdiri atas: ubi yang berwarna putih 250 g; gula
pasir 100 g; tepung beras 50 g; telur ayam 3 butir; santan 200 cc; kismis 25 g; dan kelapa muda 2
butir.
Cara

membuat

1.

jalar

Ubi

2,Ubi

dikupas

kue

lumpur

kulitnya

jalar

dan

ubi
dicuci

yang

jalar
bersih,

kukus
kemudian

sudah

sebagai
dikukus

dikukus

berikut.

hing

masak.

dihaluskan.

3.Ubi jalar yang telah halus dicampur dengan gula pasir, tepung beras, telur, dan santan. Kemudian,
diaduk-aduk
4.Adonan

hingga
ditambah

kelapa

merata
muda

dan

kismis

dan
sambil

diaduk

disaring.
hingga

merata

5.Adonan dimasukkan ke dalam cetakan kue berbentuk oval yang telah .diolesi minyak goreng.
6.Adonan yang telah dimasukkan dalam cetakan dikukus hingga matang selama kurang lebih 20

menit.

Kue

7Jadilah

lumpur

kue

ubi

lumpur

K.

jalar

yang

ubi

jalar

KUE

telah

matang

sebanyak

dikeluarkan

kurang

MANGKOK

dari

lebih

cetakan.

15

buah.

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat kue mangkok terdiri atas: ubi jalar 200 g, gula pasir100 g; telur ayam I butir;
garam

1/4

sendok

ragi

instan

Cara

membuat

teh;

tepung

dan

terigu
air

kue

250

g;

santan

mangkok

100

sendok

ubi

jalar

cc;

makan.

sebagai

berikut.

1. Buat adonan I yang terdiri atas ragi instan; tepung terigu 50 g; dan air5 sendok makan. Adonan
diaduk

hingga

merata

kemudian

didiamkan

selama

20

menit.

2. Buat adonan II, yaitu ubi jalar matang yang telah dihaluskan dicampur dengan gula pasir, telur,
garam, tepung terigu 200 gram, dan santan. Kemudian, adonan diaduk hingga merata.
3. Tuangkan adonan I ke dalam adonan II sambil diaduk hingga merata Kemudian, adonan
didiamkan

selama

45

menit

hingga

mengembang.

4. Adonan yang telah diolesi dengan cake cup dimasukkan ke dalam cetakan bolu kukus masingmasing

sebanyak

sendok

untuk

tiap

cetakan.

5. Cetakan-cetakan yang telah berisi adonan dikukus dalam dandang dengan api besar selama 15
menit sampai kue merekah. (Dandang ditutup dengan serbet bersih dan jangan dibuka sebelum
pengukusan
6.Jadilah

kue
kue

mangkok

L.

ubi

jalar

selesai).

sebanya

KRAKELING

kurang

ASIN

lebih

12

UBI

buah.
JALAR

Bahan untuk membuat kue krakelin asin ubi jalar terdiri dari: tepung ubi jalar 225 g; margarine 150 g;
putih

telur

Cara

butir;

membuat

1.

susu

encer

krakeling

Margarine

sendok
asin

dikocok

makan,

dan

ubi

jalar

gula

hingga

pasir

secukupnya.

sebagai

berikut.

menjadi

lembut.

2. Susu dimasukkan dalam margarine sambil dikocok, kemudian putih telur dimasukkan sedikit demi
sedikit

sambil

dikocok

hingga

merata.

3. Tepung ubi jalar dimasukkan dalam campuran margarine dan telur sambil diaduk dengan sendok
kayu

atau

4.

sendok

plastik

Adonan

hingga

dicetak

tercampur
dalam

merata
cetakan

dan

tidak

melekat

berbentuk

pada

wadah.

huruf

S.

5. Cetakan-cetakan tersebut diletakkan di loyang yang telah diolesi margarine dan kue diolesi
dengan

kuning

telur

serta

ditaburi

gula

pasir.

6. Cetakan-cetakan yang telah berisi adonan dipanggang dalam oven dengan panas sedang hingga
matang
7.

Jadilah

berwarna
kue

krakeling

asin

ubi

jalar

kecokelatan.
yang

beratnya

menjadi

390

gram.

M.

SELAI

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat selai ubi jalar terdin atas: ubi jalar 75 g; nanas 75 g; gula pasir 330 g; air 230
-

300

Cara

ml:

dan

membuat

1.

Ubi

jalar

selai

sitrat

ubi

dikupas

2.

asarn

dan

2,6

jalar
dicuci

Nanas

g.

sebagai

bersih.

berikut.

kemudian

direbus.

dipotong

kecil-kecil.

3. Ubi jalar dicampur dengan nenas. gula pasir. dan air. kemudian dihancurkan dengan blender
selama
4.

3
Adonan

tersebut

dimasak

sambil

menit.

diaduk-aduk

hingga

kental.

5. Menjelang pemasakan selesai. asam sitrat dan satu sendok gula pasir dituangkan ke dalam
adonan.
6.

Setelah

masak,

selai

N.

diangin-anginkan

hingga

SAUS

dingin.

remudian

dikemas.

UBI

JALAR

Bahan untuk membuat saus ubi jalar terdiri atas: ubi jalar 292 g, aIr 292 ml, gula 1,46 g, jahe 8,78
g; bawang putih 1,46 g; bubuk cabe 0,44 gmerica 0,73 g; cuka 20 ml; dan pewarna secukupnya.
Cara
1.

membuat
Ubi

jalar

saus

dikupas

dan

ubi
dicuci

jalar

bersih,

sebagai

kemudian

direbus

berikut.
hingga

masak

2. Ubi jalar yang sudah direbus dicampur dengan bahan-bahan lainnye (kecuali cuka dan pewarna)
dan

dihaluskan

dengan

blender.

3. Adonan yang telah dihaluskan dimasak sampai mencapai kekentalan tertentu, kemudian
ditambahkan

cuka

O.

dan

pewarna

sambil

KOLAK

diaduk

hingga

CHIP

merata

dan

matang.

UBI

JALAR

Bahan-bahan untuk membuat kolak chip ubi jalar terdiri atas: chip ubi jalar kering 250 g; nangka 250
g; santan kental 1,5 cangkir; santan encer 3 cangkir; air 4 cangkir; gula merah 1 cangkir; tapioka 3
sendok

makan;

Cara
1.

vanili

membuat
Chip

kering

sendok

kolak
dicuci

bersih

teh;

dan

daun

chip

ubi

jalar

dan

direndam

dalam

pandan

secukupnya.

sebagai
air

berikut.

selama

jam.

2. Chip diangkat dan tambah air 2 cangkir, lalu direbus selama 15 menit hingga mendidih.
3. Tuangkan santan encer sebanyak 3 cangkir dan I cangkir gula merah serta 2 cangkir air,
kemudian

direbus

lagi

selama

15

menit

hingga

mendidih.

4. Masukkan nangka dan tuangkan 1,5 cangkir santan kental, kemudian didihkan lagi selama 5
menit.
5.
P.

Selanjutnya,
Didihkan

vanili

dan

beberapa
PERBOILED

daun
saat,

pandan
dan

dimasukkan
kolak
UBI

ke
siap

dalam

kolak.

dihidangkan.
JALAR

Bahan-bahan untuk membuat parboiled ubi jalar adalah : ubi jalar segar 1 kg, citroen zuur 3 g, dan
air

Cara
1.
2.

membuat
Ubi

Ubi

3.

jalar
Ubi

parboiled
jalar

direbus

ubi

dikupas
dalam

jalar

air

yang

liter.
jalar
dan

yang

telah

telah

sebagai
dicuci

dibubuhi

masak

citroen
digiling

berikut
hingga

zuur

hingga

hingga

:
bersih.
masak.
halus.

4. Adonan ubi jalar yang telah digiling halus dibuat potongan-potongan berukuran kecil.berupa butirbutir,

kemudian

dijemur

di

bawah

sinar

matahari

hingga

kering.

5. Perboiled siap dikonsumsi.

KUMPULAN ABSTRAK JUDUL PENELITIAN TEKNOLOGI


HASIL PERTANIAN (THP) | PENGOLAHAN DAN
PENGUJIAN MUTU
Posted on August 19, 2010by ahmadi muslim

# EVALUASI MUTU MIKROBIOLOGIS TEMPOYAK DARI BEBERAPA


PASAR DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
Wahidati Permaisuri1, Neti Yuliana2, dan Zulferiyenni2
ABSTRAK
Tempoyak yang dijual di beberapa pasar di Bandar Lampung dicirikan dengan
pengemasan yang kurang baik yang dapat menyebabkan mutu mikrobiologis rendah
karena memungkinkan terjadinya kontaminasi silang selama pemasaran. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu mikrobiologis tempoyak dari beberapa
pasar di Bandar Lampung.
Penelitian dilakukan dengan metode survei lapangan pada beberapa pasar di Bandar
Lampung yaitu Pasar Bawah Ramayana, Pasar Semep Bambu Kuning, Pasar Koga,
Pasar Way Halim, dan Pasar Tempel Sukarame. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak 3 kali. Analisis sampel meliputi analisis mutu mikrobiologis yang terdiri
dari total bakteri asam laktat (BAL), total mikroba aerobik, serta total kapang dan
khamir, dan analisis kimia serta penampakan fisik dan rasa sebagai pendukung.

Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar,
kemudian dievaluasi dengan dibandingkan dengan standar mutu saus tomat
(SNI.01-0222-1987).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempoyak yang dijual di beberapa pasar di
Bandar Lampung tidak higienis dengan mutu mikrobiologis rendah. Mutu
mikrobiologis tempoyak yang dijual di beberapa pasar di Bandar Lampung adalah
sebagai berikut : total BAL berkisar antara 1 x 104 koloni/g sampai 7,6 x 108
koloni/g, total mikroba aerobik berkisar antara 1,5 x 104 koloni/g sampai 6,10 x 1011
koloni/g, total kapang dan khamir berkisar antara 2,7 x 104 koloni/g sampai 1,3 x
1011 koloni/g. Mutu mikrobiologis tempoyak yang rendah ini ditunjukkan pula oleh
kadar abu yang tinggi, beberapa sampel berwarna kuning kecokelatan, beraroma
alkohol, dan pada salah satu sampel yang mempunyai lama simpan di pasar lebih
dari 1 bulan ditemukan bercak jingga yang diduga sebagai kapang (jamur).
# KAJIAN APLIKASI HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL
POINT) PADA PRODUK MINCE BEEF DI PT SANTOSA AGRINDO
Oleh
Ika Susanti1, Murhadi2, dan Fibra Nuraini2
ABSTRAK
PT. Santosa Agrindo sebagai produsen pangan menyadari akan pentingnya mutu
yang menjadi persyaratan utama dari pelanggan. Banyak hal yang telah dilakukan
oleh PT. Santosa Agrindo antara lain pengambilan sampel produk akhir, analisis
sampel dan lain-lain. Sistem ini kemudian berkembang menjadi pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan pada setiap tahap selama proses produksi berlangsung,
namun hal ini dirasa belum cukup. Oleh karena itulah diterapkan suatu sistem yang
mampu mengontrol faktor-faktor bahaya yang dapat menurunkan tingkat kemanan
produk pangan yaitu sistem HACCP.
HACCP merupakan suatu analisa yang dilakukan terhadap bahan, produk atau
proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus
mendapatkan pengawasan ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan
aman dan mememnuhi persyaratan yang ditetapkan.

Sistem HACCP akan lebih efektif apabila diterapkan pada tahap proses atau produk
spesifik. Studi HACCP yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini difokuskan
pada produk mince beef. Mince beef merupakan produk hasil dari daging dengan
kadar 85 CL (chemical lean) yang digiling dengan ukuran parameter cetakan 3, 5
dan 10 mm.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan
metode survei. Data dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer melalui wawancara langsung
dan data sekunder berupa data pendukung.
Hasil penelitian melaporkan bahwa PT Santosa Agrindo menetapkan 20 tahap
proses yang termasuk CCP, antara lain penerimaan sapi, pemeriksaan antemorfem,
pemingsanan, penyembelihan halal, penutupan batang tenggorok, penusukan pisau
ke jantung, pemotongan kaki I dan II, penutupan dubur, pengeluaran jeroan,
pembelahan karkas, pencucian karkas, pelayuan (chilling), pre-trimming, deboning,
slicing dan trimming, vacuum packing, pelayuan dan penyimpanan daging,
pembekuan, dan pengeluaran barang.
# KAJIAN PROSES STERILISASI SARI BUAH TERONG DENGAN
SISTEM OZONISASI
Oleh
Yuvi Liana
ABSTRAK
Terong (Solanum Melongena) adalah jenis sayuran yang popular dan disukai oleh
banyak orang. Selain rasanya yang enak kandungan gizinya pun cukup melimpah.
Bagian terong yang dapat dimanfaatkan untuk hidangan masakan adalah buahnya.
Selain dapat dikonsumsi secara langsung, pemanfaatan terong juga dapat dilakukan
dengan cara mengolah menjadi sari buah. Hampir semua buahbuahan dan sayuran
bersifat mudah rusak, oleh sebab itu guna mencegah terbuangnya terong karena
rusak atau tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya pada saat panen maka perlu
dilakukan usaha pengawetan dan pengolahan lebih lanjut.

Salah satu upaya dalam pengawetan produk pangan olahan adalah melalui proses
sterilisasi dan pasteurisasi. Pada penelitian ini sterilisasi yang digunakan adalah
sterilisasi dengan sistem ozonisasi dengan frekuensi ozon sebesar 0,6 ppm.. Adapun
sterilisasi dengan sistem ozonisasi ini dipilih dikarenakan sistem ozonisasi tersebut
menggunakan molekul ozon (O3), yang merupakan senyawa oksidan yang sangat
reaktif dan umumnya dapat membunuh mikroorganisme karena selama terjadi
proses ozonisasi sel mikroorganisme mengalami lisis. Sehingga dapat diketahui lama
waktu proses ozonisasi yang menghasilkan daya awet dan kualitas sari buah terong
yang terbaik.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menyajikan
hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian dianalisis secara
deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu/lama proses ozonisasi yang
memberikan daya awet sari buah terong yang optimal dan menghasilkan kualitas
sari buah terong yang terbaik yaitu waktu ozonisasi 4 menit dengan lama simpan
selama 2 hari. Respon panelis yang dihasilkan terhadap rasa sari buah terong
memiliki skor 3 (disukai). Respon panelis terhadap aroma sari buah terong memiliki
skor 2,8 (disukai). Respon panelis terhadap warna sari buah terong memiliki skor
2,8 (disukai). Respon panelis terhadap penampakan sari buah terong memiliki skor
2,9 (disukai) dan respon panelis terhadap penerimaan keseluruhan sari buah terong
memiliki skor 3,13 (disukai). Kadar vitamin C sari buah terong yang terbaik sebesar
1,35 mg/15ml. Kadar protein sari buah terong yang terbaik sebesar 1,1%. Kadar
karbohidrat sari buah terong terbaik sebesar 3,43 mg/100ml, dan total mikroba sari
buah terong terbaik jumlah mikroba 8.36108 cfu/ml dengan log jumlah mikroba
sebesar 8,9.
# PENGARUH KONSENTRASI CHITOSAN SEBAGAI BAHAN
PENGAWET TERHADAP MASA SIMPAN MIE BASAH
Oleh
Dedi Wahyudi1, Murhadi2, dan Otik Nawansih2
ABSTRAK

Mie basah merupakan jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap
pemotongan dan sebelum dipasarkan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam
keadaan segar. Mie basah merupakan produk makanan dengan kadar air yang
tergolong tinggi yakni mencapai 52 %. Masa simpan mie basah dalam kondisi
normal penyimpanan hanya bisa bertahan 16 jam. Supaya mendapatkan mie basah
yang memiliki masa simpan lebih lama serta mutu yang dapat dipertahankan
diperlukan suatu bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia
serta dapat mempertahankan aspek gizi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu bahan pengawet alami yang dapat digunakan sebagai pengawet makanan
alternatif ialah chitosan. Chitosan merupakan suatu polimer rantai panjang
glukosamin yang mempunyai struktur molekul 2-amino-2-deoksi glukosa. Chitosan
bersifat alami sehingga chitosan tidak beracun dan tidak mempunyai efek samping
bila dikonsumsi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi
chitosan yang optimal sebagai bahan pengawet yang dapat memperpanjang masa
simpan mie basah.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Penelitian tahap1 yaitu mencari konsentrasi
dan lama penyimpanan mie basah terbaik. Perlakuan disusun secara faktorial 2
faktor dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan. Faktor
pertama adalah konsentrasi chitosan (K) yang terdiri atas lima taraf yaitu, K0 (0
ppm), K1 (50 ppm), K2 (100 ppm), K3 (150 ppm), K4 (200 ppm). Faktor kedua
adalah lama penyimpanan mie basah (H) pada suhu kamar dengan empat taraf yaitu
0 jam (H0), 24 jam (H1), 48 jam (H2) dan 72 jam (H3). Kesamaan ragam antar
perlakuan diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey. Kemudian data dianalisis dengan sidik ragam untuk menduga ragam galat
dan uji signifikansi mengenai ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data
kemudian dianalisis lebih lanjut dengan polinomial ortogonal pada taraf 1% dan 5%.
Penelitian tahap 2 yaitu membandingkan mie basah yang diberi konsentrasi
chitosan terbaik yang diperoleh dari penelitian tahap 1 yaitu sebanyak 150 ppm
dengan mie basah yang diberi formalin pada konsentrasi yang sama dengan lama
penyimpanan 0, 24, 48 dan 72 jam. Data yang diperoleh pada tahap ini dianalisis
secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi chitosan yang optimal untuk


digunakan sebagai bahan pengawet mie basah ialah sebesar 150 ppm (b/b) dengan
masa simpan 24 jam. Chitosan memiliki kemampuan memperpanjang masa simpan
mie basah yang hampir menyamai formalin pada konsentrasi 150 ppm dengan masa
simpan hanya 24 jam.
# PENGARUH LAMA PENYINARAN MENGGUNAKAN ALAT
PENYINARAN ULTRAVIOLET MODEL STC-1968C DAN JENIS
KEMASAN TERHADAP REDUKSI TOTAL MIKROBA PADA SUSU
KEDELAI
Oleh
Widya Tanjungsari1, Suharyono A.S.2 , dan Ahmad Sapta Zuidar2
ABSTRAK
Susu kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan tidak mengandung
laktosa. Sumber kontaminasi susu kedelai dapat berasal dari pengolahan yang tidak
aseptis. Pengolahan yang tidak aseptis dapat menyebabkan terjadinya perpindahan
mikroba dari peralatan ke dalam susu kedelai. Salah satu metode yang dapat
digunakan sebagai metode untuk mengurangi jumlah mikroba yang terdapat dalam
susu kedelai adalah penyinaran menggunakan sinar ultraviolet. Penyerapan sinar
ultraviolet dapat terhambat karena pengemasan plastik. Selain sebagai penghambat
masuknya sinar ultraviolet, plastik dapat mencegah bahan pangan dari resiko
kontaminasi. Jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah PE, HDPE
dan gelas plastik (PP).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama penyinaran yang dapat
mereduksi total mikroba pada susu kedelai yang masih memenuhi Standar Nasional
Indonesia, mengetahui jenis plastik yang memiliki daya hambat paling rendah
terhadap sinar ultraviolet, dan mengetahui efektifitas alat penyinaran ultraviolet
model STS-1968C untuk mengurangi total mikroba pada susu kedelai.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lama
penyinaran mempengaruhi penurunan total mikroba pada susu kedelai. Semakin
lama waktu penyinaran maka jumlah mikroba semakin menurun. Total mikroba
yang mendekati SNI diperoleh pada susu kedelai yang disinari sinar ultraviolet

selama 8 menit dan dikemas menggunakan gelas plastik (PP) dengan total mikroba
2,8 x 103 CFU/ml dan kadar protein 0,4550%. Jenis kemasan gelas plastik
(Polipropilen) merupakan jenis plastik yang memiliki daya hambat paling rendah
terhadap sinar ultraviolet. Alat penyinaran ultraviolet model STS-1968C tidak tepat
untuk sterilisasi produk susu kedelai dan sejenisnya.
# PENGARUH MASING-MASING KONSENTRASI BUBUK BAWANG
PUTIH DAN BUBUK LENGKUAS TERHADAP MUTU TAHU SELAMA
PERENDAMAN
Oleh
Yuyuk Kasmawati1, Neti Yuliana2, dan Fibra Nurainy2
ABSTRAK
Tahu merupakan bahan makanan sumber protein nabati dengan masa simpan yang
rendah karena adanya kerusakan oleh mikroorganisme. Penyimpanan tahu lebih
dari 2 hari akan mengakibatkan tahu berasa asam dan berangsur-angsur membusuk
dan tidak layak lagi dikonsumsi sehingga diperlukan suatu bahan pengawet yang
dapat mempertahankan masa simpan tahu. Salah satu bahan pangan yang dapat
digunakan sebagai pengawet makanan alternatif dan alami yaitu bubuk bawang
putih atau bubuk lengkuas karena mengandung minyak atsiri dan senyawa fenolik
lainnya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bubuk
bawang putih, bubuk lengkuas selama perendaman terhadap mutu tahu.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
konsentrasi bubuk bawang putih atau bubuk lengkuas yang terdiri 5 taraf yaitu : 0%
(K0), 2% (K1), 4% (K2), 6%(K3), 8% (K4), sedangkan faktor kedua adalah lama
perendaman selama 0 (T0), 2 (T1), 4 (T2), 6 (T3) hari. Data yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam. Kesamaam ragam menggunakan uji Barlett,
kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan dianalisis dengan uji polinomial
ortogonal.
Hasil penelitan menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putih, atau bubuk
lengkuas yang optimal untuk digunakan sebagai pengawet tahu adalah untuk

keduanya 6% dan 8% dengan masa simpan tahu 4 hari dengan sifat organoleptik
secara umum untuk keduanya warna agak putih, rasa tahu agak segar dan bau tahu
agak segar putih. Pada tahu dengan konsentrasi bubuk bawang putih 6% memiliki
total mikroba 7,6108 CFU/g, kadar abu 1,44%, pH 4,76, total koliform 5,0 x 1106
sel/g pada konsentrasi bubuk bawang putih 8% memiliki total mikroba 1,0108
CFU/g , total koliform 1,6106 sel/g, kadar abu 1,51%, pH 5,15. Pada konsentrasi
bubuk lengkuas 6% memiliki total mikroba 9,5107 CFU/g, total koliform 7,6 x 106
sel/g, kadar abu 1,6%, pH 4,76 sedangkan pada konsentrasi bubuk lengkuas 8%
memiliki total mikroba 1,710 7 CFU/g, total koliform 5,8 x 106 sel/g, kadar abu
2,25%, pH 5,15. Total koliform baik yang direndam dengan bubuk bawang putih
maupun bubuk lengkuas cukup tinggi karena sebelum diberi perlakuan pada tahu
sudah terdapat koliform tetapi penambahan bubuk bawang putih maupun bubuk
lengkuas dapat menghambat pertumbuhan koliform.
# UJI AKTIVITAS KITOSAN SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP
BAKTERI PATOGEN DAN PERUSAK MAKANAN DENGAN METODE
SUMUR
Oleh
Yudiantoro1, Samsul Rizal2, dan Fibra Nurainy2
ABSTRAK
Salah satu mikroba penyebab kerusakan makanan adalah bakteri. Bakteri merusak
makanan dengan cara menguraikan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
makanan menjadi lebih sederhana. Beberapa jenis makanan mengandung senyawasenyawa yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tumbuh dan memperbanyak sel.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kitosan sebagai antimikroba
terhadap bakteri patogen dan perusak makanan dengan metode sumur.
Perlakuan yang diterapkan pada bakteri uji adalah konsentrasi kitosan yang
ditambahkan. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1%. Konsentrasi kitosan
yang digunakan adalah 0%; 0,2%; 0,4%; 0,6%; dan 0,8% (w/v). Pengujian aktivitas
antibakteri kitosan menggunakan metode sumur (difusi agar).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat aktivitas penghambatan larutan


kitosan dalam larutan asam asetat 1% dengan metode sumur sebagai antibakteri
terhadap S. aureus, B. subtilis, E. coli dengan diameter penghambatan tertinggi pada
konsentrasi 0,2% berturut-turut sebesar 15,3930; 14,7022; dan 20,4501 mm/mg
kitosan dan penghambatan terendah pada konsentrasi 0,8 % berturut-turut sebesar
1,9507; 2,3360, dan 3,1462 mm/mg kitosan. Penghambatan yang lebih tinggi pada
penambahan larutan kitosan dengan konsentrasi yang lebih rendah disebabkan oleh
viskositas larutan yang rendah. Kitosan memberikan efek penghambatan yang lebih
tinggi pada Escherichia coli (bakteri Gram Negatif) dibandingkan pada
Staphilococcus aureus dan Bacillus subtilis (bakteri Gram Positif). Semua aktivitas
antibakteri kitosan semakin menurun seiring peningkatan konsentrasi kitosan.
# APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN
PENUTUPAN LAHAN DALAM RANGKA MENGINDIKASI POTENSI
KEBAKARAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS PROVINSI
LAMPUNG
Oleh
Surya Anshori
ABSTRAK
Kawasan hutan tropis Indonesia yang merupakan ekosistem penyangga kehidupan
serta habitat dari berbagai kehidupan liar yang beragam kini semakin terancam
kelestariannya. Laju pengurangan luas lahan semakin meningkat sebagai akibat dari
proses laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan penggundulan hutan
(deforestasi).
Fenomena ini membutuhkan sebuah sistem pengelolaan dan perencanaan hutan
yang baik. Kendala yang dihadapai selama ini dalam pengelolaan sumberdaya hutan
di Indonesia adalah minimnya kegiatan inventori dan monitoring yang berkualitas,
cepat, akurat dan efektif. Kegiatan ini mengalami keterbatasan dalam pengambilan
data, karena luasnya area, sulitnya mencapai area, panjangnya waktu yang
diperlukan dan keterbatasan sumberdaya manusia Sistem Informasi Geografis
(SIG), Penginderaan Jauh (PJ), dan Global Positioning Sistem (GPS) merupakan

terobosan spasial yang sangat penting dan memadai untuk dipakai oleh pengambil
keputusan.
Semakin pesatnya perkembangan teknologi mendorong peningkatan kemampuan
satelit-satelit penginderaan jauh dalam merekam fenomena atau objek-objek
pengamatan di muka bumi. Pemanfaatan satelit NOAA untuk memantau aktifitas
kebakaran lahan berdasarkan temperatur pada waktu yang sebenarnya, apabila
ditunjang oleh data-data spasial mengenai kondisi lahan serta data sumberdaya
penanganan yang akurat maka penanganan kebakaran lahan pada suatu wilayah
akan berlangsung secara cepat dan efektif. Pemantauan kondisi lahan seperti
penutupan lahan secara aktual, dapat diidentifikasi dengan menggunakan data citra
satelit landsat thematic mapper. Satelit landsat TM adalah satelit yang biasa
digunakan untuk pemantauan sumberdaya alam dan sering pula dijadikan sebagai
data dasar maupun data penunjang bagi penggunaan lain secara spesifik dalam
penerapan SIG.
Penelitian ini menerapkan penggunaan data citra landsat TM untuk pemetaan
penutupan lahan, yang kemudian digunakan sebagai data dasar untuk identifikasi
potensi kebakaran lahan di kawasan TNWK Provinsi Lampung. Dengan aplikasi SIG
pada panalitian ini, kawasan TNWK memiliki beberapa penutupan lahan yang
terindikasi memiliki intensitas kebakaran lahan yang cukup tinggi dibandingkan
penutupan lahan lainnya. Alang-alang, semak, tanah terbuka dan tegalan atau
ladang adalah penutupan lahan di TNWK yang memiliki intensitas kebakaran paling
tinggi.
# FORMULASI JAHE MERAH, KUNYIT, DAN TEMULAWAK PADA
PEMBUATAN HERBAL CELUP SEBAGAI MINUMAN SUMBER
ANTIOKSIDAN
Oleh
Helta Yolanda1, Samsu Udayana N2, dan A Sapta Zuidar2
ABSTRAK

Berbagai jenis rempah-rempah sudah lama diketahui memiliki aktivitas antioksidan.


Jahe merah, kunyit, dan temu lawak merupakan contoh herbal yang terbukti
memiliki aktivitas antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo. Secara
tradisional rempah-rempah ini telah digunakan sebagai bahan baku minuman atau
bumbu masak. Pembuatan herbal celup merupakan salah satu alternatif pengolahan
dari rempah-rempah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi herbal
celup dari jahe merah merah, temu lawak, dan kunyit yang menghasilkan minuman
dengan aktivitas antioksidan yang tinggi dan disukai konsumen.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk menentukan
formula minuman herbal yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik. Tahap
kedua dilakukan pengamatan yang bertujuan untuk menentukan total senyawa
polifenol dan aktivitas antioksidan minuman herbal yang paling disukai pada tahap
pertama. Perlakuan terdiri dari kombinasi antara jahe merah , kunyit, dan temu
lawak kering, dengan F1, F2, dan F3 sebagai kontrol. Perlakuan F4, F5, F6, F7, F8,
F9 dan F10 untuk penelitian tahap pertama dan F4, F5, dan F10 untuk penelitian
tahap kedua disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan 3
ulangan. Data yang diperoleh selanjutnya akan diuji kesamaan ragamnya dengan uji
Bartlet, kemenambahan data diuji dengan uji Tukey, serta analisis ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat. Data selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukan perlakuan formulasi minuman herbal celup terbaik
adalah formulasi F4 (1 g jahe merah, 0,5g kunyit). Perlakuan F4 menghasilkan total
fenol 1,29 (%TAE), dan aktivitas antioksidan 51,66 % RSA.
# KAJIAN FORMULASI TEPUNG TAPIOKA DAN PUTIH TELUR
TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SOSIS BELUT
Oleh
Eva Dharmawati1, Susilawati2, dan Fibra Nurainy2
ABSTRAK
Pengolahan ikan belut menjadi sosis diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomi
belut, karena sosis merupakan produk makanan yang memiliki nilai ekonomi yang

tinggi. Dalam proses pembuatan sosis peningkatan kualitas penerimaan terhadap


tekstur sosis merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap produk yang
dihasilkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi sifat liat seperti karet dari
ikan belut. Oleh karena itu, diperlukan penambahan bahan pengisi dan pengikat
untuk memperbaiki tekstur sosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
formulasi tepung tapioka dan putih telur yang menghasilkan sosis belut dengan sifat
fisik, kimia dan organoleptik terbaik. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat
formulasi tepung tapioka dan putih telur yang menghasilkan sosis belut dengan sifat
fisik, kimia dan organoleptik terbaik.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan
satu faktor yaitu formulasi tepung tapioka dan putih telur terdiri dari 5 taraf yaitu :
18% : 2% (A1), 15% : 5% (A2), 10% : 10% (A3), 5% : 15% (A4), dan 2% : !8% (A5)
(b/b). Perlakuan tersebut dilakukan dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam. Kesamaan ragam menggunakan Uji Bartlett dan
dilanjutkan dengan Uji BNT pada taraf 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung tapioka dan putih telur 10% :
10% (A3) menghasilkan sosis belut dengan sifat fisik agak lunak (kekerasan sosis
belut 10,07 g/detik), sifat kimia terbaik dengan kriteria kadar air 63,49% dan kadar
protein 12,52% hasil ini terutama telah memenuhi syarat mutu sosis daging (SNI 01
3020 1995), sedangkan hasil uji organoleptik menghasilkan warna hitam
keabuan, tekstur kompak, rasa agak suka dan penerimaan keseluruhan agak suka.
# KAJIAN PENGGUNAAN KITOSAN TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN
IKAN SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR
Oleh
Nina Jusnita1, Susilawati2, dan Dyah Koesoemawardany2
ABSTRAK
Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin, yakni produk samping atau
limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan, yang

diperoleh dengan cara mengasetilasi kitin. Kitosan dapat digunakan sebagai bahan
pengawet karena sifatnya yang dapat memperpanjang masa simpan produk pangan.
Dalam memperpanjang masa simpan produk pangan, kitosan bekerja sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas penggunaan kitosan pada
beberapa produk olahan ikan berupa pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas
Lampung terhadap mutu selama penyimpanan pada suhu kamar selama tiga hari.
Penelitian ini menggunakan kitosan konsentrasi 1,5% pada produk olahan ikan
berupa pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas Lampung. Pengamatan
dilakukan selama 3 hari yaitu pH, total bakteri, dan pengujian organoleptik meliputi
warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan dengan tiga ulangan. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebanyak 1,5% mampu
mempertahankan mutu pempek, bakso, otak-otak dan sate ikan khas Lampung
selama dua hari serta mampu mempertahankan mutu otak-otak selama tiga hari.
# KAJIAN PROSES PEMBENTUKAN GAS METANA (CH4)
BERDASARKAN NILAI COD DAN NERACA MASSA KARBON PADA IPAL
INDUSTRI TAPIOKA DAN KELAPA SAWIT
Oleh
Umi Pristi Prayati1, Udin Hasanuddin2, dan Otik Nawansih2
ABSTRAK
Ubi kayu dan kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dalam
bidang agroindustri dan banyak dikembangkan oleh sebagian besar petani di
Provinsi Lampung. Air limbah tapioka memiliki nilai kebutuhan oksigen kimia
(COD) yang cukup tinggi yaitu sebesar 13.500-22.000 mg/l, sedangkan nilai COD
air limbah kelapa sawit sebesar 15.103-65.100 mg/l. Penanganan air limbah tapioka
dan kelapa sawit umumnya dengan menggunakan sistem kolam terbuka berupa
kolam anaerob, kolam fakultatif, dan kolam aerob. Air limbah tapioka dan kelapa

sawit dapat berpotensi menghasilkan gas metana, karena air limbah tersebut masih
mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik tersebut biasanya
mengandung nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan bakteri metanogenik.
Adanya bakteri metanogenik di dalam kolam dapat menyebabkan terjadinya proses
metanogenesis yang dapat menghasilkan gas metana.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan dengan
pengambilan sampel berupa limbah cair tapioka yang berasal dari kolam anaerobik
3,4, dan kolam anaerobik 5 di IPAL PT Umas Jaya Agrotama Lampung Tengah dan
limbah cair dari kolam anaerobik dari IPAL PTPN VII Unit Usaha Bekri yang berasal
dari kolam anaerobik 1 dan 2. Selanjutnya akan dianalisis pengukuran T-COD baik
inlet maupun outlet, komposisi gas, volume gas metana, dan neraca massa karbon.
Data yang diperoleh dikonversikan dalam N liter. Hasil analisis data disajikan secara
deskriptif dalam bentuk grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pembentukan gas metana pada IPAL
PT Umas Jaya Agrotama terdapat pada kolam anaerobik ke-4 yaitu sebesar 54,431%,
sedangkan pada PTPN VII Unit Usaha Bekri, potensi pembentukan gas metana
terdapat pada kolam anaerobik ke-2 yaitu sebesar 61%. Berdasarkan neraca massa
karbon PTPN VII Unit Usaha Bekri karbon yang dapat dikonversikan menjadi
biogas terdapat pada kolam anaerobik sebesar 33% dimana (sebagai gas metana 9%
dan CO2 24%) dan yang mengendap sebesar 42%. Sedangkan pada PT Umas Jaya
Agrotama karbon yang dapat dikonversikan menjadi biogas terdapat pada kolam
anaerobik sebesar 25% dimana (sebagai gas metana 15% dan CO2 10%) dan yang
mengendap sebesar 35%.
# KARAKTERISTIK MUTU TEMPOYAK YANG DIKEMAS VAKUM
SECARA MANUAL SELAMA PENYIMPANAN
Oleh
I Wayan Pande Suyasa1, Neti Yuliana2, dan Muhammad Nur2
ABSTRAK

Tempoyak merupakan salah satu contoh diversifikasi produk durian yang memiliki
kandungan air tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan. Untuk
memperpanjang masa simpan tempoyak perlu dilakukan pengemasan yang baik,
misalnya dengan pengemasan vakum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik mutu tempoyak yang dikemas vakum secara manual selama
penyimpanan.
Penelitian dilakukan terhadap 2 jenis kondisi pengemasan tempoyak yaitu
pengemasan dengan pemvakuman (V1) dan pengemasan tanpa pemvakuman (V2)
yang disimpan selama 8 minggu. Pemvakuman kemasan dilakukan secara manual
dengan menggunakan pompa vakum (modifikasi dari mesin pompa air). Perlakuan
diulang sebanyak 3 (tiga) kali dengan pengamatan secara periodik terhadap periode
waktu penyimpanan yang dimulai pada minggu ke-0 (L0), minggu ke-2 (L1), minggu
ke-4 (L2), minggu ke-6 (L3), minggu ke-8 (L4). Data dihitung rata-rata dan standar
deviasinya kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan vakum secara manual
menghasilkan kondisi vakum yang hanya bertahan selama 2 minggu. Setelah
penyimpanan minggu ke 2 tempoyak yang diberi maupun tidak diberi perlakuan
vakum memiliki kondisi (tekanan) yang sama sehingga tanggapan yang dihasilkan
relatif sama terhadap variabel mutu yang diamati. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa lama penyimpanan menurunkan mutu tempoyak, semakin
lama penyimpanan mutu tempoyak semakin menurun.
# MEMPELAJARI KANDUNGAN FENOL DAN KAFEIN PADA
BEBERAPA GRADE KOPI BIJI JENIS ROBUSTA
Oleh
Bellin Anastasia
ABSTRAK
Mutu kopi biji Robusta di Indonesia tergolong masih rendah, karena sampai saat ini
kualitas kopi biji masih dipengaruhi oleh grade I, II, III, IV, V, VI, dan kopi asalan.
Sekitar 80 % produksi kopi biji Indonesia berasal dari perkebunan rakyat Masing-

masing grade kopi biji memiliki berbagai macam kriteria yang dapat menentukan
total nilai cacat biji kopi. Kriteria masing-masing yang menentukan nilai cacat akan
berpengaruh pada cita rasa, sehingga cita rasa tersebut kemungkinan dipengaruhi
oleh kadar kafein dan total fenol.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kandungan kafein dan total fenol
dari setiap grade mutu Kopi Robusta.
Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Perlakuan
terdiri atas perlakuan tunggal yaitu kopi biji dari grade III, IV, V, dan VI yang
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Kemudian data dianalisis dengan sidik ragam
untuk menduga galat dan uji signifikansi mengenai ada tidaknya perbedaan antar
perlakuan, dan diuji dengan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Pengamatan yang
dilakukan meliputi kafein, total fenol, kadar air, dan kadar abu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kafein dan kadar abu pada masing-masing
grade biji berbeda nyata pada taraf 5%, kadar kafein tertinggi terdapat pada grade
III sebesar 8,2% sedangkan pada kadar abu, kadar abu tertinggi terdapat pada grade
V sebesar 8,2%. Pada total fenol data kadar air menunjukkan bahwa masing-masing
grade biji kopi tidak berbeda nyata.
# PENGARUH KONSENTRASI KALIUM SORBAT DAN LAMA SIMPAN
TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGIS, DAN ORGANOLEPTIK
KRIM SANTAN KELAPA
Oleh
Lince Kristianti1, Otik Nawansih2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Krim santan kelapa merupakan produk hasil olahan dari santan kelapa yang diberi
bahan penstabil dan diproses dengan panas untuk mengurangi kadar airnya.
Namun, krim santan kelapa mudah mengalami kerusakan jika harus disimpan
dalam waktu yang relatif lama, karena itu perlu diupayakan produk krim santan
kelapa siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup lama. Untuk

memperpanjang masa simpan krim santan kelapa diperlukan perlakuan


penambahan bahan pengawet yaitu kalium sorbat. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan konsentrasi kalium sorbat yang menghasilkan lama simpan optimal
krim santan kelapa dengan sifat kimia, mikrobiologis dan organoleptik yang masih
diterima.
Rancangan yang digunakan adalah faktorial 35 dalam rancangan kelompok teracak
sempurna dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi kalium sorbat
0% (S0), 0,05% (S1) dan 0,1% (S2). Faktor kedua adalah lama simpan 0 hari (T0), 3
hari (T1), 6 hari (T2), 9 hari (T3), dan 12 hari (T4) pada suhu ruang. Data dianalisis
sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan antar perlakuan. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Bartlett
dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Analisis data lebih lanjut dengan
menggunakan uji perbandingan dan polinomial ortogonal pada taraf nyata 1% dan
5%.
Hasil penelitian menunjukkan krim santan kelapa dengan penambahan pengawet
kalium sorbat 0,1% selama penyimpanan 3 hari pada suhu ruang masih layak
dikonsumsi dan dapat diterima secara kimia, mikrobiologis dan organoleptik oleh
panelis.
# PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN DAN SUHU
PENYIMPANAN TERHADAP MASA SIMPAN BAKSO DAGING SAPI
Oleh
Novi Lidia1, Sutikno2, dan Otik Nawansih2
ABSTRAK
Bakso biasanya tidak dapat disimpan lama karena terjadinya kerusakan atau
pembusukan yang disebabkan oleh mikroba. Untuk dapat mengawetkan dan
meningkatkan kualitas makanan biasanya ditambahkan bahan pengawet. Namun
bahan pengawet yang selama ini digunakan pada bakso dapat membahayakan
kesehatan. Khitosan adalah bahan alami sebagai pengawet makanan. Khitosan dapat
digunakan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi

bakteri sehingga memungkinkan khitosan digunakan sebagai pengawet makanan.


Selain itu, khitosan (1,4--D-Glucosamine polymer) sangat berpotensi untuk
dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus
aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi
daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan
khitosan.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh konsentrasi khitosan dan suhu
penyimpanan yang dapat memperpanjang masa simpan bakso daging sapi.
Penelitian terdiri dari 2 (dua) faktor, faktor pertama adalah konsentrasi pelarutan
khitosan (C), yaitu (C0) 0%, (C1) 0,5%, (C2) 1%, (C3) 1,5%, dan (C4) 2%. Faktor
kedua adalah suhu penyimpanan (T), yaitu (T1) suhu dingin 50C dan (T2) suhu
kamar 270C. Pengamatan dilakukan selama 6 hari, yaitu kadar air, total mikroba,
pH dan pengujian organoleptik meliputi tekstur, aroma, penampakan dan
penerimaan keseluruhan. Data-data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan
ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. Selanjutnya akan dianalisis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi larutan khitosan 1-2% pada
penyimpanan suhu dingin dapat memperpanjang masa simpan bakso daging sapi
hingga mencapai 200% (dari 2 hari ke 6 hari), sedangkan pada penyimpanan suhu
ruang, larutan khitosan dengan konsentrasi 2% hanya dapat memperpanjang masa
simpan bakso daging sapi hingga 100% (4 hari). Suhu penyimpanan dingin ( 5 C)
dapat memperpanjang masa simpan bakso daging sapi hingga mencapai 200% serta
konsentrasi larutan khitosan 2% dan penyimpanan dingin dapat menghasilkan masa
simpan 200% (6 hari) dengan nilai total mikroba 4,93 log atau 8,63104 kol/ml.
# PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP SIFAT
KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK SELAI NANAS
LEMBARAN SELAMA MASA PENYIMPANAN
Oleh
Taufan Iman Raharjo1, Dyah Koesoemawardani2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK

Salah satu diversifikasi produk buah nanas adalah pembuatan selai nanas lembaran
yang merupakan hasil modifikasi selai semi padat yang semula hanya dikemas
dalam plastik atau botol kini dibentuk menjadi lembaran-lembaran yang kompak,
plastis, dan tidak lengket. Masalah yang terjadi dalam pembuatan selai nanas
lembaran adalah daya simpannya yang relatif pendek. Penambahan konsentrasi
natrium benzoat pada selai nanas lembaran digunakan untuk menghambat aktivitas
mikroba sehingga dapat memperpanjang masa simpan selai nanas lembaran. Untuk
mendapatkan daya simpan yang optimal tanpa merusak kualitas yang terkandung
pada selai nanas lembaran maka diperlukan penambahan konsentrasi natrium
benzoat yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi natrium
benzoat yang dapat menghasilkan selai nanas lembaran dengan sifat kimia,
mikrobiologi, dan organoleptik terbaik selama penyimpanan.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah
konsentrasi natrium benzoat (K) terdiri dari empat taraf yaitu: 0% (K0), 0,03% (K1),
0,06% (K2), dan 0,09% (K3) (b/b), sedangkan faktor kedua adalah lama
penyimpanan (M) selama 0 minggu (M0), 2 minggu (M1), dan 4 minggu (M2). Data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Kesamaan ragam menggunakan uji
Bartlett, kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan analisis dilanjutkan
dengan uji polinomial ortogonal pada taraf 1% atau 5%.
Sampai dengan lama penyimpanan 4 minggu maka penambahan konsentrasi
natrium benzoat yang relatif terbaik adalah 0,09% dengan karakteristik pH 3,25,
total padatan terlarut 73,33%, kadar air 29,99%, total kapang 2,4102 CFU/g, warna
2,69 (kuning kecoklatan), rasa 2,67 (manis), aroma 2,75 (khas nanas), tekstur 2,91
(plastis) dan penerimaan keseluruhan 2,88 (suka).
# PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU SELAI NANAS
LEMBARAN
Oleh
Irene de Resti Widayani1, Tirza Hanum2, dan Dyah Koesoemawardani2
ABSTRAK

Nanas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan jenis buah-buahan yang memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi dan cukup lengkap. Selain dapat dikonsumsi
dalam keadaan segar, dapat juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan
minuman, seperti selai (jam), buah kaleng, sirup, dan makanan semi padat. Salah
satu cara pengolahan untuk meningkatkan masa simpan buah nanas adalah dengan
diversifikasi produk buah nanas seperti pembuatan selai nanas. Pembuatan selai
nanas lembaran merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan dalam
pengolahan produk. Masalah yang terjadi dalam pembuatan selai nanas lembaran
adalah tekstur yang lembek, sehingga diperlukan bahan pengikat agar memudahkan
pembentukan gel pada selai nanas lembaran. Rumput laut yang ditambahkan pada
selai nanas lembaran dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis Eucheuma
cottonii yang menghasilkan karagenan dan agar. Kedua jenis bahan tersebut biasa
digunakan sebagai bahan pengikat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
jenis dan konsentrasi bahan penjernih yang tepat sehingga menghasilkan sifat kimia
dan organoleptik sari buah asam jawa yang terbaik.
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan, faktor pertama adalah
konsentrasi rumput laut (R) terdiri dari 4 taraf yaitu: 0,5% (R1), 1% (R2), 1,5% (R3),
dan 2% (R4) (b/b), sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan selama 0
(H1), 2 (H2), dan 4 (H3) minggu. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam.
Kesamaan ragam menggunakan uji Bartlett, kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey dan analisis dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal (Steel dan Torrie,
1995).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dengan konsentrasi
1,5% (R3) dan lama penyimpanan 4 minggu (H3) menghasilkan selai nanas
lembaran yang masih disukai panelis dengan kadar air 26,87%, total kapang 3,5102
koloni/g, total padatan terlarut 82,67%, dan organoleptik normal sesuai dengan SNI
selai.
# PENGARUH PENAMBAHAN SODIUM HEKSAMETAPHOSPAT
TERHADAP KARAKTERISTIK PEKTIN EKSTRAK CINCAU POHON
(Premna oblongifolia Merr)
Oleh

Karisman Damanik1, Samsu Udayana N2, dan A Sapta Zuidar2


ABSTRAK
Pektin yang terdapat dalam cincau pohon merupakan sumber serat pangan yang
baik,sehingga dibutuhkan pada proses ekstraksi agar didapatkan kandungan serat
pangan yang tinggi. Salah satu cara untuk mengoptimalkan ekstraksi pektin adalah
dengan menambahkan sodium heksametaphospat yang berfungsi sebagai zat
pengkelat logam. Penambahan sodium heksametaphospat diduga akan
mempengaruhi karakteristik dari pektin yang terestrak dari cincau pohon (Premna
oblongifolia Merr). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan sodium heksametaphospat terhadap karakteristik pektin ekstrak
cincau pohon (Premna oblongifolia Merr).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2006, di
Laboratorium Pengolahan, laboratorium Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis
Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
acak kelompok lengkap (RAKL) dengan faktor tunggal yang terdiri dari 6 taraf yaitu
penambahan sodium heksametaphospat pada taraf konsentrasi 0% ((S1), 0.125%
(S2), 0.25% (S3), 0.375% (S4), 0.5% (S5), 0.625% (S6) (b/v) pada saat ekstraksi
daun cincau pohon kering dengan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh diuji
kesamaan ragamnya dengan uji Bartlet dan kemenambahan data diuji dengan uji
Tuckey, kemudian dianalisis sidik ragam untuk menduga ragam galat dan uji
signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan, kemudian
dianalisa lebih lanjut dengan polinomial ortogonal pada taraf nyata 1% dan 5%.
Dari hasil penelitian didapat bahwa penambahan sodium heksametaphospat akan
menurunkan bobot ekivalen, meningkatkan kadar metoksil, kadar asam
anhidrogalakturonat dan derajat esterifikasi pektin ekstrak cincau seiring
peningkatan konsentrasi sodium heksametaphospat.
# STUDI PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK TEMPOYAK
Oleh

Dian Indriyati1, Neti Yuliana2, dan Suharyono A.S.2


ABSTRAK
Tempoyak merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi sebagai bahan
campuran untuk masakan. Berdasarkan survei di lapangan, penjualan tempoyak
masih terbatas sebagai tempoyak murni, belum banyak yang dijual sebagai sambal
tempoyak. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat preferensi
konsumen terhadap produk sambal tempoyak dan juga mengkaji bagaimana
pengaruh etnis, jenis kelamin, umur, tingkat ekonomi, serta tingkat pendidikan
terhadap preferensi konsumen.
Penelitian dilakukan dengan menguji preferensi konsumen (panelis tidak terlatih)
terhadap atribut 3 jenis tempoyak (tempoyak murni, sambal tempoyak mentah dan
sambal tempoyak matang), yaitu warna, rasa dan aroma, berdasarkan 7 skor
kesukaan. Data lalu dianalisis menggunakan General Linier Model (GLM),
sedangkan skor rata-rata dari data preference yang telah dikelompokkan
menggunakan metode Principle Component Analysis (PCA).
Hasil dari analisis GLM menunjukkan bahwa etnis, tingkat pendidikan dan tingkat
ekonomi mempengaruhi preferensi konsumen, sedangkan perbedaan umur dan
jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap preferensi konsumen. Berdasarkan
analisis PCA, etnis Jawa dan Lampung memiliki tingkat preferensi yang sama,
sedangkan preferensi etnis Palembang bertolak belakang dengan kedua etnis
tersebut. Kelompok umur 15-20 tahun dan 21-26 tahun memiliki preferensi yang
rendah terhadap tempoyak. Kelompok umur ini lebih memilih produk tempoyak
yang sudah diolah menjadi sambal matang, sedangkan kelompok umur 27-32 tahun
memiliki pilihan yang paling tinggi terhadap tempoyak. Tingkat preferensi panelis
lulus SMA dan sarjana bertolak belakang dengan preferensi panelis lulus SD dan
SMP. Panelis dengan tingkat ekonomi rendah memiliki preferensi terhadap warna,
rasa dan penerimaan keseluruhan sambal tempoyak matang, sedangkan panelis
dengan tingkat ekonomi tinggi lebih memilih warna, rasa, aroma dan penerimaan
keseluruhan tempoyak murni dan sambal tempoyak mentah serta aroma dari
sambal tempoyak matang. Preferensi kelompok jenis kelamin laki-laki dan
perempuan berbeda terhadap aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan

tempoyak murni, aroma dan rasa sambal tempoyak mentah serta aroma, warna, rasa
dan penerimaan keseluruhan sambal tempoyak matang.
- ## EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI MINYAK BIJI MENGKUDU
(Morinda citrofilia L.)
Oleh
Hira Mulyani
ABSTRAK
Mengkudu (Morinda citrofilia L.) merupakan tanamanobat dan hampir seluruh
bagian tanaman sapat dimanfaatkan, termasuk bijinya. Biji mengkudu diduga
mengandung sejumlah komponen asam lemak yang dapta dimanfaatkan untuk
bahan kosmetik, pembuatan lilin, message oil. Dalam penelitian ini penggunaan
ekstraksi pelarut organik, disebabkan kadar lemak biju mengkudu yang relative
rendah (6,64%).
Penelitian bertujuan untuk mengekstraksi minyak biji mengkudu dengan
menggunakan pelarut organic, mempelajari karakteristik sifat resiko kimia dan
mengidentifikasi komponen asam lemak mengkudu. Pelarut yang digunakan tiga
jenis yaitu n-heksana, kloroforn dan etanol (tiga kali ulangan). Ekstraksi dilakukan
pada suhu 80C selama 5 jam. Data dianalisis dengan RAL (Rancangan Acak
Lengkap) lalu dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil). Penentuan Pelarut
terbaik berdasarkan rendemen dan sifat fisiko kimia minyak yang dihasilkan dari
proteksi ekstraksi.
Minyak biji mengkudu yang diekstraksi dengan pelarut n-heksana menghasilkan
rendemen tertinggi 8,8%, bilangan iodium dan indeks bias besar, bilangan peroksida
minyak biji mengkudu hampir sama bilangan asam.. Hasil ansira ketiga perlakuan
memberikan perbedaan yang nyata terhadap rendemen, indeks bias, bilangan
iodium, bilangan asam dan ketiga perlakuan memberikan perbedaan yang tidak
nyata terhadap bilangan peroksida dan berat jenis.

Asam lemak esensial yang dominant terdiri dari asam linoleat, asam oleat, dan asam
linolenat. Dari hasil pengukuran rendemen, sifat fisiko kimia dan komponen asam
lemak minyak, diketahui pelarut n-heksana menghasilkan minyak dengan
karakteristik dengan terbaik.
- ## EVALUASI KINERJA BIOREAKTOR ANAEROBIK DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN
PERLAKUAN AKLIMATISASI INOKULUM
Oleh
Maryanti1, Udin Hasanudin2, dan Suharyono. A.S2
ABSTRAK
Tapioka merupakan salah satu industri utama di Provinsi Lampung. Industri
tapioka akan menimbulkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Pengolahan limbah cair industri tapioka umumnya menggunakan kolam anaerobik.
Penggunaan kolam anaerobik mempunyai kekurangan, diantaranya yaitu hasil
samping proses anaerobik yang berupa gas metana tidak dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi dan akan terlepas ke udara. Gas metana di atmosfer
merupakan bagian dari gas rumah kaca yang tergolong penting, karena
kemampuannya yang tinggi dalam menyerap gelombang infra merah jauh lebih
tinggi dari gas karbondioksida yaitu 21-25 kali. Meningkatnya kepekatan gas metana
di atmosfer berpotensi besar sebagai penyebab terjadinya pemanasan udara global.
Usaha mencegah terlepasnya gas metana dan karbondioksida ke udara sekaligus
mendapatkan valueble material perlu dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan
bioreaktor anaerobik dengan perlakuan aklimatisasi inokulum dalam pengolahan
limbah cair industri tapioka.
Tujuan penelitian ini yaitu mengevaluasi kinerja bioreaktor anaerobik dengan
perlakuan aklimatisasi inokulum dalam mengolah limbah cair industri tapioka.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menyajikan
hasil pengamatan dalam bentuk tabel atau grafik dan kemudian dianalisis secara
diskriptif. Dalam penelitian ini limbah cair industri tapioka difermentasi dalam 1
unit bioreaktor dengan kapasitas 50 L selama 80 hari dengan sumber inokulum
berasal dari lumpur kolam V IPAL industri tapioka yang telah diaklimatisasi selama

40 hari. Setiap hari dilakukan pengambilan limbah dengan pengembalian limbah


baru tanpa dilakukan sonifikasi terlebih dahulu. Parameter yang diamati adalah
produksi gas dan konsentrasi gas metana, suhu, nilai pH, suspended solid (SS),
volatil suspended solid (VSS), asam organik, dan T-COD.
Hasil penelitian menunjukkan kinerja bioreaktor anaerobik dengan inokulum
lumpur kolam V dalam mengolah limbah cair industri tapioka sebagai berikut, nilai
pH berkisar antara 6,7-7,5, penurunan nilai T-COD yaitu 36.9 g/l air limbah per
hari, penurunan suspended solid dari 11,286 g/l menjadi 4,684 g/l (58,5%) dan
volatil suspended solid dari 5,092 g/l menjadi 1,638 g/l (67,8%), produksi gasbio
rata-rata per hari sebesar 14.70 NL dengan konsentrasi gas metana 56,18%, dan
efisiensi degradasi bahan organik di dalam bioreaktor sebesar 65.79%.
- ## EVALUASI KINERJA BIOREAKTOR ANAEROBIK DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA DENGAN
PERLAKUAN SONIFIKASI LIMBAH DAN AKLIMATISASI INOKULUM
Oleh
Yusmiati1, Udin Hasanudin2, dan Suharyono. A.S2
ABSTRAK
Industri tapioka banyak mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan
khususnya pencemaran air sungai. Proses anaerobik meniru mekanisme seperti
yang terjadi pada perut hewan mamalia yaitu proses pencernaan secara anaerobik.
Produk akhir dari proses fermentasi ini adalah gas metana (CH4) dan karbon
dioksida (CO2). Sebagai gas rumah kaca, gas metana (CH4) diperhitungkan sebagai
sumber pemanasan global yang potensial. Gas metana berkemampuan 25 kali lebih
tinggi dari gas CO2 dalam menyerap cahaya inframerah per-mole-nya, sehingga
potensi pemanasan relatifnya terhadap CO2 cukup besar dan kontribusinya
terhadap pemanasan bumi sekitar 15 20%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja bioreaktor anaerob dalam
mengolah limbah cair industri tapioka dengan perlakuan sonifikasi limbah dan
aklimatisasi inokulum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi

dengan menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik dan kemudian
dianalisis secara deskriptif. Laju pembebanan ditingkatkan secara bertahap dengan
tidak menyebabkan perubahan pH secara drastis dengan laju pembebanan
maksimal 2,5 liter per hari. Volume limbah dalam bioreaktor dipertahankan
sebanyak 50 liter. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah produksi gas,
kandungan metana, asam organik, total padatan terlarut, padatan terlarut volatil, TCOD, serta suhu dan nilai pH limbah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan pH relatif stabil dengan nilai suhu
28,6 34,9 dan nilai pH 5,86 7,52, persentase COD removal sebesar 84,42 %,
efisiensi proses sebesar 60,64 %, konsentrasi gas metana pada hari ke-48 sebesar
64,29 % dan pada hari ke-76 sebesar 41,73 %. Asam organik yang terdeteksi hanya
asam propionat dan asam asetat dengan nilai maksimum 1,23 mg/L pada hari ke-42
untuk asam propionat dan 1,37 mg/L pada hari ke-53 untuk asam asetat.
Kandungan suspended solis (SS) dan volatil suspended solid (VSS) cenderung
berfluktuasi sampai hari ke-21 dan relatif stabil sampai hari ke-79 dengan nilai SS
rata-rata sebesar 4380 mg/L dan nilai rata-rata VSS sebesar 1801,7 mg/L. Kondisi
stabil mulai hari ke-25 dengan nilai rata-rata SS sebesar 3947,2 mg/L dan nilai VSS
rata-rata sebesar 1463,9 mg/L. Perlakuan sonifikasi dapat meningkatkan
biodegradable bahan organik pada limbah tapi dapat menghilangkan bahan-bahan
organik volatil pada saat sonifikasi berlangsung dan aklimatisasi dapat
mengoptimalkan kerja bakteri untuk mendegrasi bahan organik pada limbah.
- ## EVALUASI KINERJA BIOREAKTOR ANAEROBIK DALAM
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA YANG
DISONIFIKASI
Oleh
Ramadhani Sari1, Udin Hasanudin2, dan Suharyono2
ABSTRAK
Industri tapioka merupakan salah satu industri yang banyak menimbulkan limbah
dalam proses pengolahannya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
pengolahan limbah cair adalah proses anaerobik, yang dapat menguraikan bahan
organik menjadi biogas. Didalam penelitian ini media pemicu timbulnya gas metana

adalah lumpur kolam anaerobik I IPAL industri tapioka PT Umas Jaya Agrotama.
Dan upaya untuk mengoptimalkan produksi gas metana maka penggunaan lumpur
kolam anaerobik I ini disertai dengan penggunaan limbah cair tapioka segar yang
telah disonifikasi.
Sonifikasi merupakan salah satu cara yang cepat dan mudah didalam membantu
proses pemecahan bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair (misalnya
pati, lemak, protein dan asam nukleat) menjadi bentuk molekul yang lebih
sederhana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja bioreaktor
anerobik dalam mengolah limbah cair industri tapioka yang disonifikasi. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi dengan menyajikan hasil
pengamatan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskriptif.
Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan bioreaktor, pengisian tangki kendali suhu
konstan (suhu konstan pada 37o C), pengambilan lumpur kolam anaerobik I IPAL
industri tapioka (menggunakan sediment sampler), sonifikasi limbah cair, dan
pengambilan sampel harian. Penelitian ini menggunakan bioreaktor anaerobik
dengan kapasitas 50 L selama 80 hari. Pengamatan dilakukan pada volume gasbio,
konsentrasi gas metana, konsentrasi asam organik, total padatan tersuspensi,
padatan tersuspensi volatil, nilai T-COD, suhu dan nilai pH harian limbah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja bioreaktor anaerobik dalam mengolah
limbah cair industri tapioka yang disonifikasi dalam memproduksi gas metana
memiliki efisiensi proses sebesar 70,84%, dengan nilai COD removal sebesar 33,2
gCOD/hari. Kondisi nilai pH dan suhu pada hari ke-1 hingga ke-80 cenderung stabil.
Volume gasbio, T-COD, nilai SS dan VSS pada hari ke-1 hingga ke-36 dalam kondisi
tidak stabil, sedangkan pada hari ke-37 hingga hari ke-80 berlangsung stabil.
Konsentrasi asam organik selama 80 hari berlangsung tidak stabil, hal ini didukung
pula dengan produksi gas metana yang menurun.
- ## EVALUASI KUALITAS 2 VARIETAS JAGUNG LOKAL (BISI 2 DAN
LAMURU) DAN JAGUNG QPM (SRIKANDI PUTIH) MELALUI
PENENTUAN PROTEN DIGESTIBILITY CORRECTED AMINO ACID
SCORE (PDCAAS)
Oleh

Zelly Nurrohim1, Samsu Udayana2, dan Sapta Zuidar2


ABSTRAK
Jagung memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, akan tetapi memiliki
kekurangan dalam hal kualitas dari protein jagung tersebut. Rendahnya kualitas
protein jagung disebabkan terdapatnya beberapa asam-asam amino esensial dalam
jumlah yang terbatas, seperti lisin dan triptofan. Saat ini sudah ada jagung dengan
kualitas protein tinggi yang disebut Quality Protein Maize (QPM). Jagung QPM ini
hasil ciptaan dari lembaga penelitian internasional CIMMYT di Meksiko. Menurut
Paliwal (2000), jagung QPM memiliki kandungan lisin dan triptofan dua kali lebih
tinggi dari jagung biasa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu protein jagung lokal (varietas
Bisi-2 dan Lamuru) dan jagung QPM (varietas Srikandi Putih) melalui metode
PDCAAS (Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score).
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
menggunakan 8 ulangan, dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari 3 varietas
jagung yaitu jagung QPM varietas Srikandi Putih, jagung varietas Bisi-2, dan jagung
varietas Lamuru. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam untuk
mendapatkan penduga ragam galat dan perbedaan antar perlakuan. Homogenitas
data dilakukan denga uji Bartlett dan Additivitas dilakukan dengan uji Tukey.
Analisis lanjutan menggunakan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Pengamatan yang
dilakukan pada penelitian ini adalah analisis proksimat, komposisi asam amino,
skor asam amino, jumlah pakan terkonsumsi, perkembangan dan pertambahan
berat badan, daya cerna sejati, dan PDCAAS.
Dari hasil penelitian jagung QPM varietas Srikandi Putih memiliki nilai PDCAAS
yang lebih rendah dibandingkan dua varietas jagung lokal. Hal ini menandakan
bahwa kualitas protein jagung QPM varietas Srikandi Putih tidak lebih baik dari
jagung biasa (Bisi-2 dan Lamuru).
- ## ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT PADA
FERMENTASI IKAN (RUSIP)

Oleh
Yessy Kurniati1, Neti Yuliana2, dan Dyah Koesoema Wardani2
ABSTRAK
Salah satu produk fermentasi ikan secara tradisional adalah rusip yaitu salah satu
makanan khas di Provinsi Bangka-Belitung. Untuk melakukan pengembangan pada
produk fermentasi ikan (rusip) diperlukan data tentang jenis bakteri asam laktat
yang berperan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
bakteri asam laktat pada fermentasi ikan (rusip).
Penelitian dilakukan terhadap fermentasi ikan (rusip) yang dibuat di Laboratorium.
Tahap- tahap yang dilakukan adalah: Uji pendahuluan (pH dan total asam selama
selama 20 hari fermentasi). Isolasi bakteri asam laktat dilakukan pada hari 0 (H0),
hari ke 3 (H3), hari ke5 (H5), hari ke10 (H10), dan hari ke 15 (H15). Identifikasi awal
(pewarnaan Gram, uji katalase, pengujian terhadap spora), kemudian dilanjutkan uji
biokimia (produksi CO2 dari glukosa, produksi amonia dari arginin, produksi
dekstran dari sukrosa, pertumbuhan pada suhu 100C 2.
Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa perubahan total asam dan pH selama
20 hari fermentasi, terjadi pada hari fermentasi ketiga, kelima, kesepeluh dan
kelima belas. Hasil isolasi bakteri asam laktat dari fermentasi ikan (Rusip) yang
difermentasi selama 15 hari, dihasilkan 29 isolat dengan ciri-ciri coccus, Gram
positif (+), katalase negatif (-), dan spora negatif (-). Hasil identifikasi terhadap 29
isolat bakteri asam laktat tersebut terdiri dari 10 isolat Leuconostoc, 12 isolat
Streptococcus, 7 isolat Lactococcus, sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri asam
laktat yang berperan selama fermentasi ikan (rusip) adalah Leuconostoc,
Streptococcus, dan Lactococcus. Genus Streptococcus lebih ditemukan pada awal
fermentasi, sedangkan Lactococcus berperan pada pertengahan fermentasi, pada
akhir fermentasi bakteri asam laktat yang berperan adalah Leuconostoc.
- ## KAJIAN POTENSI PROBIOTIK MINUMAN LAKTAT SARI KULIT
NENAS YANG DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus acidophilus
SECARA in vivo

Oleh
Mujiati1, Samsul Rizal2, dan Samsu Udayana Nurdin2
ABSTRAK
Minuman fermentasi laktat dari sari kulit nenas diketahui mampu menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, namun produk belum dibuktikan secara ilmiah
mampu mengendalikan bakteri penyebab penyakit dalam saluran pencernaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi probiotik minuman
laktat sari kulit nenas yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus
menggunakan tikus percobaan dengan menguji pengaruh produk terhadap
mikroflora usus besar tikus percobaan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pemberian minuman laktat
sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus acidophilus terhadap mikroflora
usus besar tikus percobaan dan mengetahui potensi minuman tersebut sebagai
minuman probiotik.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap dengan 6 ulangan. Disediakan 3 kelompok tikus yang masingmasing terdiri dari 6 ekor tikus (setiap ekor mewakili sebagai ulangan). Ketiga
kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan pemberian air
minum biasa, minuman fermentasi laktat sari kulit nenas dan sari kulit nenas tanpa
fermentasi. Data hasil pengamatan diuji kesamaan ragamnya dengan uji Barlett dan
kemenambahannya dengan uji Tuckey. Data diolah dengan sidik ragam untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dan diolah lanjut dengan Uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan minuman laktat sari kulit nenas
yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus menghasilkan total bakteri asam
laktat digesta tertinggi yaitu sebesar 1,61012 koloni/gram dan total koliform
terendah sebesar 3,71011 koloni/gram dibandingkan perlakuan minuman sari kulit
nenas tanpa fermentasi dan air biasa sebagai kontrol. Minuman laktat sari kulit
nenas yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus efektif dalam meningkatkan

total bakteri asam laktat dan menurunkan total koliform secara nyata di dalam usus
besar tikus percobaan. Minuman laktat sari kulit nenas yang difermentasi oleh
Lactobacillus acidophilus terbukti berperan dalam menekan pertumbuhan bakteri
patogen usus besar tikus percobaan dengan menurunkan total koliform secara in
vivo sehingga dapat dikembangkan sebagai minuman probiotik.
- ## KAJIAN POTENSI PROBIOTIK MINUMAN LAKTAT SARI KULIT
NENAS YANG DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus casei
Oleh
Ersi Oktarini1, Samsu Udayana Nurdin2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Studi perencanaan aktivitas antimikroba bakteri asam laktat pada produk
fermentasi laktat kulit nenas dalam menekan bakteri penyebab penyakit telah
banyak dilakukan, tetapi produk yang dihasilkan belum terbukti secara ilmiah
mampu mengendalikan bakteri penyebab penyakit yang terdapat di dalam slauran
pencernaan melalui mekanismenya sebagai minuman probiotik. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji potensi probiotik minuman fermentasi
laktat sari kkulit nenas melalui hewan percobaan dengan menguji pengaruh produk
terhadap keseimbangan mikroflora usus besar tikus percobaan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh pemberian minuman laktat
sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus casei subsp Rhamnosus terhadap
mikroflora usus besar tikus percobaab dan mengetahui potensi minuman fermentasi
laktat tersebut sebagai minuman prebiotik.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok Lengkap dengan 6 ulangan. Disediakan 3 kelompok tikus yang masingmasing terdiri dari 6 ekor tikus (setiap ekor mewakili sebagai ulangan). Ketiga
kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda. Satu kelompok yaitu perlakuan
pemberian air minum biasa, satu kelompok perlakuan pemberian minuman
fermentasi laktat sari kulit nenas dan satu lagi perlakuan pemberian sari kulit nenas
tanpa fermentasi. Data hasil pengamatan diuji kesamaan ragamnya dengan uji

Barlett dan kemenambahannya dengan uji Tuckey. Data diolah dengan sidik ragam
untuk mengetahui ada tidakya perbedaan perlakuan dan diolah lanjut dengan Uji
Beda Terkecil (BNT) pada taraf nyata 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minuman laktat sari kulit nenas
yang difermentasi Lactobacillus casei menghasilkan nilai total bakteri asam laktat
digesta yang lebih tinggi namun menghasilkan nilai total koliform digesta yang lebih
rendah daripada pemberian minuman tanpa fermentasi dari air biasa sebagai
control pada tikus percobaaab (Sprague dawley) dengan jumlah bakteri asam laktat
digesta sebesar 1,55 x 1012 koloni/gram fan jumlah koliform digesta sebesar 3,70 x
1011 koloni/gram. Miuma laktat sari kulit nenas yang difermentasi Lactobacillus
casei cenderung memiliki potensi prebiotik karena kemampuannya dalam menekan
pertumbuhan bakteri pantogen di usus besar tikus percobaan.
- ## KARAKTERISASI RUSIP DARI PULAU BANGKA
Oleh
Achmad Madani1, Dyah Koesoemawardani2, dan Susilawati2
ABSTRAK
Rusip merupakan produk fermentasi ikan tradisional dari daerah Bangka Propinsi
Bangka Belitung berupa awetan ikan yang berukuran kecil terutama ikan teri dengan
penambahan garam dan gula aren. Produk fermentasi ikan umumnya sangat disukai
oleh masyarakat karena produk akhirnya mempunyai ciri-ciri khusus saperti bau
(odour), rasa (flavour), bentuk (appearance), dan tekstur yang khas serta memiliki
daya cerna yang relatif lebih tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi rusip dari Pulau Bangka
terutama sifat kimia, mikrobiologi dan sifat sensorinya. Hipotesis yang diajukan
yaitu produk rusip yang berasal dari Bangka memiliki karakteristik yang spesifik
yang berbeda dari produk fermentasi lainnya
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey pada beberapa pasar yang ada
disekitar Kabupaten Bangka Induk Provinsi Bangka Belitung. Sampel diambil dari
pasar atau toko menggunakan teknik purpose. Dari 68 produsen rusip yang ada di
Bangka Induk diambil sampel sebanyak 12 produk rusip dari asal pengrajin yang
berbeda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, pH, lemak, total
protein, total volatile nitrogen (TVN), trimetilamin (TMA), total mikroba, total
kapang, total bakteri asam laktat dan sensori dari rusip bangka dapat disebabkan
bahan baku dan cara pembuatan yang berbeda dari setiap pengrajin rusip. Sifat
kima dan mikrobiologi dari rusip Bangka adalah kadar air 62,19 83,74%, pH 5,01
6,10, kadar garam 17 30%, lemak 1,82 3,06%, total protein 10,52 14,45%,
total volatile nitrogen (TVN) 1,65 2384,54 mg N/100g, trimetilamin (TMA) 11,55
94,58 mg N/100g, total mikroba adalah 8,23 13,45 log CFU/g, total kapang 1,70
6,49 log CFU/g, dan total bakteri asam laktat 7,62 10,23 log CFU/g. Sementara itu,
hasil sensori rusip Bangka adalah kental, bentuk ikan masih terlihat, berwarna
coklat sampai abu-abu, beraroma amis, busuk dan beraroma terasi, dengan rasa asin
dan asam
- ## LAJU RESPIRASI CABAI MERAH (Capsicum annum L) DALAM
PENYIMPANAN ATMOSFER PASIF DENGAN PLASTIK POLIETILEN
Oleh
Muaddin1, Rofandi Hartanto2, dan Sapto Kuncoro2
ABSTRAK
Cabai merah merupakan komoditas holtikultura yang banyak diusahakan di
Propinsi Lampung dalam berbagai skala usaha. Permintaan akan cabai merah terus
meningkat sejalan pertambahan jumlah penduduk dan pengembangan diversifikasi
olahan dari cabai merah, sehingga masyarakat tidak hanya dapat mengkonsumsi
cabai dalam bentuk segar, tetapi dapat dalam bentuk yang sudah diawetkan. Cabai
bersifat mudah rusak (perishable), karena buah cabai yang dipanen mengalami
perubahan-perubahan fisiologi, kimia dan biokimia yang disebabkan oleh aktivitas
metabolisme. Proses metabolic yang terpenting pascapanen adalah respirasi yang
meliputi perombakan subtract organic (Apandi, 1984). Laju respirasi merupakan
indicator laju metabolisme jaringan dan digunakan sebagai petunjuk mengenai
potensi daya simpan (storage file) buah-buahan dan sayur-sayuran (Wills et al.,
1981).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya laju respirasi cabai merah
dalam penyimpanan atmosfer pasif dengan plastic polietilen densitas rendah
(LPDE) dengan ketebalan 3o m. Pengukuran respirasi didasarkan pada akumulasi
produksi CO2 yang tertahan pada kemasan film. Penelitian menggunakan
rancangan factorial dengan 2 faktor yaitu factor jumlah Perforasi pada kemasan
plastic dan factor suhu. Faktor perforasi dengan 4 taraf yaitu : tanpa perforasi (F0),
Perforasi 2 (F2), perforasi 4 (F4) dan Perforasi 6 (F6) dan factor suhu yaitu suhu
ruang (28C) dan suhu rendah (18-20C) dengan 3 kali pengulangan. Parameter
yang diamati yaitu : laju respirasi, bobot buah dan umur simpan.
Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi cabi merah semakin menurun dan
menunjukkan pola yang teratur. Laju respirasi pada suhu ruang dan suhu rendah
menunjukkan hubungan persamaan Y = AX-kl. Faktor perforasi pada permukaan
kemasan dengan berbagai taraf menunjukkan pengaryh yang signifikan terhadap
akumulasi produksi CO2 yang diindikasikan dengan nilai konstanta laju reaksi
menyeluruh (kL) yang semakin besar pada taraf perforasi yang lebih besar. Bobot
buah selama penelitian mengalami penurunan bobot secara terus menerus yang
disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi buah cabai merah. Cabai dalam
kemasan plastic yang disimpan pada suhu ruang meliputi umur simpan rata-rata 7
hari, sedangkan yang disimpan pada suhu dingin mempunyai umur simpan yang
bervariasi 7-9 hari.
- ## PENGARUH JENIS TEMPE DAN BAHAN PENGIKAT TERHADAP
SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PRODUK NUGGET TEMPE
Oleh
Reni Oktorina1, Suharyono AS.2, dan Susilawati2
ABSTRAK
Nugget adalah produk olahan daging giling yang diberi bumbu-bumbu dan
dicampur bahan pengikat kemudian dicetak menjadi suatu bentuk tertentu yang
selanjutnya dilumuri tepung roti, digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk
mempertahankan mutunya selama penyimpanan dan pembentukan tekstur.

Saat ini, nugget di pasaran menggunakan bahan baku daging atau ikan yang
harganya relatif mahal. Oleh karena itu, digunakan tempe sebagai alternatif
pengganti daging atau ikan. Tempe yang digunakan adalah tempe kedelai dan tempe
benguk. Dalam penelitian ini digunakan empat jenis tepung sebagai bahan pengikat
yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu, dan tepung maizena. Penelitian ini
bertujuan memperoleh jenis tempe dan jenis bahan pengikat yang dapat
menghasilkan nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik. Hipotesis
yang diajukan adalah (1) Terdapat jenis tempe yang menghasilkan nugget tempe
dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik (2) Terdapat jenis bahan pengikat yang
menghasilkan nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik (3)
Terdapat interaksi antara jenis tempe dan jenis bahan pengikat yang menghasilkan
nugget tempe dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik.
Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis tempe (T) terdiri dari dua
taraf yaitu tempe kedelai (T1) dan tempe benguk (T2). Faktor kedua adalah jenis
bahan pengikat (P) terdiri dari empat taraf yaitu tepung tapioka (P1), tepung terigu
(P2), tepung sagu (P3), dan tepung maizena (P4). Kesamaan ragam diuji dengan uji
Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan
analisis sidik ragam dan uji signifikasi. Selanjutnya data dianalisis lebih lanjut
dengan perbandingan orthogonal pada taraf 5% dan 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jenis tempe kedelai menghasilkan nugget
tempe dengan komposisi kimia dan organoleptik terbaik. Jenis bahan pengikat
tepung maizena menghasilkan nugget tempe dengan komposisi kimia dan
organoleptik terbaik. Terdapat interaksi antara jenis tempe kedelai dan tepung
maizena terhadap kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar lemak, yang
menghasilkan nugget dengan komposisi kimia dan organoleptik terbaik dengan
kadar air 52,91 %, kadar protein 16,53 %, kadar karbohidrat 6,56 %, kadar lemak
19,7 %, skor warna 3,27 (kuning kecoklatan), aroma 2,47 (khas tempe), rasa 3,04
(khas tempe), tekstur 2,75 (kompak), dan penerimaan keseluruhan 3,17 (suka).
- ## PENGARUH KONSENTRASI SUSU SKIM DAN GLUKOSA PADA
PROSES PEMBUATAN MINUMAN LAKTAT DARI KULIT NANAS YANG
DIFERMENTASI OLEH Lactobacillus acidhopillus

Oleh
Joko Arif Prasetyo1, Marniza 2, dan Samsul Rizal2
ABSTRAK
Penggunaan bahan baku susu pada pembuatan minuman laktat dianggap cukup
mahal oleh sebagian masarakat sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti
susu. Kulit nenas yang mencapai 23 % dari jumlah bagian yang dapat dimakan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan minuman laktat. Pemanfaatan kulit
nanas ini dapat meningkatkan nilai ekonomisnya juga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan yang disebabkan olehnya. Untuk memberikan kondisi yang
optimum bagi pertumbuhan bakteri asam laktat, maka perlu ditambahkan susu
skim dan glukosa untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nenas
dengan karakteristik terbaik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glukosa dan
skim yang menghasilkan minuman fermentasi laktat dari sari kulit nanas terbaik
yang difermentasi dengan Lactobacillus acidophilus. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah (1) terdapat konsentrasi susu skim yang tepat untuk
menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik, (2) terdapat
konsentrasi glukosa yang tepat untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari
kulit nanas terbaik, (3) terdapat interaksi antara penambahan susu skim dan
glukosa untuk menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik.
Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan menggunakan dua faktor,
yaitu faktor pertama adalah konsentrasi glukosa (G) yang terdiri dari empat taraf
yaitu 0%, 2%, 4%, dan 6%, sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi susu bubuk
skim (S) yang terdiri dari empat taraf yaitu 0%, 4%, 8%, dan 12%. Kesamaan ragam
data diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Data
hasil pengamatan minuman laktat dianalisis dengan sidik ragam untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Data diolah lebih lanjut dengan uji
polinomial ortogonal pada taraf nyata 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penambahan glukosa 2% dan susu skim
4% menghasilkan minuman fermentasi laktat sari kulit nanas terbaik, dengan
konsentrasi asam laktat 1,26% dengan pH 3,96, total BAL 2,87 x 1010 koloni/ml,
rasa dengan skor 3,14 (agak suka), aroma dengan skor 3,33 (agak suka), warna
dengan skor 3,51 (suka), penampakan dengan skor 3,45 (agak suka), dan
penerimaan keseluruhan sengan skor 3,36 (agak suka).
- ## PENGARUH PENAMBAHAN KULTUR CAIR BAKTERI ASAM
LAKTAT PADA RUSIP
Oleh
Eka Nurulita1, Susilawati2, dan Neti Yuliana2
ABSTRAK
Produk fermentasi hasil perikanan mempunyai beberapa kekurangan yaitu mutu
yang tidak stabil, tidak seragam bahkan terkadang mutunya sangat rendah dan
membahayakan konsumen. Hal ini, karena pada pengolahan ikan tradisional
umumnya proses fermentasi berlangsung secara spontan tanpa penambahan strater
bakteri yang dikehendaki.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik rusip yang
ditambahkan kultur cair bakteri asam laktat dan dibandingkan dengan rusip yang
dihasilkan tanpa penambahan kultur (fermentasi spontan). Penelitian ini dilakukan
dalam beberapa tahapan yaitu : (1) pembuatan kultur cair, (2) pembuatan rusip, dan
(3) aplikasi kultur cair pada produk fermentasi rusip yang dibandingkan dengan
produk fermentasi rusip tanpa penambahan kultur cair (fermentasi spontan).
Perlakuan pada tahap tiga diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan klasifikasi satu arah menggunakan suji t pada taraf alpha 5%.
Fermentasi dengan penambahan kultur cair menghasilkan pH, total volatil nitrogen,
total mikroba aerobik, total kapang lebih rendah dibandingkan dengan fermentasi
secara spontan. Sedangkan total asam dan total bakteri asam laktat yang dihasilkan
dengan penambahan kultur cair lebih tinggi dibandingkan dengan fermentasi
spontan. Akan tetapi, kadar air dan kadar garam tidak dipengaruhi oleh

penambahan kultur cair. Karakteristik rusip dengan penambahan kultur cair pada
hari keenam belas adalah sebagai berikut : kadar air 65,17%, pH 5,38, total asam
laktat 25,50%, total volatil nitrogen (TVN) 67,31 mg N/100g, total mikroba aerobik
5,60 log cfu/g, total bakteri asam laktat 12,41 log cfu/g, total kapang 4,08 log cfu/g,
kadar garam 25%. Sedangkan karakteristik rusip secara spontan pada hari keenam
belas adalah sebagai berikut : kadar air 50,6%, pH 6,01, total asam laktat 20,33%,
total volatil nitrogen (TVN) 76,41 mg N/100g, total mikroba 8,34 log cfu/g, total
bakteri asam laktat 10,46 log cfu/ g, total kapang 5,76 log cfu/g, kadar garam 25%.

SOFT COPY KODE O.21 (PDF)

KARAKTERISTIK FISIOLOGI ALOE Vera

KOMPOSISI BAHAN PEMBUATAN EDIBLE FILM

KANDUNGAN ALOIN DAN VITAMIN E DALAM DAGING ALOE VERA

KANDUNGAN GIZI DARI LIDAH BUAYA YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN VACUUM-PRESSURE

PERUBAHAN KANDUNGAN LOGAM BERAT YANG TERDAPAT PADA KERANG ANADARA GRANOSA
MELAUI PROSES PEMASAKAN (PEREBUSAN) PADA VARIASI PERLAKUAN PENCUCIAN DAN
PERENCAMAN

TA / BUDIDAYA TANAMAN SELADA DAUN (Lactuca sativa) DI KELOMPOK TANI MANUNGGAL SAMBI,
PAKEMBINANGUN, PAKEM SLEMAN, YOGYAKARTA, 09

TA / PERAN PENYULUH PERTANIAN DALAM MENUMBUH KEMBANGKAN PARTISIPASI PETANI


UNTUK MENGGUNAKAN PUPUK MAJEMUK DI DESA TEGALMADE KECAMATAN MOJOLABAN
KABUPATEN SUKOHARJO, 09

TA / PERBANYAKAN TANAMAN JERUK KEPROK (Citrus Nabilus Lour) DENGAN TEKNIK OKULASI, 09

TA / PERBANYAKAN VEGETATIF TANAMAN ALPUKAT (Persea americana Mill), 09

KOMPARASI PERFORMAN SAPI SIMMENTAL DAN PO JANTAN DENGAN PEMBERIAN Urea Molasses
Block (UMB) SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN 09

ANALISIS PEMASARAN GULA KELAPA DI KABUPATEN KULON PROGO, 08

TA / BUDIDAYA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annum L.) DI KELOMPOK TANI MANUNGGAL
SAMBI, PAKEMBINANGUN, PAKEM SLEMAN, YOGYAKARTA, 09

TA / BUDIDAYA BUNGA POTONG KRISAN ( Chrysanthemum sp.) DI KELOMPOK TANI UDI MAKMUR
WONOKERSO, HARGOBINANGUN, PAKEM, SLEMAN, 09

FORTIFIKASI B-KAROTEN PADA PEMBUATAN MIE BASAH DAN MIE KERING DENGAN TEPUNG
WORTEL, 09

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI


BAWANG MERAH DI KABUPATEN NGANJUK, 09

BUDIDAYA IKAN SISTEM KARAMBA JARING APUNG DI WADUK KEDUNGOMBO KABUPATEN


BOYOLALI

PENGARUH ABU SABUT KELAPA SAWIT DAN PUPUK NPK TERHADAP KEMATANGAN GAMBUT DAN
KETERSEDIAAN KALIUM SERTA HASIL KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI TANAH HISTOSOL
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MUSIRAWAS CITRAHARPINDO KALIMANTAN TENGAH

TA/BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN TANAMAN BERBAHAN BAKU SAMBUNG NYAWA DI KEBUN


TANAMAN OBAT KARYASARI DESA KARYASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, 09

KOMPARASI NILAI CERNA RANSUM DENGAN PEMBERIAN Urea Molasses Block (UMB) SEBAGAI
PAKAN SUPLEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DAN PO JANTAN 09

MAGANG DI PT RUMPUN SARI KEMUNING I NGARGOYOSO KARANGANYAR (QUALITY CONTROL


PADA PROSES PRODUKSI TEH HIJAU), 09

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KAYU DI DELLA FURNITURE KABUPATEN


SUKOHARJO,09

TA / DI GABUNGAN KOPERASI SUSU INDONESIA BOYOLALI (PENGENDALIAN MUTU), 09

PERSEPSI PETANI TERHADAP JENIS PEKERJAAN YANG AKAN DIPILIH, PASCA ALIH FUNGSI LAHAN
(KASUS DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR)

TA / PENGARUH SODIUM TRIPOLIPHOSPHAT (STPP) TERHADAP SIFAT KARAK (KERUPUK GENDAR)

PENGARUH POPULASI AWAL NEMATODA PURU AKAR (MELOIDOGYNE SPP.) TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI MERAH (CAPSICUM ANNUUM L.) VARIETAS HOT BEAUTY
DAN TM-888

KEBERDAYAAN PETANI DALAM PENYULUHAN PARTISIPATIF POLA

EVALUASI PETANI TERHADAP PROGRAM SIARAN PEDESAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI)
SEBAGAI SUMBER INFORMASI PERTANIAN DI KOTA SURAKARTA

ANALISIS KEUANGAN SUB DOLOG DI KECAMATAN MOJOLABAN KABUPATEN SUKOHARJO (KASUS


UPGB MOJOLABAN, KABUPATEN SUKOHARJO, PROPINSI JAWA TENGAH)

TA / DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA Jl.Raya Solo Sragen km16 Masaran, Sragen, JawaTengah
QUALITY CONTROL PROSES PRODUKSI MI KERING 09

UJI PATOGENISITAS IRIDOVIRUS PADA IKAN KERAPU LUMPUR (EPINEPHELUS BLEEKERI


VAILLANT) DAN DETEKSI DENGAN METODE HISTOPATOLOGI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION
(PCR)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM DI JAWA TENGAH TAHUN


1986-2006

TA-DI PT. RUMPUN SARI KEMUNING I NGARGOYOSO,KARANGANYAR JAWATENGAH PROSES


PRODUKSI TEH HIJAU, 09

TA-PROSES PRODUKSI KASUZUKE(magang di agrindo boga santika Klaten dan PT.Karoma bumi wasesa
Boyolali), 09

ANALISIS FAKTOR MARKETING MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG PADA
PASAR SWALAYAN DI KOTA SURAKARTA,09

TA-QUALITY CONTROL PROSES PRODUKSI DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD Tbk SRAGENINDONESIA, 09

TA-MANAJEMEN PEMELIHARAAN PEDET SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH CV. MAWAR
MEKAR FARM KABUPATEN KARANGANYAR 09

POTENSI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI HIDROGEN


PEROKSIDA (H2O2) DALAM PENGAWETAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis), 09

PENGGUNAAN WHEAT POLLARD FERMENTASI DALAM KONSENTRAT TERHADAP KECERNAAN


BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK RANSUM KELINCI KETURUNAN VLAAMSE REUS JANTAN, 09

TA-BUDIDAYA TANAMAN ADENIUM sp DI CV INDMIRA CITRA TANI NUSANTARA YOGYAKARTA, 09

TA-BUDIDAYA KOMODITAS CABAI (Capsicum Frutecens. L) DI BBP MONDROMINO TANAMANAN HIAS


DAN HORTIKULTURA KABUPATEN WONOGIRI, 09

STRATEGI PENGEMBANGAN SENTRA INDUSTRI KECIL EMPING GARUT (Maranta arundinacea L ) DI


KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI, 09

TA-MANAJEMEN BREEDING SAPI POTONG DI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN


SRAGEN 09

TA-MANAJEMEN BREEDING SAPI POTONG DI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN


SRAGEN, 09

TA-BUDIDAYA TANAMAN BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA
(KBH) TAWANGMANGU 09

TA-TEKHNIK PENGAPLIKASIAN MEDIA TANAM YANG TEPAT UNTUK TANAMAN ANGGREK CATTLEYA
DI PEMBUDIDAYAAN ANGGREK WIDOROKANDANG YOGYAKARTA, 09

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP
JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT, 09

TA-MANAJEMEN PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI CV. PLESUNGAN RAYA GONDANGREJO,


KARANGANYAR 09

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PENDIDIKAN FORMAL IBU RUMAH TANGGA DENGAN
PEMBERIAN PANGAN BALITA DI WILAYAH BINAAN PUSKESMAS SANGKRAH KECAMATAN PASAR
KLIWON KOTA SURAKARTA, 09

PENGARUH PENAMBAHAN ARANG AKTIF ( ACTIVATED CHARCOAL ) DALAM RANSUM YANG


MENGANDUNG KONSENTRAT TINGGI TERHADAP KECERNAAN DAN PARAMETER FERMENTASI
RUMEN PADA DOMBA LOKAL JANTAN, 09

MAGANG DI PERUSAHAAN AGRINDO BOGA SANTIKA KLATEN, JAWA TENGAH (PENGENDALIAN


MUTU), 09

KAJIAN MACAM SPESIES URET DAN MUSUH ALAMINYA PADA TANAMAN STROBERI DI DESA
KALISORO TAWANGMANGU KARANGANYAR, 09

TA-BUDIDAYA TANAMAN HIAS Anthurium hookeri 09

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL TEMPE DI KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN,


09

TA-PROSES PRODUKSI ROTI LAPIS LEGIT GULUNG (di perusahaan roti milano Jl. Ahmad Yani 1 No 1
Kerten, Surakarta) 09

TA-PROSES PRODUKSI SIRUP MALTOSA DAN FRUKTOSA (di PT. Tainesia Jaya) 09

TA-MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM PETELUR DI PETERNAKAN PT. SARI UNGGAS FARM DI


KABUPATEN SRAGEN, 09

PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN TEPUNG DAUN WORTEL DALAM RANSUM


TERHADAP PERFORMAN KELINCI LOKAL JANTAN, 09

PENGGUNAAN WHEAT POLLARD FERMENTASI DALAM KONSENTRAT TERHADAP PERFORMAN


KELINCI KETURUNAN VLAAMSE REUS JANTAN, 09

TA-DI PT.TIGA PILAR SEJAHTERA (PROSES PRODUKSI CANDY), 09

TA-MANAJEMEN PEMELIHARAAN INDUK LAKTASI DI PETERNAKAN SAPI PERAH CV. MAWAR MEKAR
FARM KABUPATEN KARANGANYAR, 09

TA-BUDIDAYA BUAH NAGA (HYLOCEREUS COSTARICENSIS) DI DENY NURSERY AND GARDENING,


09

TA-DI PT TAINESIA JAYA DESA SONOHARJO KAB. WONOGIRI (PROSES PRODUKSI SIRUP MALTOSA
DAN FRUKTOSA) 09

TA-PROSES PRODUKSI SIRUP MALTOSA DAN FRUKTOSA DI PT. TAINESIA JAYA, 09

ANALISIS PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAHE (Zingiber officinale) DI DESA NGARGOYOSO


KABUPATEN KARANGANYAR, 09

ANALISIS KETERPADUAN PASAR TOMAT (Lycopersicum esculentum) ANTARA PASAR TAWANGMANGU


KABUPATEN KARANMGANYAR DENGAN PASAR LEGI KOTA SURAKARTA,09

TA-LAPORAN MAGANG DIPERUSAHAAN ROTI GANEPS TRADITIIONAL SNACK SOLO (QIALITY


CONTROL ROTI KECIL), 09

TA-BUDIDAYA TANAMAN HIAS ANTHURIUM HOOKERI DI DENY NURSERY AND GARDENING, 09

TOKSISITAS EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria papuana Warb.) TERHADAP ULAT KROP
KUBIS Croccidolomia binotalis Zell. PADA TANAMAN CAISIN, 09

TA-DI GABUNGAN KOPERASI SUSU INDONESIA ( PENGUJIAN MUTU SUSU ) 09

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK MAHKOTA DEWA (Phaleria papuena Warb.) TERHADAP MORTALITAS ULAT
DAUN KUBIS (Plutella xylostella L.) PADA TANAMAN CAISIN, 09

TA-MAGANG DI PT DUA KELINCI (PROSES PRODUKSI KACANG GARING) 09

APLIKASI FISHBONE ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS BUNGA KRISAN (Chrysanthemum


sp.) POTONG TIPE STANDAR PADA KELOMPOK TANI UDI MAKMUR DI KABUPATEN SLEMAN, 09

TA-MANAJEMEN

PEMASARAN

SAPI

POTONG

DI

CV.

PLESUNGAN

RAYA

KABUPATEN

KARANGANYAR, 09

TA-MANAJEMEN PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG PT. KEPURUN


PAWANA INDONESIA KABUPATEN KLATEN, 09

TA-DI PERUSAHAAN ROTI MILANO (PROSES PRODUKSI ROTI PASTRY) 09

ANALISIS RETURN ON INVESTMENT (ROI) UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN MENGHASILKAN LABA


(Studi Kasus di PT. Tainesia Jaya Surakarta), 09

TA-BUDIDAYA ANTHURIUM HOOKERI DI CV. INDMIRA CITRA TANI NUSANTARA, 09

TA-BUDIDAYA DAN PENYULINGAN TANAMAN NILAM ACEH (POGOSTEMON CABLIN BENTH) DI DENI
NURSERY AND GARDENING, 09

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SEMANGKA (Citrullus vulgaris) DI KABUPATEN SRAGEN, 09

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN IKAN KAKAP MERAH DI PASAR


TRADISIONAL KOTA SURAKARTA, 09

ANALISIS USAHA PEMBUATAN KECAP KEDELAI PADA INDUSTRI KECAP LELE DI KABUPATEN
PATI, 09

TA-BUDIDAYA ANTHURIUM GELOMBANG CINTA (ANTHURIUM PLOWMANII) DI DINAS PERTANIAN


TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN WONOGIRI,09

TA-BUDIDAYA TANAMAN SAWI (BRASSICA JUNCEA L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA (KBH)
TAWANGMANGU, 09

TA-MANAJEMEN BREEDING SAPI POTONG DI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN


SRAGEN, 09

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP BUAH SALAK (Salacca edulis) DI PASAR


TRADISIONAL KOTA SURAKARTA ,09

TA-BUDIDAYA TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleraceae var botrytis L.) DI KEBUN BENIH
HORTIKULTURA (KBH) TAWANGMANGU, 09

BUDIDAYA JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus (L.) Fries) DI BALAI PENGEMBANGAN DAN PROMOSI
TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA (BP2TPH) NGIPIKSARI SLEMAN, YOGYAKARTA, 09

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EM4 PADA FERMENTASI PUPUK ORGANIK TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L.) SECARA HIDROPONIK 09

KLASIFIKASI

KOMODITI

TANAMAN

BAHAN

MAKANAN

DALAM

KERANGKA PERENCANAAN

PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN, 09

TA-QUALITY CONTROL KACANG ATOM (DI PT. DUA KELINCI PATI JAWA TENGAH), 09

ANALISIS USAHATANI PADI MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN BERBASIS LOKAL DITINJAU DARI
PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI (Kasus pada Kelompok Tani Marsudimulyo di Kabupaten Boyolali), 09

APLIKASI FISHBONE ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI TEH PADA PT


RUMPUN SARI KEMUNING KABUPATEN KARANGANYAR, 09

PENGARUH UKURAN DAN LAMA PERENDAMAN POLONG PANILI (Vanilla planifolia) KERING DALAM
ETHANOL TERHADAP KUALITAS OLEORESIN PANILI, 09

TA-SELEKTIVITAS BIBIT TANAMAN OBAT SEBAGAI LANGKAH AWAL DALAM MENGUSHAKAN


SIMPLISIA YANG BERKUALITAS DAN TERSTANDAR DI PERUSAHAAN OBAT HERBAL KARYASARI
(KEBUN TANAMAN OBAT KARYASARI DESA KARYASARI, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN
BOGOR), 09

TA-BUDI DAYA TANAMAN WORTEL (DAUCUS CAROTA L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA (KBH)
TAWANGMANGU, 09

KEBERLANJUTAN ADOPSI INOVASI BUDIDAYA STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni. M) DI DESA


KALISORO KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR, 09

TA-MANAJEMEN PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI CV. SUMBER BAJA PERKASA KABUPATEN


KLATEN, 09

ANALISIS USAHA INDUSTRI BENANG SUTERA DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM (PSA) REGALOH
KABUPATEN PATI, 09

APLIKASI ASAP CAIR REDESTILASI PADA KARAKTERISASI KAMABOKO IKAN TONGKOL (Euthynus
affinis) DITINJAU DARI TINGKAT KEAWETAN DAN KESUKAAN KONSUMEN, 09

POTENSI HASIL DAN KORELASI FENOTIP BEBERAPA GALUR PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) DI DESA
KETAON, BANYUDONO, BOYOLALI, 09

TA-MAGANG DI PERUSAHAAN ASINAN TIMUN JEPANG AGRINDO BOGA SANTIKA KLATEN JAWA
TENGAH ( PROSES PRODUKSI ), 09

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI


STROBERI DI KABUPATEN KARANGANYAR,05

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KUD SARONO MINO DI KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI, 04

PENGARUH EKSTRAK KENCUR DAN LAMA SIMPAN TERHADAP CENDAWAN TERBAWA BENIH DAN
VIABILITAS BENIH JERUH (Citrus sp.), 05

PENGARUH PENAMBAHAN ENZYM DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ITIK LOKAL JANTAN,
05

TA-DI PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR Tbk SEMARANG JAWA TENGAH (PENGENDALIAN MUTU MIE
INSTAN), 09

TA-TEKNIK PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA ANGGREK DI WIDORO KANDANG


YOGYAKARTA, 09

KARAKTERISTIK BISKUIT PREBIOTIK BERSERAT TINGGI DARI TEPUNG KOMPOSIT UBI KAYU DAN
UBI JALAR YANG DIPERKAYA KRIM YOGHURT BERPROBIOTIK, 09

TA-PROSES PRODUKSI KACANG TELUR (KACANG ATOM, KACANG BANDUNG DAN PANG-PANG) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH, 05

TA-PROSES PRODUKSI PANG-PANG (KACANG ATOM, KACANG BANDUNG DAN KACANG TELUR) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN JAWA TENGAH, 05

TA-MANAJEMEN PAKAN PADA PERUSAHAAN PETERNAKAN SAPI POTONG CV. SUMBER BAJA
PERKASA KABUPATEN KLATEN, 09

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITI TANAMAN BAHAN PANGAN DI KABUPATEN BOYOLALI


DENGAN PENDEKATAN TIPOLOGI KLASSEN, 09

TA-PRODUKSI ROTI KECIL DI PERUSAHAAN ROTI GANEPS TRADITIONAL SNACKS SOLO,06

TA-PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI UPTD ANEKA USAHA TERNAK DINAS PETERNAKAN DAN
PERIKANAN KABUPATEN SRAGEN, 09

TA-PEMBUATAN ROTI SUS UNTUK ANAK AUTIS, 06

TA-PROSES PRODUKSI KACANG BANDUNG (KACANG ATOM, KACANG TELOR DAN PANG-PANG) DI
UD. BINTANG WALET HANDIKA KLATEN, 05

TA-DI PT. DUA KELINCI Pati Jawa Tengah (SANITASI INDUSTRI) 09

KARAKTERISTIK TANAH

LEMPUNG YANG DICAMPUR IJUK DITINJAU TERHADAP INDEKS

PEMAMPATAN (CLAY CHARACTERISTIC THAT MIXED WITH IJUK OBSERVED BY INDEX OF


COMPRESSIION)

KEANEKARAGAMAAN MAKROFAUNA TANAH DI TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO KABUPATEN


KARANGANYAR JAWA TENGAH

PERSEPSI PETANI TERHADAP JENIS PEKERJAAN YANG AKAN DIPILIH, PASCA ALIH FUNGSI LAHAN
(KASUS DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR)

UJI PATOGENISITAS IRIDOVIRUS PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus bleekeri Vaillant) DAN
DETEKSI DENGAN METODE HISTOPATOLOGI DAN POLYMERASE CHAIN REACTIION (PCR)

PROSES PRODUKSI ROTI KECIL DI PERUSAHAAN ROTI GANEPS TRADISI SOLO

PROFIL KANDUNGAN DAIDZEIN DAN GENISTEIN PADA TEMPE GEMBUS SELAMA PROSES
FERMENTASI

PETANI DAN POLITIK DI JAWA TIMUR : GERAKAN POLITIK PETANI DI DESA SAMBIREJO KECAMATAN
MANTINGAN KABUPATEN NGAWI, 1963-1965

PENGGUNAAN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI TEMPOYAK PADA FERMENTASI SARI BUAH NANAS
DENGAN PENAMBAHAN JENIS DAN KONSENTRASI SUMBER NITROGEN YANG BERBEDA, 06

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI TERUNG


PUCUK (Solanum macrocarpon L), 06

APLIKASI MIKROORGANISME SELLULOLITIC DALAM DEGRADASI LIMBAH TEPUNG AREN DAN


LIMBAH PETERNAKAN SAPI (SEBAGAI ACUAN BAHAN AJAR POKOK BAHASAN PERUBAHAN DAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN UNTUK SMA KELAS X SEMESTER 2)

PROSES PEMBUATAN SUSU BUBUK FORMULA DI PT. SARI HUSADA UNIT II KEMUDO KLATEN

TA-BUDIDAYA AGLAONEMA DI DEWI SRI FLORA, 06

UJI POTENSI PERTUMBUHAN DAN HASIL DARI BEBERAPA GALUR FL TANAMAN WIJEN (Sesamum
indicum L) SECARA MONOKULTUR DI JUMANTONO, 04

ANALISIS PENAWARAN PANILI (Vanilla planifolia Andrews) DI PROPINSI JAWA TENGAH, 04

EVALUASI BAHAN MINUMAN KARBONASI (AIR, GULA, KONSENTRAT dan CO2) PT. COCACOLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA, 07

TA-PENGEMASAN JAMU DI PT.JAMU AIR MANCUR UNIT PALUR KARANGANYAR,07

PENGARUH SISTEM PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MACAM BAHAN ORGANIK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.),05

STUDI KERAGAMAN MORFOLOGI BEBERAPA GALUR PADI RAWA (ORYZA SATIVA L.)

PENGARUH EKSTRAK TEMULAWAK DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP CENDAWAN TERBAWA


BENIH DAN VIABILITAS BENIH JERUK (CITRUS SP.)

PENGARUH KRISIS MALAISE TERHADAP PABRIK GULA DI KABUPATEN KLATEN SAMPAI TAHUN
1942

PENGARUH PENURUNAN KADAR PROTEIN PAKAN DENGAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK SERBUK


TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA DAGING AYAM BROILER JANTAN

HUBUNGAN ANTARA SIFAT-SIFAT INOVASI DENGAN PENERAPAN BUDIDAYA PADI SUPERTOY DI


KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS USAHA TANI BUDIDAYA TANAMAN JARAK PAGAR DI KECAMATAN WONOSEGORO


KABUPATEN BOYOLALI

TA-BUDIDAYA

SIRIH

MERAH

(PIPER

CROCATUM)

DI

BALAI

BESAR

PENELITIAN

DAN

PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL (BBPPTOOT) TAWANGMANGU

ANALISIS PENAWARAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL BUDIDAYA TAMBAK DI


KABUPATEN PATI, 05

TA-BUDIDAYA MENTIMUN

DI

OISCA TRAINING

CENTRE

KARANGPANDAN

KARANGANYAR

SURAKARTA, 06

APLIKASI MIKROORGANISME EFEKTIF BIOEDU-UNS DALAM DEGRADASI LIMBAH PADAT INDUSTRI


TEPUNG AREN (SEBAGAI ACUAN BAHAN AJAR POKOK BAHASAN DAUR ULANG LIMBAH ORGANIK
UNTUK SMA KELAS-X SEMESTER 2)

EVALUASI PETANI TERHADAP PROGRAM SIARAN PEDESAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA (RRI)
SEBAGAI SUMBER INFORMASI PERTANIAN DI KOTA SURAKARTA

TA-PROSES

PRODUKSI

ROTI

DI

UNIT

USAHA PENGOLAHAN

HASIL PERTANIAN

PUSAT

PENGEMBANGAN PENATARAN GURU PERTANIAN CIANJUR

PENGARUH PENAMBAHAN ENZYM DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS DAN


BAGIAN-BAGIAN KARKAS ITIK LOKAL JANTAN, 05

PEMBENIHAN MELON (CUCUMIS MELO L.) DI CV. MULTI GLOBAL AGRINDO KARANGPANDAN

TA-PROSES PRODUKSI BISKUIT DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA FOOD TBK UNIT IV, 07 SRAGEN
JAWA TENGAH

PENGARUH

PENGGUNAAN TEPUNG AZOLLA MICROPHYLLA DALAM

RANSUM TERHADAP

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK KELINCI KETURUNAN FLEMISH GIANT JANTAN

ANALISA EKONOMI PENGARUH PENAMBAHAN IMBUHAN PAKAN (BIO MOS) KEDALAM SEMAK
BUNGA PUTIH (CHROMOLAENA ODORATA) TERHADAP BROILER, 10

ANALISA FINANSIAL INDUSTRI PEMBUATAN SAGU BASAH DI KABUPATEN LANGKAT, 10

ANALISA HARGA PEMBELIAN TBS KELAPA SAWIT PRODUKSI PETANI RAKYAT (STUDI KASUS :
KABUPATEN LABUHAN BATU), 10

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG, 10

ANALISIS KANDUNGAN KIMIA SLUDGE DARI INDUSTRI PULP PT TOBA PULP LESTARI TBk, 10

ANALISIS KERUGIAN DAN PEMETAAN SEBARAN SERANGAN RAYAP PADA BANGUNAN SMP
SWASTA DI KOTA MEDAN, 10

ANALISIS PERBEDAAN USAHA PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PERAHU MOTOR DAN


PERAHU TANPA MOTOR DI KAB SERDANG BEDAGAI (STUDI KASUS : DESA PESISIR, Kec. TANJUNG
BERINGIN), 09

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS BAWANG MERAH TERHADAP


PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK, 10

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP BUAH JERUK LOKAL DAN IMPOR (Studi Kasus : Kota
Medan), 10

ANALISIS SPASIAL HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN SUHU UDARA DI KOTA MEDAN, 09

ANALISIS TINGKAT RESIKO BAGI PELAKU AGRIBISNIS KELAPA SAWIT, 10

ANALISIS USAHA TANI BUNGA ROSELLA DI KABUPATEN DELI SERDANG, 10

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT DESA PESISIR DI KAB DELI
SERDANG DAN SERDANG BEDAGAI, 10

EFISIENSI EKONOMIS USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN KAPAL MOTOR DI KEC PANTAI LABU,
KAB DELI SERDANG, 10

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH PULAU GAMBAR KAB
DELI SERDANG, 09

EMISI CO2 NISBAH CN DAN TEMPERATUR PADA PENGOMPOSAN ECENG GONDOK (Eichhornia
crassipes) DENGAN MENGGUNAKAN TRICHODERMA HARZIANUM DAN EISENIA FETIDA, 10

EVALUASI ANGGOTA KELOMPOK TANI TERHADAP PERAN PENGURUS KELOMPOK DALAM


PELAKSANAAN MUSYAWARAH KELOMPOK TANI DI LANGKAT, 10

EVALUASI KARAKTER TANAMAN KEDELAI HASIL RADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2, 10

EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA
EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL, 09

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus Murr) DAN KELAPA
SAWIT (Elaeis guinensis Jacq.) DI BAHBALUA, BANGUN PURBA, DELI SERDANG, 10

EVALUASI PERANAN RUMAH KOMPOS TERHADAP KEBUTUHAN USAHA TANI PADI SAWAH (Rumah
Kompos UP3HP Bersatu Kita Maju Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat), 09

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN INTEGRASI DOMBA DENGAN PERKEBUNAN DI


KAB LANGKAT ( Studi Kasus : Desa Padang Brahrang Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat ), 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI MINYAK GORENG DI KOTA MEDAN, 10

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETERNAK SAPI POTONG DENGAN KEMAMPUAN


MANAJERIAL USAHA TERNAK ( Kasus: Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli
Serdang.), 10

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM
KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH, 10

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE


(Studi Kasus di Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai), 10

KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN
Eucalyptus spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTAR, 09

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN NELAYAN BURUH KAPAL BERMOTOR 5 GT (Studi


kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan), 09

KEPADATAN JUMLAH KUMBANG BADAK (Oryctes rhinoceros L.) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis jacq.) DI LAPANGAN, 10

KETAHANAN PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN
PLASTIK POLIPROPILENA TERHADAP CUACA, 10

KONSERVASI LAHAN KRITIS BAHOROK LANGKAT DENGAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK TERHADAP
PERBAIKAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH ULTISOL SERTA PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays
L.), 09

KORELASI IKLIM TERHADAP PEMBUNGAAN TANAMAN PAKAN LEBAH MADU (Studi Kasus Kecamatan
Kabanjahe dan Brastagi Kabupaten Karo), 10

KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DAN APLIKASINYA PADA MEDIA TANAH LAHAN KRITIS UNTUK
BIBIT SENGON ( Paraserianthes falcataria), 10

KUALITAS SERAT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN SERAT, 10

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN


LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BURUK, 10

MEMPELAJARI PENGARUH PERBANDINGAN DAUN DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN LAMA
PELAYUAN TERHADAP MUTU TEH ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.), 10

METODE BARU DALAM PEMISAHAN VASCULAR BUNDLES PADA LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT, 09

MONITORING DAN EVALUASI PENEMPATAN DAN PELAKSANAAN TUGAS TENAGA PENYULUH


PERTANIAN DI LANGKAT (Studi Kasus : Kecamatan Secanggang, Kecamatan Selesai dan Kecamatan
Salapian), 09

MONITORING DAN EVALUASI PENEMPATAN DAN PELAKSANAAN TUGAS TENAGA PPL DI DELI
KABUPATEN SERDANG, 09

PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK MENDEKOMPOSISIKAN BAHAN ORGANIK TANAH


GAMBUT DAN PERTUMBUHAN MERANTI BATU (Shorea platyclados), 09

PEMANFAATAN PELEPAH SAWIT DAN HASIL IKUTAN INDUSTRI KELAPA SAWIT TERHADAP
KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA SAPI PERANAKAN SIMENTAL, 09

PEMANFAATAN

ZEOLIT

DAN

FUNGI

MIKORIZA

ARBUSKULA

UNTUK

MENINGKATAKAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DI TANAH SALIN, 09

PEMBUANGAN TANAMAN PAKAN LEBAH MADU BERDASARKAN PERIODE HUJAN PADA TIGA TIPE
IKLIM DI DELI SERDANG, 10

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN, 10

PENGARUH

EFFECTIVE

MIKROORGANISME

DAN

WAKTU

APLIKASI

BOKASI

TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELADA (Lactuca sativa ), 10

PENGARUH JARAK BILAH PISAU DAN RPM BAWAH TERHADAP HASIL PENGUPASAN BUAH PINANG
MUDA, 10

PENGARUH JARAK PISAU ATAS PISAU BAWAH DAN DIAMETER PINANG MUDA TERHADAP
KUALITAS HASIL PENGUPASAN, 10

PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA CAPSIDE Cyrtopeltis


tenuis Reut. (Hemiptera : Miridae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.), 10

PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU PUTIH Bemisia
tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.)I, 10

PENGARUH KONSENTRASI CMC (CARBOXY METHYL CELLULOSA) DAN LAMA PENGERINGAN


TERHADAP MUTU TEPUNG SARI BUAH TERUNG BELANDA, 10

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU BUBUK CINCAU HITAM
INSTAN, 10

PENGARUH LILIT BATANG BAWAH DAN PUPUK FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN STUM MATA
TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.), 10

PENGARUH PEMANFAATAN KOMPOS SOLID DALAM MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPKMg
(15:5:6:4) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY,
10

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) TERMODIFIKASI TERHADAP PERFORMANS


AYAM BROILER, 10

PENGARUH PEMBERIAN GA3 TERHADAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merrill)
SELAMA FASE GENERATIF, 10

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KECOMBRANG DAN KONSENTRASI DEKSTRIN TERHADAP


MUTU MINUMAN BUBUK INSTAN SARI BUAH NENAS, 10

PENGARUH PREMI PANEN TERHADAP KINERJA DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PANEN KELAPA
SAWIT (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara IV,Unit Kebun Pabatu dan Unit Kebun Bah Jambi), 10

PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI


TANAMAN ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.), 10

PENGGUNAAN ASAM AMINO MENTIONIN DAN LISIN DALAM RAMSUM TERHADAP KARKAS BROILER
UMUR 6 MINGGU, 10

PENGGUNAAN BAHAN PENYERAP OKSIGEN DAN KARBONDIOKSIDA PADA PENYIMPANAN PISANG


BARANGAN DENGAN KEMASAN TERMODIFIKASI AKTIF, 10

PENGGUNAAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP ULAT API Setothosea asigna Van Eecke
(Lepidoptera : Limacodidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT, 10

PERANAN AIR KELAPA DALAM KULTUR EMBRIO BEBERAPA VARIETAS TANAMAN KACANG HIJAU
(Phaseolus radiatus L.), 09

PERANAN BEBERAPA JENIS POHON PADA HUTAN KOTA DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN DALAM
MENGURANGI HUJAN ASAM, 10

PERANAN KELOMPOK TANI DALAM PENINGKATAN STATUS SOSIAL EKONOMI PETANI PADI SAWAH
(Studi Kasus: Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang), 10

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI ANGGOTA P3A BERBADAN HUKUM DAN P3A
YANG TIDAK BERBADAN HUKUM DI SERDANG BEDAGAI ( Studi Kasus: Desa Makmur dan Desa Sentang
Kecamatan Teluk Mengkudu), 09

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI DENGAN PEMBERIAN POLIMER PENYIMPAN AIR

PADA SAWAH BUKAAN BARU, 10

PERTUMBUHAN Mucuna Bracteata L. DAN KADAR HARA KELAPA SAWIT (Elais guinensis Jacq.)
DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI, 10

POLA PERKAWINAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DENGAN BERBAGAI RATIO BETINA, 10

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA KERIPIK UBI (Studi Kasus : Desa Pegajahan dan Desa Suka Sari,
Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.), 10

RANCANG BANGUN ALAT PENYULING MINYAK ATSIRI TIPE UAP, 10

RESPON KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KONSENTRASI
GARAM NaCl SECARA IN VITRO, 10

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst) PADA INTENSITAS PENYIRAMAN
BERBEDA, 10

RESPONS PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP BEBERAPA
KONSENTRASI GARAM NaCl SECARA IN VITRO, 10

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP PEMBERIAN
KASCING DAN PUPUK FOSFAT , 09

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP PEMBERIAN
KOMPOS KULIT BUAH KAKAO DAN PUPUK FOSFAT, 10

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN


APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, 10

SIFAT ANATOMI DAN FISIS BATANG KELAPA HIBRIDA, 10

SIFAT FISIS KAYU LAPIS BATANG KELAPA SAWIT, 09

SISTEM INFORMASI ALAT DAN MESIN PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO, 10

STUDI PEMBUATAN SERAT MAKANAN DARI BEBERAPA KULIT SAYURAN, 10

STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP


MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT, 10

STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA
REKREASI, 09

STUDI TERHADAP PENYAKIT DAUN TANAMAN EUKALIPTUS DI KEBUN PERCOBAAN PT TOBA PULP
LESTARI SEKTOR AEK NAULI, 10

SUPLEMENTASI BLOK MULTINUTRISI TERHADAP PERTUMBUHAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor)


FASE RANGGAH LUNAK, 09

SUSU SAGA (Adenanthera pavonina) INSTAN BERPROTEIN BERDASARKAN SUHU PENGOVENAN, 10

TINGKAT INFILTRASI PADA BEBERAPA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DAS SEI WAMPU BAGIAN
HILIR, 10

UJI BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PADA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
(SRI), 10

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT
PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI, 10

UJI KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, KADAR NH3 DAN VFA JERAMI JAGUNG,
PELEPAH DAUN SAWIT DAN PUCUK TEBU TEROLAH PADA SAPI SECARA IN VITRO, 10

UJI KECERNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG YANG DIFERMENTASI BEBERAPA LEVEL BAKTERI
SERRATIA MARCESNESS PADA AYAM PEDAGING JANTAN UMUR 6 MINGGU, 10

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M2)
PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO, 10

UJI PALATABILITAS BEBERAPA MACAM HIJAUAN DAN BAHAN PAKAN PADA RUSA SAMBAR (Cervus
unicolor), 09

UJI PENSORTIRAN KOMODITAS BUAH PADA ALAT SORTASI JERUK TIPE GRAVITASI, 10

UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI
KAYU DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP KARKAS DOMBA SEI PUTIH, 10

UJI RANSUM BERBASIS PUCUK BATANG TEBU, PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK BATANG UBI
KAYU DENGAN PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP NON KARKAS DOMBA SEI PUTIH, 10

UJI RANSUM BERBASIS PUCUK TEBU PUCUK BATANG JAGUNG DAN PUCUK DAUN UBI DENGAN
PENAMBAHAN STARBIO TERHADAP PERFORMANS DOMBA SEI PUTIH, 10

VALUASI EKONOMI HUTAN SEBAGAI PENCEGAH BANJIR BERDASARKAN METODE KONTINGENSI


DAN BIAYA PENGENDALIAN BANJIR DI DAS DELI, 10

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI PESISIR KEC MEDAN BELAWAN, 10

AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (CU) DAN TIMBAL (PB) PADA POHON AVICENNIA MARINA DI
HUTAN MANGROVE, 09

ANALISA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI POTONG (STUDI
KASUS : DESA JATI KESUMA, KECAMATAN NAMO RAMBE, KABUPATEN DELI SERDANG), 09

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA
DAS PERCUT KAB DELI SERDANG, 07

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT PUNCAK DENGAN METODE RASIONAL PADA
DAS WAMPU KAB LANGKAT, 08

ANALISIS CURAHAN TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN PETANI DAFEP PADA USAHA TANI PADI
SAWAH (STUDI KASUS : DESA KARANG ANYER, KECAMATAN GUNUNG MALIGAS, KABUPATEN
SIMALUNGUN), 07

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI DISTRIBUSI RASKIN (STUDI KASUS : DESA SECURAI UTARA,
KECAMATAN BABALAN, KABUPATEN LANGKAT), 07

ANALISIS EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA PADA USAHA TANI BAYAM (Studi Kasus : Desa Sudi
Rejo Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang), 06

ANALISIS EKONOMI UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAUN SAWIT, LUMPUR SAWIT DAN JERAMI
PADI FERMENTASI DENGAN PHANEROCHAETE CHRYSOSPORIUM PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE,
08

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENURUNAN INTENSITAS PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN (STUDI


KASUS : HUTAN KEMENYAN DI DESA TANGGA BATU BARAT, KECAMATAN TAMPAHAN, KABUPATEN
TOBASA), 09

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KONSUMEN AKAN SAYURAN ORGANIK


(STUDI KASUS : KONSUMEN SAYURAN ORGANIK DI KOTA MEDAN), 08

ANALISIS FINANSIAL USAHA TANI KOPI ARABIKA VARIETAS UNGGUL DI KAB PAKPAK BHARAT
(KASUS : DESA KUTA MARIAH, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT), 08

ANALISIS FINANSIAL USAHA TANI WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KECAMATAN
TIGAPANAH, KABUPATEN KARO), 07

ANALISIS KEBERADAAN CREDIT UNION SEBAGAI LEMBAGA PEMBIAYAAN DI KELURAHAN


SARIBUDOLOK KEC SILIMAKUTA KAB SIMALUNGUN, 09

ANALISIS KEBUTUHAN BAHAN BAKAR PENGGILINGAN PADI BESAR DAN KECIL DI KEC
PERBAUNGAN KAB SERDANG BEDAGAI, 07

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TANI WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KECAMATAN
TIGAPANAH, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA), 09

ANALISIS KOMPARASI KOMPONEN BIAYA PRODUKSI ANTAR EMPAT JENIS TANAMAN PALAWIJA DI
DELI SERDANG, 06

ANALISIS KOMPARASI USAHA TANI PEPAYA DAN PISANG BARANG DI KABUPATEN DELI SERDANG
(STUDI KASUS : DESA NEGARA BERINGIN, KEC. STM HILIR, KAB. DELI SERDANG), 06

ANALISIS KOMPARASI USAHA TANI PISANG BARANGAN ANTARA KONVENSIONAL DENGAN SISTEM
DOUBLE RAW (STUDI KASUS : KECAMATAN STM HILIR DAN KECAMATAN BIRU-BIRU, KABUPATEN DELI
SERDANG, PROVINSI SUMATERA UTARA), 09

ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT
TAMIANG PT PADANG PALMA PERMAI, 09

ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CRUDE PALM OIL DI PABRIK KELAPA SAWIT
TANJUNG SEUMANTOH PTPN I NANGGROE ACEH DARUSSALAM, 09

ANALISIS NILAI EKONOMI DAN SOSIAL EKOWISATA TANGKAHAN (STUDI KASUS DI DESA NAMO
SIALANG DAN DESA SEI SERDANG KECAMATAN BATANG SERANGAN KABUPATEN LANGKAT
SUMATERA UTARA), 09

ANALISIS NILAI EKONOMI DAN TINGKAT KUNJUNGAN DI OBJEK WISATA ALAM AIR TERJUN SIPISOPISO KAB KARO, 09

ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA PADA USAHA TANI NANAS DI KAB SIMALUNGUN
(STUDI KASUS : DESA PURBA TUA BARU, KEC. SILIMAKUTA, KAB. SIMALUNGUN), 07

ANALISIS PEKERJAAN ALTERNATIF NELAYAN KEC TALAWI KAB BATU BARA (STUDI KASUS : DESA
MESJID LAMA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATU BARA), 09

ANALISIS PELUANG PEMASARAN ONLINE PRODUK INFORMASI DIGITAL TANAMAN ANGGREK, 08

ANALISIS PEMASARAN CPO (CRURE PALM OIL) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PTPN-IV)
(STUDI KAUS : KANTOR PUSAT PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PTPN-IV) DAN KANTOR PEMASARAN
BERSAMA (KPB) PT PERKEBUNAN NUSANTARA I-V CABANG MEDAN), 07

ANALISIS PEMASARAN JERUK MANIS (STUDI KASUS DESA BEGANDING, KEC. SIMPANG IV, KAB.
KARO), 07

ANALISIS PEMASARAN PUPUK BERSUBSIDI (UREA, ZA, SP-36, NPK PHONSKA) DI KABUPATEN
SIMALUNGUN (STUDI KASUS: KECAMATAN JORLANG HANTARAN, KELURAHAN TIGA BALATA), 08

ANALISIS PEMASARAN PUPUK DI SUMATERA UTARA (STUDI KASUS : KABUPATEN KARO DAN
KABUPATEN DELI SERDANG), 06

ANALISIS PENDAPATAN DAN SISTEM PEMBAGIAN HASIL NELAYAN BERMOTOR < 5 GT DAN 5-9 GT
(STUDI KASUS : KECAMATAN DATUK BANDAR DAN KECAMATAN TELUK NIBUNG KOTAMADYA
TANJUNG BALAI, PROPINSI SUMATERA UTARA), 08

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT,


09

ANALISIS PERBANDINGAN PEMASARAN BAWANG DAUN (PREI) DAN KOL (KUBIS) (STUDI KASUS :
DESA JARANGUDA KEC. MERDEKA DAN DESA RAYA KEC. BERASTAGI), 09

ANALISIS PERBANDINGAN PEMASARAN IKAN MELALUI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN
SISTEM PEMASARAN TRADISIONAL (STUDI KASUS : DESA PANTAI PERCUT, KECAMATAN PERCUT SEI
TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG), 07

ANALISIS POTENSI PENGOLAHAN MINYAK NILAM DI KAB PAKPAK BHARAT (STUDI KASUS DI
KECAMATAN SITELLU TALI URUNG JAHE DAN KECAMATAN KERAJAAN), 09

ANALISIS PRODUKSI DAN TATANIAGA KARET RAKYAT DI KAB MADINA (STUDI KASUS : DESA
TANOBATO, KEC. PANYABUNGAN SELATAN, KAB. MADINA), 08

ANALISIS SISTEM PEMASARAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA DI SUMATERA


BAGIAN UTARA (STUDI KASUS : PT. SYNGENTA INDONESIA PERWAKILAN SUMATERA BAGIAN UTARA,
DAERAH PEMASARAN KABUPATEN KARO), 07

ANALISIS SISTEM PEMASARAN WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KEC. TIGAPANAH, KAB.
KARO), 08

ANALISIS SITUASI KETAHANAN PANGAN (STUDI KASUS : PROPINSI SUMATERA UTARA)

ANALISIS SPASIAL DAN PREFERENSI PEMILIK LAHAN TERHADAP PERENCANAAN RUANG


TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA MEDAN, 09

ANALISIS USAHA SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP
PRODUKSI TELUR PUYUH (COTURNIX-COTURNIX JAPONICA) UMUR 6-18 MINGGU, 09

ANALISIS USAHA TANI ANDALIMAN DAN SUMBANGANNYA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA


(STUDI KASUS : DESA RIA-RIA, KECAMATANA POLLUNG, KAB. HUMBANG HASUNDUTAN), 09

ANALISIS USAHA TANI KOPI DI KEC SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO, 09

ANALISIS USAHA TANI TANAMAN HIAS ANGGREK DAN ANTHURIUM (STUDI KASUS USAHA
TANAMAN HIAS DI KOTA MEDAN), 09

ANALISIS USAHA TANI TANAMAN HIAS (STUDI KASUS : DESA BANGUN SARI KECAMATAN TANJUNG
MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG), 08

ANALISIS USAHA TANI TATANIAGA LADA HITAM (STUDI KASUS : DESA LAU SIREME, KECAMATAN
TIGA LINGGA, KABUPATEN DAIRI), 08

ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI


WORTEL (DI DESA GAJAH, KECAMATAN SIMPANG EMPAT, KABUPATEN KARO), 08

ARON

SEBAGAI

LAPANGAN

KERJA SEKTOR

INFORMAL BAGI

WANITA PEDESAAN

DAN

SUMBANGANNYA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (STUDI KASUS : DESA SEMPAJAYA,


KECAMATAN BERASTAGI, KABUPATEN KARO), 08

BEBERAPA

FAKTOR

SOSIAL

EKONOMI

YANG

MEMPENGARUHI

KESEMPATAN

KERJA,

PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI SAYUR MAYUR DI KAB KARO (KASUS : WORTEL, TOMAT
ATAU KOL DI DESA MERDEKA, KECAMATAN MERDEKA), 09

BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PROPORSI BAGI HASIL NELAYAN
TOKE NELAYAN ABK (STUDI KASUS : MASYARAKAT NELAYAN KOTA SIBOLGA), 08

BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI SIKAP NELAYAN BURUH TERHADAP
JURAGAN (TOKE) (STUDI KASUS : DESA BAGAN DALAM, KECAMATAN TANJUNG TIRAM, KABUPATEN
ASAHAN), 09

BEBERAPA MASALAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN USAHA TANI BUNGA POT (STUDI
KASUS : Gg. MADIRSAN, DESA BANGUN SARI, KEC. TANJUNG MORAWA, KAB.DELI SERDANG), 06

BENTAR

UJI

TOKSISITAS

KITOSAN

UNTUK

MENGENDALIKAN

RAYAP

(COPTOTERMES

CURVIGNATHUS HOLMGREN) (ISOPTERA : RHINOTERMITIDAE) DI LABORATORIUM), 09

BESAR ALIRAN PERMUKAAN (RUN-OFF) PADA BERBAGAI TIPE KELERENGAN DIBAWAH TEGAKAN
EUCALYPTUS SPP (STUDI KASUS DI HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, TBK. SEKTOR AEK NAULI), 09

DAMPAK

KEHADIRAN

PASAR

MODERN

BRASTAGI

SUPERMARKET

TERHADAP

PASAR

TRADISIONAL, SEI SIKAMBING DI KOTA MEDAN, 09

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM (SOLAR) TERHADAP USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN PUKAT
CINCIN (STUDI KASUS : KEL. BAGAN DELI KEC. MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN), 08

DAMPAK PENINGKATAN HARGA BERAS TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI PADA


BEBERAPA STRATA LUAS LAHAN (STUDI KASUS : DESA KOTA RANTANG, KECAMATAN HAMPARAN
PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG), 07

DAMPAK TRANSPORTASI TERHADAP PENYUSUTAN BOBOT BADAN, pH DAGING PASCA POTONG


DAN ANALISIS BIAYA TRANSPORTASI SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SHORTHORN, 07

DAMPAK VIRUS IKAN TERHADAP KEADAAN SOSIAL EKONOMI PETANI IKAN MAS DI DANAU TOBA
(STUDI KASUS KELURAHAN HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN), 06

DAYA PARASITASI LALAT (STRUMIOPSIS INFERENS TOWN) (DIPTERA : TACHINIDAE) TURUNAN


DARI

BEBERAPA HASIL

PERKAWINAN

PADA ULAT

PENGGEREK

BATANG

TEBU

RAKSASA

(PHRAGMATOECIA CASTANEAE HUBNER) (LEPIDOPTERA : COSSIDAE) DI LABORATORIUM, 08

DIMENSI SERAT SLUDGE PRIMER INDUSTRI PULP DAN KERTAS, 09

DINAMIKA POPULASI JAMUR PADA TANAH ULTISOL AKIBAT PEMBERIAN BERBAGAI BAHAN
ORGANIK LIMBAH PERKEBUNAN, 08

EFEK APLIKASI OSMOCONDITIONING PADA BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI


BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DALAM KONDISI CEKAMAN SALINITAS, 08

EFEK PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT DAN LIMBAH INDUSTRINYA SEBAGAI PAKAN TERHADAP
PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA FASE PERTUMBUHAN, 09

EFEK RESIDU PEMBERIAN LIMBAH PADAT PABRIK ROKOK DAN PUPUK FOSFAT PADA ULTISOL
TERHADAP KETERSEDIAAN SERTA SERAPAN FOSFAT DAN KALIUM PADA TANAH SERTA TANAMAN
PADI (ORYZA SATIVA L), 08

EFEK RESIDU PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI SAWI DAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH
ANDISOL, 07

EFEKTIVITAS

FREKUENSI

EXERCISE

TERHADAP

PENINGKATAN

KUALITAS

SEMEN

SAPI

SIMMENTAL, 08

EFEKTIVITAS

MANCOZEB

DAN

METALAXYL

DALAM

MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN

CYLINDROCLADIUM SCOPARIUM. HAWLEY BOEDIJN ET REITSMA PENYEBAB PENYAKIT BUSUK


DAUNTEH DI LABORATORIUM, 08

EFISIENSI PEMUPUKAN SP-36 PADA ULTISOL MANCANG MELALUI PENGELOLAAN DOSIS DAN
WAKTU PEMBERIAN, 06

EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI DI KAWASAN SUNGAI ULAR DAERAH IRIGASI BENDANG KAB
SERDANG BEDAGAI, 09

EPIDEMI PENYAKIT BLAS PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH DENGAN JARAK TANAM
BERBEDA DI LAPANGAN, 07

EVALUASI DISTRIBUSI PUPUK BERSYBSIDI DENGAN KONSEP RENCANA DEFENTIF KEBUTUHAN


KELOMPOK PADA PETANI PADI SAWAH DI KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG, 09

EVALUASI GABUNG BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE SILANG VARIETAS, 08

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN KEDELAI, 09

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DI DESA RUMAH PILPIL KEC SIBOLANGIT KAB DELI SERDANG
UNTUK TANAMAN MANGGA (MANGIFERA SPP), SIRSAK (ANNONA MURICATA L.) DAN JAMBU METE
(ANACARDIUM OCCIDENTALE L.), 08

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN DI DESA RUMAH PILPIL KEC SIBOLANGIT KAB DELI SERDANG
UNTUK TANAMAN MANGGIS (GARCINIA MANGGOSTANA. L), 07

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN TANAMAN CABAI DUSUN PAMAH SEMILIR KECAMATAN SEI BINGEI
KAB LANGKAT (CAPSICUM ANNUM L.), 06

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA SAWIT(ELESEIS QUENENSIS JACQ),


COKLAT (THEOBROMA CACAO) DAN KARET (HAVEA BRASILIENSISI) DI DESA BELINGTENG KEC SEI
BINGEI KAB LANGKAT, 07

EVALUASI PENGEMBALIAN DANA KUT SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR DI SUMUT, 06

EVALUASI PERKEMBANGAN ORGANISASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN SOSIAL EKONOMI PETANI


DI DELI SERDANG (STUDI KASUS : DESA PERDAMEAN KECAMATAN TANJUNG MORAWA, DESA
KARANG ANYAR KECAMATAN BERINGIN, DESA PASAR MELINTANG KECAMATAN LUBUK PAKAM), 06

EVALUASI PERKEMBANGAN USAHA TANI KAKAO DI KAB TAPANULI UTARA (STUDI KASUS : DESA
PAGARAM PISANG KECAMATAN ADIAN KOTING KABUPATEN TAPANULI UTARA), 08

EVALUASI SISTEM DRAINASE PADA DAERAH IRIGASI ULAR DI KAWASAN BENDANG KAB SERDANG
BEDAGAI, 09

EVALUASI SISTEM DRAINASE PADA DAERAH IRIGASI ULAR DI KAWASAN SINGOSARI KAB
SERDANG BEDAGAI, 09

EVALUASI STATUS HARA N, P, K DAN C-ORGANIK YANG TERSANGKUT EROSI AKIBAT PENERAPAN
BERBAGAI TEKNIK MULSA VERTIKAL DI LAHAN MIRING PADA PERTANAMAN JERUK (CITRUS) DI DESA
RUMAH GALUH KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT, 07

EVALUASI TERHADAP KINERJA KEMITRAAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III DENGAN USAHA


KECIL (KASUS : KOTA MEDAN), 09

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PERMINTAAN TELUR


AYAM KAMPUNG (STUDI KASUS : KOTA MEDAN, PROPINSI SUMATERA UTARA), 08

FORMULASI KONSENTRAT INSTAN DARI CAMPURAN SARI LIDAH BUAYA, WORTEL DAN MARKISA,
06

HUBUNGAN DINAMIKA KELOMPOK TANI DENGAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA TANI
KOPI (KASUS : KEURAHAN TIGARUNGGU, KABUPATEN SIMALUNGUN), 09

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA PENGOLAH IKAN REBUS DENGAN GARIS KEMISKINAN


(STUDI KASUS : PULO BRAYAN KOTA, KEC. MEDAN BARAT, KOTA MEDAN), 09

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PENYULUH DENGAN PELAKSANAAN TUGAS


POKOK PENYULUH PERTANIAN (STUDI KASUS : BPP MEDAN KRIO KEC. SUNGGAL KAB. DELI
SERDANG), 09

HUBUNGAN KERAPATAN TAJUK DAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS CITRA


SATELIT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (STUDI KASUS
KAWASAN HUTAN RESORT TANGKAHAN, CINTA RAJA, SEI LEPAN DAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER
(KEL))), 09

HUBUNGAN

KETINGGIAN

DAN

KELERENGAN

DENGAN

TINGKAT

KERAPATAN

VEGETASI

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, 09

HUBUNGAN TINGKAT KOSMOPOLITAN PETANI PADI SAWAH TERHADAP KELOMPOK TANI DI


KABUPATEN DELI SERDANG (STUDI KASUS : KELOMPOK TANI KAMPUNG BARU, TANI JAYA, HOTMA
JAYA, DESA PASAR MELINTANG, KECAMATAN LUBUK PAKAM), 05

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI KEC BIRU-BIRU, 09

IDENTIFIKASI FUNGI DEKOMPOSER JARINGAN KAYU MATI YANG BERASAL DARI TEGAKAN DI
LAHAN GAMBUT, 09

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KAB SERDANG
BEDAGAI, 07

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (STUDI KASUS :
DESA PERTUMBUKAN KEC. WAMPU KAB. LANGKAT), 09

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT DI KEBUN


TANAH RAJA PERBAUNGAN PTPN III, 07

INDEKS KERAGAMAN JENIS SERANGGA PADA TANAMAN STROBERI DI LAPANGAN, 08

INFILTRASI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS), 09

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT SEMPIT (CERCOSPORA JANSEANA)(ROCIB)


O. COST PADA BEBERAPA VARIETAS PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L) DENGAN JARAK TANAM YANG
BERBEDA DI LAPANGAN, 08

INTERAKSI GLISOFAT DENGAN CARFENTRAZONE PADA EMPAT JENIS GULMA PERKEBUNAN, 06

INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENISIS), 09

INVENTARISASI HAMA-HAMA PENTING DAN PARASITOID PADA BUAH MANGGA DI LABORATORIUM


(MANGIFERA SPP.), 08

INVENTARISASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN STROBERI DI KEC BERASTAGI


(FRAGARIA VESCAC L.), 07

INVENTARISASI MAKANAN TRADISIONAL KHAS TOBA SAMOSIR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN


TIPA-TIPA DI TOBA SAMOSIR, 08

INVENTARISASI TANAMAN SUKUN (ARTHOCARPUS COMMUNIS) PADA BERBAGAI KETINGGIAN DI


SUMUT, 09

ISOLASI DAN UJI MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT YANG BERASAL DARI BAHAN TANAH
HISTOSOL, 05

ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME SELULOTIK ASAL TANAH GAMBUT DAN KAYU
SEDANG MELAPUK DALAM MEDEKOMPOSISIKAN KAYU, 07

ISOLASI DAN UJI POTENSI MIKROORGANISME SELULOTIK DALAM DEKOMPOSISI SISA TANAMAN
TEMBAKAU DELI PTPN II KEBUN SAMPALI, 06

JENIS-JENIS FUNGI PADA BEBERAPA TINGKAT KEMATANGAN GAMBUT, 09

JENIS-JENIS FUNGSI YANG TERDAPAT PADA SERASAH DAUN RHIZOPHORA MUCRONATA YANG
MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS, 09

KAJIAN ALAMI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT ELAIDOBIUS KAMERUNICUS FAUST


(COLEOPTERA : CURCULIONIDAE) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.), 08

KAJIAN

BEBERAPA

METODE

PERANGKAP

LALAT

BUAH

(DIPERA;

TEPHRITIDAE)

PADA

PERTANAMAN JERUK MANIS (CITRUS SPP.) DI DESA SUKANALU KAB KARO, 09

KAJIAN

BIOLOGIS

TUMIDICLAVA

SP.

(HYMENOPTERA:TRICHOGRAMMATIDAE)

SEBAGAI

PARASITOID TELUR PHRAGMATOECIA CASTANEAE HUBNER (LEPIDOPTERA : COSSIDAE) DI


LABORATORIUM, 08

KAJIAN KUANTITATIF PELAPUKAN PEDOKIMIA(C-A) PADA TANAH BERBAHAN INDUK TUFF DASIT DI
DESA LINGGA JULU KEC SIMPANG BARAT KAB KARO, 06

KAJIAN MINYAK ATSIRI PADA EKALIPTUS UMUR 4 TAHUN DI PT TOBA PULP LESTARI, TBK, 09

KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA PADA BATUAN TUFF DASIT DI DESA LINGGA JULU KEC SIMPANG
EMPAT KAB KARO, 06

KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA (R-C) TANAH ANDISOL DI DESA TONGKOH KEC TIGA PANAH KAB
KARO, 07

KAJIAN PELAPUKAN PEDOKIMIA (A-B)ANDISOL BERDASARKAN MINERAL LIAT DI DESA TONGKOH


KEC TIGA PANAH KAB KARO, 07

KAJIAN PELAPUKAN PEDOKIMIA (A-B) BERDASARKAN MINERAL LIAT PADA TANAH BERBAHAN
INDUK ALLUVIAL DAN TUFF LIPARIT DI TANJUNG MORAWA, 06

KAJIAN PELAPUKAN PEDOKIMIA (C-A) BERDASARKAN MINERAL LIAT PADA TANAH BERBAHAN
INDUK ALUVIAL DAN TUFF LIPARIT DI KEC TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG, 07

KAJIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN KEMENYAN DI DESA


SIBAGANING, 09

KAJIAN POTENSI EKONOMI MANGROVE (STUDI KASUS DI DESA KAYU BESAR KECAMATAN
BANDAR KHLAIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI), 09

KAJIAN PROSES PENGERINGAN KEMOREAKSI JAHE DENGAN KAPUR API (CaO), 09

KAJIAN SIFAT TANAH AKIBAT ALIH FUNGSI LAHAN TEMBAKAU DELI MENTAH MENJADI LAHAN
PERKEBUNAN TEBU DI PTPN II KEBUN TANDEM HULU KABUPATEN DELI SERDANG, 06

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSE PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (JAGUNG) DI SUB
DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN HORTIKULTURA DI SUB DAS
LAY BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI
SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU), 09

KAJIAN TINGKAT PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TANI SAYURAN DATARAN RENDAH DI
KAWASAN AGRIBISNIS KOTA MEDAN (STUDI KASUS : KECAMATAN MEDAN MARELAN), 07

KARAKTERISTIK BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG


CANGKANG KELAPA SAWIT, 09

KARAKTERISTIK MINYAK ATSIRI JERANGAU (ACORUS CALAMUS), 09

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI KARYAWAN PERKEBUNAN PT TOLAN TIGA INDONESIA DAN


SIKAP MEREKA TERHADAP SISTEM MANAJEMEN YANG BERLAKU (STUDI KASUS : DESA PERLABIAN,
KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT, KABUPATEN LABUHAN BATU), 09

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI TOKE BAWANG DAN WANITA PENGUPAS BAWANG SERTA
SUMBANNYA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA (STUDI KASUS : JALAN VETERAN KELURAHAN
PANDAU HILIR KECAMATAN MEDAN TIMUR KOTAMADYA MEDAN), 06

KEMAMPUAN

LARVA

ORYCTES

RHINOCEROS

MENULARKAN

CENDAWAN

METARHIZUM

(WOLFF).

(HEMIPTERA

ANISOPLIAE KE LARVA SEHAT DI PERTANAMAN KELAPA SAWIT, 09

KEMAMPUAN

PREDATOR

EOCANTHECONA

FURCELLATA

:PENTATOMIDAE)MENGENDALIKAN ULAT API SETHOTOSEA ASIGNA V EECKE DI PERTANAMAN


KELAPA SAWIT, 08

KEPEKAAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP KADAR AIR PADA BEBERAPA JENIS TANAH, 07

KETAHANAN BIBIT EUCALYPTUS SP TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN, 09

KETERSEDIAAN HARA-P DAN RESPON TANAMAN JAGUNG PADA TANAH ULTISOL TAMBUNAN A
AKIBAT PEMBERIAN GUANO DAN MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT (MPF), 06

KORELASI BEBERAPA SIFAT TANAH DENGAN PRODUKSI PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI DI PTPN
II SAMPALI KAB DELI SERDANG, 06

KUALITAS PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT DAN POLYETHYLENE DAUR
ULANG, 09

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN RHIZOPHORA MUCRONATA PADA BERBAGAI TINGKAT


SALINITAS, 09

MANFAAT EKONOMI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (STUDI KASUS : DUSUN MARUBUN
PANE KECAMATAN TIGARUNGGU KABUPATEN SIMALUNGUN), 09

MATERI, METODE DAN MEDIA PENYULUHAN PETERNAKAN YANG DISAMPAIKAN PPL DI KAB DELI
SERDANG DAN DAMPAKNYA TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETERNAK (STUDI KASUS : DESA SUKA
MAJU, KECAMATAN SUNGGAL, KABUPATEN DELISERDANG), 06

MEMPELAJARI

PENGARUH

KONSENTRASI

RAGI

DAN

WAKTU

FERMENTASI

TERHADAP

PEMBUATAN ALKOHOL DARI AMPAS UBI KAYU (MANIHOT UTILISIMA), 09

MIKROPROPAGANSI TUNAS STROBERI (FRAGARIA SP.) DENGAN PEMBERIAN NAA DAN HAP PADA
MEDIA MS, 07

MONITORING DAN EVALUASI PENERAPAN TEKNOLOGI LEGOWO 4:1 PADA USAHA TANI PADI
SAWAH (DESA LUBUK BAYAS KEC. PERBAUNGAN KAB. SERDANG BEDAGAI), 09

PELAPISAN MELON PENGGUNAKAN FILM EDIBEL DARI PATI UBI KAYU DENGAN PENAMBAHAN
SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS, 09

PEMANFAATAN AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL, 09

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT TM 5 DALAM IDENTIFIKASI HUTAN RAKYAT DI KEC SIBOLANGIT,


PANCUR BATU DAN NAMO RAMBE KAB DELI SERDANG, 09

PEMANFAATAN LIGNIN DARI LINDI HITAM SEBAGAI BAHAN BAKU PEREKAT LIGNIN RESORSINOL
FORMALDEHIDA (LRF), 09

PEMANFAATAN SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolena adorata) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN IOFC
DALAM RANSUM BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) UMUR 1 SAMPAI 42 HARI, 09

PEMANFAATAN TEPUNG KEONG MAS SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG IKAN DALAM RANSUM
TERHADAP PERFORMANS KELINCI JANTAN LEPAS SAPIH, 08

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA FERMENTASI (Aspergillus Niger)


TERHADAP KINERJA REPRODUKSI BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica), 09

PEMANFAATAN TEPUNG KULIT BUAH TERONG BELANDA (Chphomandra betacea) FERMENTASI


(Aspergillus Niger)TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica), 07

PEMANFAATAN TEPUNG SAWIT FERMENTASI (Aspergillus Niger) DALAM RANSUM TERHADAP


PERFORMANS AYAM BROILER UMUR 0-3 MINGGU, 07

PEMBERIAN BEBERAPA JENIS ROCK PHOSPHATE MIKROORGANISME PELARUT FOSFAT DAN


BAHAN ORGANIK TERHADAP P-TERSEDIA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.
Merr) PADA ULTISOL GEBANG, 05

PEMBERIAN PROBIOTIK STARBIO PADA RANSUM BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica)


PERIODE PERTUMBUHAN, 09

PEMBERIAN SILIKAT TUMBUHAN SEBAGAI AMELIORAN SILIKAT BAGI TANAH ANDISOL, 06

PEMBERIAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS,
DAYA TETAS DAN MORTALITAS BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) , 09

PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN KITOSAN, 07

PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN PENAMBAHAN WORTEL (Daucus carota L. ), 07

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BOISCA SEBAGAI
STARTER, 09

PEMETAAN DAERAH RAWAN KONFLIK GAJAH MENGGUNAKAN INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN


NASIONAL GUNUNG LEUSER (STUDI KASUS DI RESORT TANGKAHAN, RESORT CINTA RAJA DAN
RESORT SEI LEPAN), 09

PEMETAAN STATUS HARA K-tukar, Ca-tukar DAN Mg-tukar DI KEBUN TANJUNG GARBUS PAGAR
MERBAU PTPN II, 07

PEMILIHAN TETUA UNTUK SELFING DAN TANAMAN BERSARI BEBAS VARIETAS JAGUNG (Zae mays
L.), 09

PENCETAKAN KOMPOS BERBAGAI BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN JENIS KOMPOS YANG


BERBEDA, 09

PENDUGAAN FAKTOR PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KEBUN BEKALA SIMALINGKAR KEC
PANCUR BATU KAB DELI SERDANG, 08

PENDUGAAN LAJU INFILTRASI MENGGUNAKAN PARAMETER SIFAT TANAH PADA KAWASAN


BERLERENG, 09

PENENTUAN JENIS TANAMAN DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP GERAKAN


NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN
LINDUNG PUSUK BAHIT KABUPATEN SAMOSIR), 09

PENETAPAN METODE ANALISIS P TERSEDIA TANAH ENTISOL, 07

PENGARUH BAHAN MAKANAN TERHADAP UMUR DAN KESUBURAN PARASITOID TELUR


TUMIDICLAVA SP DI LABORATORIUM, 08

PENGARUH BEBERAPA MEDIA TANAM DAN INTENSITAS PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN


ANGGREK (Oncidium golden Shower), 09

PENGARUH BERAT UMBI BIBIT DAN DOSIS PUPUK KCi TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
KENTANG (Solanum tuberosum L.) , 08

PENGARUH BUDAYA KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN KERJA KARYAWAN PADA
PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE, TBK CAB MEDAN 2 DIVISI MOBIL, 09

PENGARUH CENDAWAN EKTOMIKORIZA DAN TARAF PHOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI


EUCALYPTUS GRANDIS HILL EX MAIDEN, 05

PENGARUH DOSIS TEPUNG DARAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG MANIS
(Zea mays saccharata Sturt.) , 09

PENGARUH FREKUENSI INSEMINASI BUATAN TERHADAP DAUA TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas
plathyrynchos) YANG DI INSEMINASI BUATAN DENGAN SEMEN ENTOK (Cairina moschata), 09

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LAMA BUNTING DAN LITTER
SIZE PADA KELINCI PERSILANGAN, 08

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR,
MORTALITAS SELAMA MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN, 08

PENGARUH INDUKSI GIBERELIN TERHADAP PEMBENTUKAN BUAH PARTENOKARPI PADA


BEBERAPA VARIETAS TANAMAN SEMANGKA (Citrullus vulgaris Schard), 09

PENGARUH INOKULASI RHIZOBIUM DAN PUPUK POSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merril), 09

PENGARUH JAMUR ANTAGONIS TRICHODERMA HARZIANUM DAN PUPUK ORGANIK UNTUK


MENGENDALIKAN PATOGEN TULAR TANAH SCLEROTIUM ROLFSII SACC PADA TANAMAN KEDELAI
(Glycine max L. ) DI RUMAH KASA, 08

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI GULA SINTETIS TERHADAP MUTU KOKTAIL LIDAH BUAYA, 08

PENGARUH JENIS THE DAN LAMA FERMENTASI PADA PROSES PEMBUATAN TEH KOMBUCHA, 05

PENGARUH JENIS ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI MENTEGA YANG DIGUNAKAN TERHADAP
MUTU DAN KARAKTERISTIK ES KRIM JAGUNG, 08

PENGARUH JUMLAH BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP MUTU MIE
BASAH, 08

PENGARUH JUMLAH TEPUNG ROTI TERHADAP MUTU CHICKEN BURGER SELAMA PENYIMPANAN
BEKU, 08

PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN LASIODERMA SERRICONE F


(Caleoptera; Anobiidae) DI LABORATORIUM, 08

PENGARUH KEPADATAN POPULASI KEONG EMAS (Pomacea sp.) TERHADAP TANAMAN PADI
(Oryza sativa L.) DI LAPANGAN, 09

PENGARUH KEPEKATAN EKSTRAK DAUN NIMBA TERHADAP PENEKANAN SERANGAN ALTERNARIA


PORRI (EIL.CIF) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.), 08

PENGARUH KONSENTRASI GULA DAN CAMPURAN SARI BUAH (MARKISA, WORTEL DAN JERUK)
TERHADAP MUTU SERBUK MINUMAN PENYEGAR, 09

PENGARUH KONSENTRASI GUM ARAB TERHADAP MUTU VELVA BUAH NENAS SELAMA
PENYIMPANAN DINGIN, 08

PENGARUH KONSENTRASI HUMEKTAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU KERIPIK BIJI
DURIAN (Durio zibethinus Murr), 08

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU


MARMALADE SIRSAK (Annona muricata L.), 08

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU


MINUMAN SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) BERKARBONASI, 07

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN SUHU PENGERINGAN


TERHADAP MUTU PATI BIJI ALPUKAT (Persea americana mill.), 07

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DAN PERBANDINGAN CAMPURAN SARI BUAH MARKISA


DENGAN NENAS TERHADAP MUTU SERBUK MINUMAN PENYEGAR, 09

PENGARUH KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI PADI DI KAB ASAHAN (STUDI
KASUS : KABUPATEN ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA), 09

PENGARUH LAMA DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG PANDAN, 08

PENGARUH LAMA HIDROLISA DAN KONSENTRASI ASAM TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU SIRUP
GLUKOSA DARI PATI PISANG KEPOK (Musa paradisiaca L.), 07

PENGARUH

LAMA

PADA

BERBAGAI

MEDIA

PENYIMPANAN

BAHAN

SETEK

TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN UBI JALAR (Ipomea batatas L.), 07

PENGARUH LAMA PEMANASAN DAN JUMLAH SEKAM YANG DITAMBAHKAN TERHADAP JUMLAH
RENDEMEN DAN MUTU MINYAK BIJI KARET (Havea brasiliensis), 06

PENGARUH LAMA PERENDAMAN NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PENGERINGAN


TERHADAP MUTU TEPUNG SUKUN (Artocarpus communis), 05

PENGARUH METANOL DAN NaOH TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK JARAK SEBAGAI
SUBTITUSI BAHAN BAKAR SOLAR (Jatropha curcas L.), 08

PENGARUH MODAL BERGILIR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SAYUR DI KOTA


MEDAN (STUDI KASUS : KELURAHAN TANAH ENAM RATUS DAN KELURAHAN TERJUN KECAMATAN
MEDAN MARELAN), 07

PENGARUH MODAL KERJA, LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PENDAPATAN USAHA
TANI NENAS (STUDI KASUS : DESA PURBA TUA BARU, KEC. SILIMAKUTA, KAB. SIMALUNGUN), 08

PENGARUH PEMBERIA PUPUK ROCK FOSFAT DAN BERBAGAI JENIS ISOLAT MIKORIZA VESIKULAR
ARBUSKULA TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA TANAH GAMBUT
AJAMI, LABUHAN BATU, 07

PENGARUH

PEMBERIAN

BEBERAPA

JAMUR

ANTAGONIS

DENGAN

BERBAGAI

TINGKAT

KONSENTRASI UNTUK MENEKAN PERKEMBANGAN JAMUR PYTHIUM SP PENYEBAB REBAH


KECAMBAH PADA TANAMAN TEMBAKAU (NICOTIANA TABACCUM L.), 08

PENGARUH PEMBERIAN BEBERAPA JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERKEMBANGAN


PENYAKIT PENTING TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI LAPANGAN, 08

PENGARUH PEMBERIAN IMIDACLOPRID UNTUK MENGENDALIKAN APONONIA SP (COLEOPTERA :


SCARABAEEIDAE) DAN VALANGA NIGRICORNIS BURM (ORTHOPTERA : ACRIDIDAE) DI PEMBIBITAN
KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ), 09

PENGARUH PEMBERIAN INSEKTISIDA NABATI TERHADAP SERANGAN HAMA POLONG PADA


TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) DI LAPANGAN, 09

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN DOSIS KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI TANAMAN PELENG (Spinacia oleracea LA), 08

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KASCING DAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PRE-NURSERY, 09

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK GREEN GIANT DAN PUPUK SUMBER BIONIK TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.), 07]

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI SAWI (Brassica junceaL) DAN
BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH ANDISOL, 06

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK SP-36, KCI, KIESERIT DAN KOTORANG SAPI TERHADAP JUMLAH
MIKROORGANISME PADA ANDISOL TONGKOH KAB KARO, 07

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG SUSU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP KUALITAS


NUGGET ANGSA, 09

PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KEDELAI DAN SODIUM POLIFOSFAT TERHADAP MUTU NUGGET
IKAN CUCUT (Sphyraena barracuda), 05

PENGARUH

PENERAPAN

SARANA PRODUKSI

SPESIFIK

LOKAL TERHADAP

PENDAPATAN

USAHATANI PADI SAWAH (STUDI KASUS : DESA WONOSARI, KECAMATAN TANJUNG MORAWA,
KABUPATEN DELI SERDANG), 08

PENGARUH PERBANDINGAN KONSENTRAT CABAI, TOMAT SERTA PEPAYA DAN KONSENTRASI


XANTHAM GUM TERHADAP MUTU SAOS CABAI, 07

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG JAGUNG DAN KONSENTRASI


KALIUM SORBAT TERHADAP MUTU MIE BASAH (BOILDE NOODLE), 08

PENGARUH PERSENTASE RAGI TAPE DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU TAPE UBI JALAR,
08

PENGARUH PUPUK HIJAU KRINYU (Chromolaena odorata L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.), 09

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR DAN AGENSIA HAYATI TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT
ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc.) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO
(Tehobroma cacao L.), 07

PENGARUH PUPUK TERHADAP OPTIMASI PRODUKSI PADI SAWAH DI DELI SERDANG (STUDI
KASUS : KELURAHAN PALUH KEMIRI, KECAMATAN LUBUK PAKAM), 06

PENGARUH

SISTEM

JARAK

TANAM

DAN

METODE

PENGENDALIAN

GULMA

TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) VARIETAS DK3, 09

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG CABAI (Capsicum annuum,
L.), 05

PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Ca, Na, P, CI) DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS
DAN IOFC BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica) UMUR 0-42 HARI, 07

PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL (Na, Ca, P, dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI
PUNCAK TELUR PUYUH (Cortunix-cortunix japonica), 07

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN TEPUNG TERIGU SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP


KUALITAS SOSIS DAGING AYAM, 09

PENGARUH WAKTU APLIKASI PUPUK KANDANG AYAM DAN KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens Linn.), 06

PENGARUH WAKTU PENYIANGAN DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) VARIETAS DK3, 06

PENGAWETAN DAGING AYAM (Gallus Gallus Domesticus) DENGAN LARUTAN GARAM DINGIN, 08

PENGELOLAAN HARAN N, K DAN KOMPOS SAMPAH KOTA UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN
MUTU KAILAN (Brassica oleraceae Var. Achephala), 09

PENGENDALIAN

FERMENTASI

DENGAN

PENGATURAN

KONSENTRASI

RAGI

DAN

LAMA

FERMENTASI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI, 09

PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA PERSEMAIAN TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana
tabacum L.) DENGAN MEMANFAATKAN ZAT EKSTRAKTIF KULIT MINDI (Melia azedarach Linn.), 09

PENGENDALIAN SYNGONIUM PODOPHYLLUM DENGAN PARAQUAT, TRIASULFURON, AMONIUM


GLUFOSIONAT DAN FLUROKSIFIR SECARA TUNGGAL DAN CAMPURAN PADA TANAMAN KELAPA
SAWIT (Elaesis guineensis Jacq), 08

PENGGUNAAN AIR KELAPA SEBAGAI PENYEIMBANG FRUKTOSA DALAM PENGENCER TERHADAP


KUALITAS SPERMA SAPI SIMMENTAL, 09

PENGGUNAAN BAHAN PENJERAP ETILEN PADA PENYIMPANAN PISANG BARANGAN DENGAN


KEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI AKTIF, 09

PENGGUNAAN BERBAGAI KONSENTRASI KHITOSAN DAN FIPRONIL TERHADAP PENGENDALIAN


HAMA RAYAP TANAH MACROTERMES GILVUS HAGEN (Isoptera;Termitidae) DI LABORATORIUM, 07

PENGGUNAAN BROCAP TRAP UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KOPI HUPOTHENEMUS


HAMPEI FERR (Coleoptera : Scolytidae) PADA TANAMAN KOPI, 08

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DENGAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM NITRAT
DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI, 08

PENGGUNAAN HORMON IBA TERHADAP PERTUMBUHAN STEK EKALIPTUS KLON IND 48, 09

PENGGUNAAN TEPUNG UMBUT DAN HASIL SAMPING KELAPA SAWIT TERHADAP ANALISA
EKONOMI DAN TINGKAT INCOME OVER FEED COST DOMBA JANTAN PERSILANGAN SEI PUTIH
SELAMA TINGA BULAN PENGGEMUKAN, 07

PENGUJIAN DIAMETER PULLEY DAN JUMLAH MATA PISAU DALAM PENGIRISAN SUKUN, 05

PENGUJIAN LEVEL ENZIM RENNET, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS KIMIA
KEJU DARI SUSU KERBAU MURRAH, 08

PENGUJIAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata L.), 07

PENGUJIAN SUPLEMENTASI MINERAL ESENSIAL (Ca, P, Na dan CI) DALAM RANSUM TERHADAP
FERTILITAS DAYA TETAS DAN MORTALITAS PADA TELUR BURUNG PUYUH (Cortunix-cortunix japonica),
09

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI PADA TATA GUNA LAHAN YANG BERBEDA DI DESA TANJUNG
SELAMAT KEC MEDAN TUNTUNGAN MEDAN, 08

PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN DESA DALAM ERA OTONOMI DAERAH
(STUDI KASUS : DESA SRIHARJO, KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL, PROPINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA), 07

PENYEBARAN UNSUR HARA DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT YANG DIAPLIKASIKAN PADA
TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT AMAL TANI, 06

PERANAN TENAGA KERJA WANITA PADA USAHA TANI KOPI DAN SIKAPNYA TERHADAP PERAN
GANDA DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS : DESA PARULOHAN, KECAMATAN LINTONG NIHUTA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN), 09

PERANAN WANITA DALAM USAHA TANI PADI SAWAH DAN SUMBANGANNYA TERHADAP
PENDAPATAN KELUARGA (STUDI KASUS : DESA SIONGGANG UTARA, KECAMATAN LUMBAN JULU,
KABUPATEN TOBA SAMOSIR), 08

PERBANDINGAN BEBERAPA SIFAT TANAH PADA LAHAN VEGETASI DAN NON VEGETASI DI TAHURA
BUKIT BARISAN KAB KARO, 06

PERBEDAAN KARAKTERISTIK SOSIAL-EKONOMI SUMBER INFORMASI DAN PENDAPATAN PETANI


KOPI ARABIKA DENGAN KOPI ROBUSTA (STUDI KASUS : KELURAHAN SIDIANGKAT DAN KELURAHAN
BINTANG HULU, KECAMATAN SIDIKALANG, KABUPATEN DAIRI), 09

PERBEDAAN PENDAPATAN PETANI DENGAN POLA TANAM KEDELA-KEDELAI-PADI DENGAN POLA


TANAM JAGUNG-JAGUNG-PADI DI ASAHAN (STUDI KASUS : DESA BAHUNG SI BATU-BATU), 09

PERKEMBANGAN LAND MAN RATIO DI SUMUT (STUDI KASUS : KABUPATEN DELI SERDANG,
PROVINSI SUMATERA UTARA), 08

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMBUKAAN PERTAMBANGAN EMAS DI HUTAN BATANG


TORU (STUDI KASUS KECAMATAN BATANG TORU, KABUPATEN TAPANULI SELATAN), 09

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL ASAL MANCANG AKIBAT PEMBERIAN
KOMPOS ENCENG GONDOK DAN SISA KOTORAN LEMBU SERTA EFEKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.), 09

PERUBAHAN POLA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) DENGAN
PEMBERIAN ZPT ATONIK PADA MEDIA CAMPURAN PASIR DENGAN BLONTONG TEBU DI PRE
NURSERY, 07

POLA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) PADA MUSIM KERING TERHADAP
PERBEDAAN WAKTU TANAM, 07

POPULASI ORGANISME TANAH PADA DAERAH APLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT PT
AMAL TANI KAB LANGKAT, 07

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT ANDALAS MERAPI


TIMBER, 09

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI TEMPAT PENGUMPULAN KAYU (TPN) IUPHHK-HA PT


ANDALAS MERAPI TIMBER, 09

PREDIKSI LAJU ALIRAN PERMUKAAN PADA TATA GUNA LAHAN YANG BERBEDA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE RASIONAL, 07

PROSPEK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT PERKEBUNAN RAKYAT (STUDI KASUS : KUD-P3RSU,


DESA AEK NABARA, KECAMATAN BILAH HULU, KABUPATEN LABUHAN BATU), 08

PROSPEK PENGEMBANGAN NILAM DI DESA TANJUNG MERIAH, KEC SITELLU TALI URANG JEHE,
KAB PAKPAK BHARAT, 09

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN HIAS AGLAONEMA DI KOTA MEDAN, 08

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI BUNGA MELATI PUTIH (STUDI KASUS : KOTA MEDAN
PROPINSI SUMATERA UTARA), 07

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TANI MELON DAN USAHA TANI SEMANGKA DI DELI SERDANG
(STUDI KASUS : DESA PASAR V KEBUN KELAPA, KEC. BERINGIN, KAB. DELI SERDANG), 06

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA TERNAK KAMBING DI KAB KARO (STUDI KASUS : DESA
GURUKINAYAN, KECAMATAN PAYUNG, KABUPATEN KARO), 08

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHATANI WORTEL (STUDI KASUS : DESA SUKADAME, KECAMATAN


TIGAPUNAH, KABUPATEN KARO), 08

RAHBILITASI TANAH ANDISOL YANG TERDEGRADASI DI DESA TONGKOH KEC TIGA PANAH
TERHADAP TANAMAN LOBAK (Raphanus sativus L), 06

RANCANG BANGUN ALAT PEMBUAT PAKAN IKAN MAS DAN IKAN LELE BENTUK PELET, 09

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KENTANG BENTUK FRENCH FRIES, 07

RANCANG BANGUN ALAT PENGHASIL BIOGAS MODEL TERAPUNG, 08

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN ALAT PENCETAK KOMPOS DENGAN VARIASI BENTUK
CETAKAN, 09

REKLAMASI LAHAN BERGARAM SECARA FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN BUNGA MATAHARI, 09

RESPON MORFOFISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN, 07

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao. L)TERHADAP LUMPUR KERING LIMBAH
DOMESTIK DAN PUPUK NPK PADA TANAH SUBSOIL, 09

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao. L) TERHADAP PEMBERIAN BOKASI KULIT
BUAH KAKAO DAN PUPUK NPK, 07

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril)
TERHADAP PEMUPUKAN NITROGEN DAN FOSFOR, 08

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN FUNGI
MIKORIZA ARBUSKULA (FMA)DAN PERBEDAAN WAKTU TANAM, 08

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) PADA BEBERAPA
KOMPOSISI LUMPUR KERING LIMBAH DOMESTIK SEBAGAI MEDIA TANAM, 08

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PENGGUNAAN
PUPUK KASCING DAN PUPUK ORGANIK CAIR, 09

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP
PUPUK KALIUM DAN PAKLOBUTRAZOL, 07

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP
URINE SAPI YANG TELAH MENGALAMI PERBEDAAN LAMA FERMENTASI, 07

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT (SOlanum licorpersicum Mill) DENGAN PEMBERIAN
UNSUR HARA MAKRO-MIKRO DAN BLOTONG, 09

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT (SOlanum licorpersicum Mill) TERHADAP


PEMBERIAN PUPUK PHOSFAT DAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK, 08

RESPON PERTUMBUHAN VEGETATIF ANGGREK DENDROBIUM SP TERHADAP PEMBERIAN


BERBAGAI JENIS VITAMIN B, 06

RESPON VARIETAS DAN PUPUK ORGANIK TERHDAP INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT PADA
PERTANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SECARA ORGANIK, 09

RESPONS PERTUMBUHA

Anda mungkin juga menyukai